Rabu, 25 Januari 2017

DINAMIKA PENGEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA


“ DINAMIKA PENGEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH
DI INDONESIA”
Misnawati
Jurusan Syariah, Prodi Ekonomi Syariah STAIN Watampone
Abstrak
Tulisan ini mencoba mereview bagaimana perjalanan dan perkembangan bank syariah di Indonesia. Pengembangan perbankan syariah dilakukan dalam rangka pengembangan sistem alternatif yang memiliki karakteristik dan keunggulan tertentu dibandingkan dengan sistem perbankan konvensional. Peranan dalam perbankan syariah bagaimana memurnikan operasional perbankan syariah sehingga dapat lebih meningkatkan kepercayaan masyarakat menigkatkan kesadaran umat islam sehingga dapat menperluas segmen dan pangsa pasar perbankan syariah serta menjalin kerjasama dengan para ulama karena bagaimanapun peran ulama, khususnya di Indonesia, sangat dominan bagi kehidupan umat islam. Akan tetapi, dalam perbankan syariah terdapat tantangan yang harus dihadapi dalam proses pengembangan suatu bank. Namun terdapat tahapan atau sasaran dalam mengembangkan perbankan syariah maka diperlukan suatu Cetak Biru pengembangan yang memberikan arahan yang ingin dicapai serta tahapan-tahapan untuk mewujudkan sasaran pengembangan sehingga tercipta  sistem perbankan syariah yang ingin diwujudkan oleh Bank Indonesia adalah perbankan syariah yang modern, yang bersifat universal, terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Sebuah sistem perbankan yang menghadirkan bentuk-bentuk aplikatif dari konsep ekonomi syariah yang dirumuskan secara bijaksana, dalam konteks kekinian permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia, dan dengan tetap memperhatikan kondisi sosio-kultural di dalam mana bangsa ini menuliskan perjalanan sejarahnya.
Kata Kunci : Sejarah, peranan, peluang dan tantangan, tahapan

PENDAHULUAN
Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah dan unit usaha syariah, mencakup kelembagan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usaha. Bank syariah berfungsi menghimpundana dana dari masyarakat dalam bentuk titipan dan dana investasi dari pihak pemilik dana. Fungsi lainnya ialah menyalurkan dana kepada pihak lainyang membutuhkan dana dalam bentuk jual belimaupun kerