Rabu, 25 Januari 2017

Zakat dan Dampaknya Terhadap Perekonomian

ZAKAT DAN DAMPAKNYA TERHADAP PEREKONOMIAN

Mulianty
Jurusan Syariah, Prodi Ekonomi Syariah, STAIN Watampone
Email: Muliantyalwi@yahoo.com

ABSTRAK
Penulisan ini berisi tentang gambaran umum zakat, yang menyangkut tentang pengertian zakat, tujuan, fungsi dan manfaat zakat serta dampak zakat terhadap perekonomian. Dimana zakat merupakan rukun islam ke- 3, yang  wajib ditunaikan. Ditekankan pada penulisan ini, menjelaskan bahwa zakat bukan hanya sekedar kewajiban namun sebagai instrumen keuangan yang memberikan konstribusi positif terhadap perekonomian baik mikro dan makro.
Kata Kunci:  Zakat, Fungsi, Tujuan dan Manfaat Zakat, dan Dampak Zakat terhadap Perekonomian.

PENDAHULUAN

Di Indonesia yang mayoritas umat muslim, zakat bukanlah hal yang asing. Namun kendalanya, kebanyakan mengenal zakat hanya sekedar kewajiban yang harus ditaati karena takut akan dosa dan tidak mendapat pahala. Sangat jarang yang mengetahui akan pentingnya zakat.
Di dalam Islam, zakat merupakan dana sosial, seperti  halnya shadaqah dan infaq. Namun, zakat adalah hal wajib untuk ditunaikan setelah mencapai nisab harta. Sedangkan infaq dan shadaqah bersifat suka rela.[1]
Zakat menyangkut hubungan antara sesama manusia dan antara hamba dengan Tuhannya. Dalam hubugan antara sesama manusia, zakat dapat menjadi sarana tolong-menolong. Zakat menciptakan situasi yang kondusif dan harmonis antara orang kaya dan orang miskin. Orang kaya akan menyisihkan sebagian harta kekayaan atau pendapatannya untuk diberikan kepada orang-orang yang kurang beruntung dari sisi finansial sebagai bentuk empati. Sedangkan menyangkut hubungan antara manusia dan Tuannya, pengeluaran zakat merupakan bentuk iibadah sebagai tanda kesyukuran atas anugrah harta yang telah dilimpahkan-Nya.
Banyak yang menganggap bahwa jika mereka mengeluarkan zakat, berarti berkuranglah harta mereka, padahal Islam telah menjelaskan bahwa diantara harta kita terdapat hak bagi kaum yang tidak mampu.[2] Jadi, perlu dipahami bahwa zakat sesungguhnya kompensasi bagi kaum tidak mampu karena kurangnya kesejahteraan mereka akibat naiknya pendapatan golongan kaya.[3]
Pada hakikatnya halangan terbesar dalam pengelolaan zakat adalah kurangnya kesadaran manusia akan kewajiban tersebut, dan juga rasa peduli akan fenomena kemiskinan. Kita bisa bayangkan dengan jumlah penduduk Indonesia 254, 9 juta jiwa,[4] yang mayoritasnya seorang muslim memiliki kesadaran membayar zakat, tentu akan memberikan dampak yang sangat besar dalam perekonomian negara. 
Berdasarkan uraian di atas, pembahasan tentang zakat sangat penting untuk didalami, bukan hanya sekedar pengetahuan dasar tentang kewajiban menunaikannya, tapi bagaimana mengetahui eksistensi zakat sebagai salah satu instrumen keuangan negara yang berdampak positif terhadap peetumbuhan ekonomi. Karena itu, penting bagi kami untuk menjelaskan pengertian zakat, tujuan dan manfaat zakat serta harta wajib zakat, juga pengetahuan akan pentingnya zakat untuk menumbuhkan kesadaran manusia dalam membayar zakat. Dan hal terpenting adalah  bagaimana kemudian zakat sangat berdampak terhadap perkonomian suatu negara.

 PEMBAHASAN
 Pengertian Zakat
Pengeluaran/ pembayaran zakat mulai efektif dilakukan sejak setelah hijrah dan terbentunya negara islam di Madinah. Orang-orang yang beriman dianjurkan untuk membayar sejumlah tertentu dari hartanya, dalam bentuk zakat. [5] Secara literal, zakat berarti pemurnian/ pensucian. Pembayaran zakat adalah konstribusi sukarela seorang muslim yang sesuai tingkat kesejahteraannya untuk kepentingan orang miskin dan yang membutuhkan sebagai pembersih dari kemakmurannya. [6]
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan bentuk kata dasar (masdar) dari zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih dan baik. Karenanya, zaka berarti tumbuh dan berkembang bila dikaitkan dengan sesuatu juga bisa berarti orang itu baik bila dikaitkan dengan seseorang.[7]
Makna zakat dalam syarah terkandung dua aspek di  dalamnya, Pertama,sebab dikeluarkan zakat itu karena adanya proses tumbuh berkembang pada harta itu sendiri atau tumbuh kembang pada aspek pahala yang menjadi semakin banyak dan subur disebabkan mengeluarkan zakat. Kedua, pensucian karena zakat adalah pensucian jiwa manusia dari dosa-dosanya.[8]
Zakat adalah ibadah yang memiliki posisi yang sangat penting, strategis dan menentukan, baik dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan ummat. Membayar zakat menduduki satu tempat penting dalam struktur keuangan ekonomi Islam. Dan bahkan merupakan bagian mutlak dari keislaman seseorang.
Hukum menunaikan zakat adalah wajib, karena termasuk dalam rukun islam yang ke- 3, sabda Rasulullah saw., “islam terbangun di atas lima perkara: syahadat (persaksian) bahwa tiada Tuhan selain Allahdan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa dibulan ramadhan, dan melaksanakan ibadah haji ke Baitullah Al- Haram.[9]
Sesuai dengan kesepakatan umat muslim, barang siapa yang mengingkari atau tidak ingin membayar zakat, maka ia kafir, kecuali jika ia baru masuk islam dan hidup di daerah terpencil yang susah untuk mendapatkan ilmu, maka diberikan udzur kepadanya, tetapi orang tersebut tetap harus diajari. Jika ia sudah mengetahui hukumnya dan bersikeras pada pendiriannya, maka dia tergolong kafir dan murtad.
Dalam zakat memiliki prinsip-prinsip yaitu,
 1. Prinsip keyakinan/ keagamaan,  menyatakan bahwa orang yang membayar zakat meyakini bahwa pembayaran tersebut merupakan salah satu manufestasi keyakinan agamanya, sehingga kalau ornag yang bersangkutan belum menunaikan zakatnya, belum merasa sempurna ibadahnya.
2. prinsip pemerataan dan keadilan, cukup jelas menggambarkan tujuan zakat, yaitu membagi lebih adil kekayaan yang telah diberikan Tuhan kepada ummat manusia.
3. prinsip produktivitas dan kematangan, menekankan bahwa zakat memang wajar harus dibayar karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu. Hasil (produksi) tersebut hanya dipungut setelah melampaui jangka waktu 1 tahun yang merupakan ukuran normal memperoleh hasil tertentu.
4, prinsip naral dan kebebasan, menjelaskan bahwa zakat hanya dibayar orang yang bebas dan sehat jasmani dan rohaninya, yang merasa mempunyai tanggung jawab untuk membayar zakat untuk kepentingan bersama. Zakat tidak dipungut dari orang yang sedang dihukum atau menderita sakit jiwa.
5. prinsip etik dan kewajaran, menyatakan bahwa zakat tidak akan diminta secara semena-mena tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkannya. Zakat tidak mungkin dipungut, kalo karena pungutan itu, orang yang membayarnya justru akan menderita. [10]

Fungsi, Tujuan  dan Manfaat Zakat
Dalam bidang ekonomi, zakat mencegah terjadinya penumpukan kekayaan pada segelintir orang saja dan mewajibkan orang kaya untuk mendistribusikan harta kekayaannya pada orang miskin.[11] Dengan zakat, harta yang tersimpan tidak hanya tinggal mengendap dan tidak menghasilkan keuntungan.
Dalam ekonomi Islam, uang harus diinvestasikan pada sektor riil agar bisa menggerakan roda perekonomian dan mendapatkan keuntungan. Konsekuensi dari pengendapan uang dan tidak diproduktifkan ialah pengambilan zakat atas uang tersebut.[12] Dengan begitu,zakat mencegah penumpukan kekayaan yang mengerikan pada tangan segelintir orang dan memungkinkan kekayaan untuk disebarkan.[13] Dengan zakat, terjadi proses transfer konsumsi dan pemilikan sumber-sumber ekonomi. Selain itu, pendistribusian dan pendayagunaan zakat merupakan perluasan kegiatan produktif di tingkat bawah. Skenario ini memberikan kesempatan kepada masyarakat kalangan bawah untuk meningkatkan pendapatan dan selanjutnya bisa menabung dan melakukan pemupukan modal seecara kolektif sebagai salah satu kegiatan sumber ekonomi dan kegiatan produktif.[14]
Yang dimaksud tujuan zakat, adalah sasaran praktisinnya atau sesuatu yang ingin dicapai dari pengaplikasian zakat tersebut, yaitu:
a. mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari  kesulitan hidup serta penderitaan, zakat merupakan dana sosial, dengan adanya zakat ini akan memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan, hal tersebut adalah hal paling dasar dari tujuan zakat. [15]
b. membantu pemecahan permasalah yang dihadapi oleh para mustahiq (penerima zakat). Masalah mustahiq tidaklah jauh dari masalah ekonomi, yaitu kebutuhan hidup dan kurangnya kesejahteraan bagi mereka, dengan zakat ini kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. [16]
c. membentangkan dan membina tali persaudaran sesama muslim dan manusia pada umumnya. Dengan adanaya zakat, tali silaturahmi antara golongan kaya dan golongan miskin bis terwujud, karena rasa empati dan peduli yang ditawarkan orang kaya, akan membangun suka cita orang miskin. [17]
d. menghilangkan sifat kikir dan serakah para pemilik harta. Dengan adanya zakat para pemilik harta akan sadar bahwa terdapat masyarakat yang memiliki keterbatasan harta, yang kurang beruntung dari mereka, para pemilik harta akan lebih  menghargai apa yang mereka miliki dan membentengi diri mereka dengan sifat tawadhu. [18]
e. membersihkan sifat iri dan dengki (kecemburuan sosial) dari hati orang-orang miskin. Sikap peduli yang ditawarkan orang kaya dengan membayar zakat, akan menumbuhkan rasa haru orang miskin, karena menganggap bahwa orang kaya peduli dengan keterbatasan mereka. [19]
f. menjembatangi jurang pemisah antara yang kaya dan miskin dalam satu masyarakat. Sebagaimana penjelasan sebelumnya, sifat tenggang rasa antara si miskin dan si kaya akan terwujud dengan zakat ini. Karena kepedulian dan keikhlasan yang tertanam di hati mereka. Jadi tidak akan ada jurang antara golongan kaya dan miskin. [20]
g. mengembangkanrasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang, terutam pada mereka yang memiliki harta.
h. mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain yang ada padanya.
i. sarana pemerataan pendapatan untuk mencapai keadilan sosial. [21]
Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung manfaat yang demikian besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan orang yang berzakat (muzakki), penerimanya (mustahiq), harta yang dikeluarkan zakatnya, maupun bagi masyarakat keseluruhan. Manfaat tersebut antara lain sebagai berikut:
a. sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT.
b. karena zakat merupakan hak mustahiq, zakat berfungsi untuk menolong, membantu dan membina mereka, terutama fakir miskin, ke arah kehidupan yang lebih baik.
c. zakat sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana.
d. zakat untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab zakat itu bukanlah membersihkan harta yang kotor, tetapi mengeluarkan bagian dari hak orang lain dari harta kita yang kita usahakan dengan baik dan benar.
e. indikator utama ketundukkan seseorang terhadap ajaran Islam.
Adapun Multiplayer effect dari zakat yaitu:
1) Menambah jumlah muzakki dan munfiq atau mushoddiq.
2) Melipatgandakan penguasaan asset dan modal di tangan umat Islam.
3) Membuka lapangan kerja yang luas. [22]
Sesuai dengan Firman Allah swt,. “zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, miskin, orang-orang yang mengurusnya, oang-orang yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, untuk orang-orang yang beruntung, untuk jalan Allah dan orang-orang dalam perjalanan, merupakan suatu ketentuan dari Allah. Allah maha mengetahui dan maha bijaksana”[23]
Berdasarkan ayat diatas, ada 8 golongan asnab, yaitu:
1.  fakir, yaitu seseorang yang tidak memiliki harta, usaha maupun pekerjaan, kalaupun memiliki usaha atau pekerjaan, pengahasilannya tidak mencukupi ½ dari pemenuhan kebutuhannya. Sedang tidak ada orang yang menjamin kebutuhannya.
2. miskin, yaitu seseorang yang memilii harta, usaha ataupun pekerjaan, yang memenuhi lebih seperdua kebutuhannya, tetapi belum cukup.
3. amil, adalah orang yang bertugas sebagai pengurus zakat, baik pengumpulan, pendistribusia, maupun pendayagunaanya. Terdapat golongan asnab zakat tetapi tidak ada pendapatan selain dari zakat tersebut.
4. muallaf, yaitu orang yang baru saja masuk islam, yang membutuhkan bimbingan tentang pengtahuan Islam.
5. hamba atau budak, yaitu orang yang kemerdekaan atas dirinya dimiliki oleh seseorang, namunt telah dijanjikan oleh tuannya untuk dibebaskan.
6. gharim, yaitu orang yang berhutang di jalan Allah.
7. sabilillah, yaitu orang yang berjuang di jalan Allah.
8. ibnu sabil, (musafir) yaitu oramg-orang yang kehabisan bekal di waktu bepergian, dan bukan untuk tujuan maksiat.

Harta Wajib Zakat
Sebelum melangkah pada pembahasan harta wajib zakat, kita harus mengetahui jenis-jenis zakat, yaitu:
1. Zakat Fitrah
Yang dimaksud zakat fitrah adalah 1 Sha’ dari makanan pokok yang dikeluarkan oleh seorang hamba ketika selesai bulan ramadhan. Sebab zakat fitrah adalah untuk menampakkan rasa syukur seorang hamba akan nikmat Allah swt., dengaan berbuka puasa pada bulan ramadhan dan penyempurnaannya. [24]
Zakat fitrah diwajibkan pada tahun kedua hijriah, yaitu pada saat puasa ramadhan diwajibkan untuk mensucikan diri bagi orang yang berpuasa dari ucapan kotor dan perbuatan yang tidak ada gunanya. Zakat fitrah diberikan kepada orang miskin untuk memenuhi kebutuhan mereka dan jangan sampai meminta-minta untuk merayakan hari raya idhul fitri. [25] Zakat fitrah merupakan zakat pribadi yang bertujuan untuk membersihkan pribadi, yang diwajibkan bagi setiap orang bagi kaumm muslimin, baik lelaki maupun wanita, anak kecil maupun orang dewasa, baik yang berpuasa maupun yang tidak berpuasa.
2. Zakat Maal
Zakat maal adalah zakat yang dikeluarkan untuk mensucikan harta, apabila harta itu telah memenuhi syarat-syarat wajib zakat. [26]
Pada zakat maal inilah, ada beberapa klasifikasi harta yang wajib dikeluarkan zaktanya jika sudab mencapai nisab dan jangka waktu tertentu, yaitu:
1. zakat binatang ternak
Terdapat berbagai jenis binatang, namun hanya beberpa saja yang mendapat ketentuan untuk dikeluarkan zakatnya, yang meliputi sapi, unta, kerbau, kembing, domba, ayam itik, burung. Dan dalam pengeluaran zakatnya, ada beberapa syarat yang harus zakat binatang ternak ini, yaitu:
a.       Sampai nisab, yaitu mencapai kuantitas tertentu yang ditetapkan hukum syara’ (julah minimal).
b.      Telah dimilik satu tahun, menghitung masa satu tahun anak-anak ternak berdasarkan masa satu tahun induknya.
c.       Digembalakan, maksudnya adalah sengaja diurus sepanjang tahun dengan maksud untuk memperoleh susu, daging dan perkembangbiakannya.
d.      Tidak untuk dipekerjakan demi kepentingan pemiliknya seperti untuk membaja, mengairi tanaman, alat transportasi, dan sebagainya.
2. zakat emas dan perak
Termasuk dalam kategori emas dan perak, adalah mata uang yang berlaku pada waktu itu pada masing-masing negara. Oleh karena itu segala bentuk penyimpanan uang seperti tabungan, deposito, giro, saham atau surat berharga lainnya, termasuk pada kategori emas dan perak, sehingga penentuan nisan dan besarnya zakat disetarakan dengan emas dan perak.
Demikian juga pada harta kekayaan lainnya,, seperti rumah, villa, kendaraan, tanah dan lain-lain. Yang melebihi keperluan menurut syara’ atau dibeli/ dibangun dengan tujuan menyimpan uang dan sewaktu-waktu dapat diuangkan. Pada emas dan perak atau lainnya yangg berbentuk perhiasan, asal tidak berlebihan, maka tidak diwajibkan zakat atas barang-barang tersebut.
3. zakat harta perniagaan
Harta perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk diperjualbelikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa barang seperti alat-alat, pakaian, makanan, perhiasan, dan lain-lain. Perniagaan tersebut diusahakan secara perorangan atau perserikatan seperti CV, PT, koperasi, dan sebagainnya.
Pengenaan zakat perniagaan memberikan pengaruh yang berbeda dibandingkan dengan pajak penjualan dalam konsep Islam, zakat perniagaan dikenakan bila telah terpenuhi dua hal: nisab dan haul. Bila nisab dan haul telah terpenuhi, maka wajiblah dikeluarkan zakat sebanyak 2,5%.[27]
Objek zakat perniagaan adalah barang yang diperjualbelikan. Dalam ilmu ekonomi Islam, ini berarti yang menjadi objek zakat perniagaan adalah revinewminust cost. Ulama berbeda pendapat mengenai komponen biaya. Sebagian berpendapat biaya tetap boleh diperhitungkan sedangkan bagian lainnya berpendapat bahwa hanya biaya variabel saja yang boleh diperhitungkaan. Dalam ilmu ekonomi pendapat pertama berarti yang menjadi objek zakat adalah ekonomi economic rent, sedangkan pendapat kedua, berarti yang menjadi objek zakat adalah quasi rent atau producer surplus. [28]
Upaya memaksimalkan keuntungan berarti pula memaksimalkan producer surplus, dan sekaligus memaksimalkan  zakat yang harus dibayar. Jadi, dengan adanya pengenaan zakat perniagaan perilaku memaksimalkan profit berjalan sejalan dengan perilaku memaksimalakan zakat. [29]
4. zakat hasil pertanian
Hasil pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis, seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, buah-buahan, tanaman hias, rumput-rumputan, dedaunan, dan lain-lain.
5. zakat ma’din dan kekayaan laut
Ma’din (hasil tambang) adalah benda-benda yang terdapat di dalam perut bumi dan memiliki nilai ekonomis, seperti emas, perak, timah, tembaga, marmer, giok, minyak bumi, batu bara, dan lain-lain. Kekayaan laut adalah segala sesuatu yang dieksploitasi dari laut, seperti mutiara, ambar, marjan, dan lain-lain.
6. Rikaz
Rikaz adalah harta terpendam dari zaman dahulu atau biasa di sebut dengan harta karun. Termasuk di dalamnya harta yang ditemukan dan tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya.
Sealain kewajiban zakat akan hal-hal di atas, terdapat pula zakat profesi, diman zakat ini, dikelurkan ats hasi pendapatan profesi sebagai karyawan atau yang lainnya. Zakat ini dikeluarkan setiap setelah meneriam hasil profesi tersbut dengan nisab sebending dengan 520 kg berasa atau makanan pokok.
Zakat profesi memang tidak dikenal dalam khasanah keilmuan islam, sedangkan hasil profesi yang berupa harta dapat dikategorikan dalam zakat harta (simpana/kekyaan). Dengan demikian, hasil profesi seseorang apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat, maka wajib baginya untuk menunaikan zakat.

 Dampak Zakat terhadap Perekonomian
Zakat merupakan sumber pertama dan terpenting dari penerimaan negara, pada awal pemerintahan Islam. [30]  Zakat merupakan ketentuan yang wajib dalam sistem ekonomi Islam sehingga pelaksanaannya melalui institusi resmi negara yang memiliki ketentuan hukum. Zakat dikumpulkan, dekelola, atau didistribusikan melalui lembaga baitul maal.
Ketentuan yang ditetapkan Allah swt., pada semua aspek kehidupan manusia memiliki dua fungsi utama yang memberikan manfaat bagi individu dan kolektif. Demikian pula halnya dengan sistem zakat dalam ekonomi Islam yang berfungsi sebagai alat ibadah bagi orang yang membayar zakat yang memberikan kemanfaatan individu, dan berfungsi sebagai penggerak ekonomi bagi orang-orang di lingkungan yang menjalankan sistem zakat ini, yang memberikan kemanfaatan kolektif.
Adapun dampak zakat terhadap perkonomian, yaitu:
Zakat mendorong pemilik modal mengelola hartanya
Sebagaimana diketahui bahwa zakat maal, dikenakan pada harta diam yang dimiliki oleh sesorang setelah tanggal haul, harta yang produktif tidak dikenakan zakat, jika seseorang menginvestasikan hartanya, maka dia tidak dikenakan kewajiban zakat maal. Hal ini, dipandang dipandang mendorong produktifitas, karena masyarakat akan selalu mengelolah hartanya agar produktif, dan membuat perputaran uang bertambah di masyarakat. Dan akan meningkatkan perekonomian suatu negara.
Meningktakan etika bisnis
Kewajiban zakat dikenakan pada harta yang diperoleh secara halal. Sebagaimana fungsi zakat sendiri adalah sebagai pembersih harta, namun tidak membersihkan harta yang diperoleh secara bathil. Maka hal ini akan mendorong pelaku usaha agar memperhatikan etika bisnis.
 Pemerataan pendapatan
Pengelolaan zakat yang baik, dan alokasi yang tepat sasaran akan mengakibatkan pemerataan pendapatan. Hal inilah yang dapat memecahkan permasalahan setiap negara, yaitu kemiskinan terutama di Indonesia. Kita mengetahui sumber daya alam di Indonesia melimpah, tetapi kemiskinan tetap saja menjadi penyakit yang diadopsi negara ini. Hal tersebut terjadi karena distribusi sumber daya yang tidak merata, banyak orang yang tidak memiliki akses yang sama terhadap sumber daya tersebut. Dengan adanya zakat, distribusi pendapatan itu akan lebih merata dan tiap orang akan memiliki akses lebih terhadap distribusi pendapatan.
Pengembangan sektor riil
Salah satu cara pendistribusian zakat dapat dilakukan dengan memberikan bantuan modal usahabagi para mustahiq. Pendistribusian zakat dengan cara ini akan memberikan dua efek yaitu meningkatkan penghasilan mustahiq dan juga akan berdampak pada ekonomi makro. Usaha yang dilakukan tersebut merupakan usaha yang meningkatkan sektor riil, mengerakkan pertumbuhan dan aktifitas perekonomian. Hal ini sangat erat kaitannya dengan daya saing kompetitif dan komparatif suatu bangsa. Ukuran produktifitas suatu bangsa dapat dilihat dari kemampuan sektor riilnya dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat.
Sumber dana pembangunan
Banyak kaum dhuafa yang sangat sulit mendapatkan fasilitas kesehatan, pendidikan, maupun sosial ekonomi. lemahnya fasilitas ini akan sangat berpengaruh dalam kehidupan kaum termarjinal.kesehatan dan pendidikan merupakan modal dasar agar SDM yang dimiliki suatu negara berkualitas tinggi. Peran dana zakat sebagai sumber dana pembangunan fasilitas kaum dhuafa akan mendorong pembangunan ekonomi jangka panjang. Dengan peningkatan kesehatan dan pendidikan diharapkan akan memutus siklus kemiskinan antar generasi. 
Alokasi zakat merupakan kewenangan Allah, bukan kewenangan amil atau pemerintah. Amil hanya berfungsi menjalankan manajemen zakat sehingga dapat dicapai pendistribusian yang sesuai ajaran Islam. [31]
Banyak kalangan yang ingin mengintegrasikan antara pajak dan zakat dengan alasan bahwa esensi keduanya adalah pengeluaran harta mereka, atas dua kewajiban tersebut. Kedua kewajiban gtersebut tidak dapat dihindarkan karena kalu kewajiban hanya berlaku terhadap zakat saja dan bebas dari pajak, maka pemasukan terhadap negara tidak akan mencukupi dan tidak akan dapat memenuhi anggaran pendapatan negara yang dipakai untuk membiayai hal-hal yang jauh lebih banyak dari apa yang ditentukan dalam zakat. Dengan demikian, seorang muslim sebagai warga negara akan menghadapi dua kewajiban tersebut.
Atas dasar  hal-hal tersebut di atas ulama menolak anggapan memperhitungkan pajak sebagai memenuhi kewajiban zakat. Yusuf Al-Qardhawi menyimpulkan, tidak bolehnya memperhitungkan pajak sebagai kewajiban zakat adalah karena yang demikian akan menghilangkan lembaga zakat itu sendiri, yang berarti menghilangkan salah satu syiar Islam, Amir Syarifuddin, setelah memperhatikan kelemahan, memperhitungkan pajak sebagai zakat, mengemukakan alternatif pemecahannya, yaitu:
1. dari segi kadar, sesorang yang dikenai kewajiban zakat dalam hal tertentu, haru mengeluarkan zakat menurut kadar tersebut. Seandainya demikian dianggap kurang menurup perhitungan pajak, maka dia harus memenuhi kekurangannya atas nama pajak. Seandainnya zakat berlebih dari perhitungan pajak, maka kadar zakatlah yang diperhitungkan. Terhadap harta kekayaan lain yang tidak terkena kewajiban zakat, tetapi terkena kewajiban pajak, harus dibayar atas nama pajak.
2. dari segi niat zakat. Pada saat menyerahkan kewajiban dalam bentuk zakat dia harus meniatkan zakatnya. Untuk maksud ini akan lebih utama bila petugas yang memungutnya adalah dari amil zakat, atau petugas negara yang menerimanya atas nama zakat dengan tanda terima zakat itu. Adapu kewajibannya atas nama pajak diserahkan sebagai pajak dalam kualitas apapun. Niat ganda dalam hal iniperlu dihindarkan untuk meyakinkan sahnya niat zakat.
3. dari segi penggunaan. Bila seseorang telah menunaikan zakatnya kepada petugas yang ditentukan atas nama zakat, maka kewajibannya telah terpenuhi. Tinggal lagi pihak yang menerima penyeaha amanat tersebut untuk menyampaiknanya kepada sasaran yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaan zakat. Begitu pula dengan penyerahan kewajibannya kepada petugas   atas nama pajak maka selesailah kewajibannya.  [32]
Dari penjelasan diatas, pengintegrasian zakat dan pajak tidaklah mungkin. Karena zakat dan pajak berbeda dan tidak dapat disatukan. Namun tetap membolehkan adanya zakat disamping kewajiban dalam menunaikan zakat. [33]
Secara riil, jika dibandingkan pengaruh zakat dan pajak di bidang produksi, pajak akan memberikan dampak terhadap biaya produksi yang akan mengakibatkan tingginya harga suatu barang, karena pajak dikenakan secara langsung terhadap pendapatan dan bukannya harga barang. Sedangkan zakat berfungsi untuk mengurangi pendapatan. Dengan demikian zakat lebih baik daripada pajak, jika dilihat dari kemampuannya mempertahankan tingkat kesejahteraan masyarakat. [34]

PENUTUP
Zakat merupakan hak atas kewajiban terhadap manusia dari Allah swt, untuk mengeluarkan sebagian hartanya untuk diberikan kepada yang membutuhkan sebagai wujud rasa syukur atas anugrah yang diberikan ole Allah swt. Hukum menunaikan zakat adlah wajib, dan kewajiban tersebut termaktub pada beberapa ayat dalam Al-Qur’an, juga dalam sabda Rasulullah saw.
Zakat merupakan penyaluran bantuan yang bergerak dalam bidang sosial, yang tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan bagi kaum dhuafa. Dengan adanya zakat ini, memberikan dampak positif, baik dari segi sosial, moral maupun ekonomi.
Selain berkah yang diharapkan atas keikhlasan seseorang dalam menunaikan kewajiban zakatnya, juga mendorong sikap tenggang rasa antara sesama, peduli dan empati. Yang kemudian mendorong terjalinnya silaturahmi dan tidak akan ada jurang pemisah di setiap lapisan masyarakan, dan mewujudkan perdamaian di antara manusia.
Dalam zakat ada dua jenis yaitu zakat fitrah dan zakat maal, pada zakat maal inilah yang sangat membantu dalam perkembangan perekonomian. Pada zakat maal ada beberapa harta yang wajib dikeluarkan zakatnya, yaitu zakat binatang ternak, zakat emas dan perak, zakat harta perniagaan, zakat hasil pertanian, zakat ma’din dan kekayaan laut, rikaz, dan tak kalah pentingnya yaitu zakat profesi.
Dalam pendistribusian zakat, ada delapan golongan asnab sebagai penerima zakat (mustahiq), yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharimin, ibnu sabil, dan fii sabilillah.
Eksistensi zakat sebagai salah satu istrumen negara dalam pemberatasan kemiskinan sangat dirasakan manfaanya, terutama dampaknya terhadap perekonomian. Dengan zakat, mampu mendorong pemilik modal mengelola hartanya, kemudian meningktakan etika bisnis, juga pengembangan sektor riil, sebagai sumber dana pembangunan serta sebagai pemerataan pendapatan.
Hanya saja pada dewasa ini, kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam membayar zakat masih kurang, dan juga pada saat pembayaran zakat masih terjadi sentralisasi pada golongan tertentu. Hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman masyarakat tentang pendistribusian zakat. maka tantangan besar kita, adalah untuk menghimbau dan mensosialisasikan peranan penting akan kewajiban kita membayar zakat dan pengetahuan tentang pendistribusian zakat agar optimal..

 REFERENSI
A. A. Islahi, Konsepsi  Ekonomi Ibnu Taimiyah, Surabaya, PT Bina Ilmu, 1997.
Djuanda, Gustian, dkk, Pelaporan  Zakat Pengurangan Pajak Penghasilan,  jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Hasan, Ali, Zakat dan Infaq, Jakarta:Kencana,2015.
Karim Adiwarman A, Ekonomi Mikro Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2012
Muhammad Abdul Mannan, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek, ter. Potan Arif Harapan, Jakarta: Intermasa, 1992.
Nuruddin Mhd. Ali, Zakat sebagai Instrumen dalam Kebijakan Fiskal, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.
Nurul Huda, dkk., Zakat Prespektif Mikro- Makro: Pendekatan Riset, Jakarta: Pranamedia Group, 2015.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam , Jakarta: Rajawali Pers, 2011.
Rivai, Veitshal, dkk, Dasar-Dasar Keuangan Islam, Yogyakarta: BPFE, 2012.
Shaleh, Muhammad, Fatwa-Fatwa Zakat ,  Jakarta:Darus Sunnah, 2008.
www.BPS.go.id.




[1] Djuanda, Gustian, dkk, Pelaporan Zakat Pengurangan Pajak Penghasilan,  ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h.1.
[2] QS. Al-Dzariyaat ( 51) : 19
[3] Rozalinda, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek ( Jakarta:Intermasa,1992) , h. 248.
[4] www.BPS.go.id, Diakses pada Tanggal 15 Oktober 2016.
[5]Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam ,  ( Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 511.
[6] Rivai, Veitshal, dkk, Dasar-Dasar Keuangan Islam,  ( Yogyakarta: BPFE, 2012), h.59.
[7] Nuruddin Mhd. Ali, Zakat sebagai Instrumen Kebijakan Fiskal (Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2006), h.6.
[8] Nurul Huda,dkk, Zakat Prespektif Mikro-Makro: Pendeekatan Riset ( Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h. 2.
[9] HR. Al. Bukhari, Kitab Al-Imam.
[10] Djuanda, Gustian, dkk, Pelaporan Zakat.., h.15.
[11] Rozalinda, Ekonomi..., h.249.
[12] A.A. Islahi,  Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah ( Surabaya: PT Bina Ilmu, 1997), h. 274.
[13] Muhammad Abdul Mannan, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek, ter. Potan Arif Harapan  ( Jakarta: Intermasa, 1992), h. 256.
[14] Nuruddin Mhd. Ali, Zakat..., h. 153.
[15] Djuanda, Gustian, dkk, Pelaporan Zakat..,  h.15.
[16] Ibid.
[17] Ibid, h.16.
[18] Ibid.
[19] Ibid.
[20] Ibid.
[21] Ibid.
[22] Ibid, h.17.
[23] QS. At-Taubah:60.
[24] Shaleh, Muhammad, Fatwa-Fatwa Zakat , ( Jakarta:Darus Sunnah, 2008), h. 150.
[25] Hasan, Ali, Zakat dan Infaq,  ( Jakarta:Kencana,2015), h. 106.
[26] Djuanda, Gustian, dkk, Pelaporan Zakat.., h.18.
[27] Karim Adiwarman A, Ekonomi Mikro Islam (Jakarta;Rajawali Pers, 2012), h. 134.
[28] Ibid
[29] Ibid.
[30]Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam.., h. 512.
[31]Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam.., h. 516.
[32] Ibid.
[33]Ibid., h. 502.
[34]Ibid.., h. 519.

1 komentar: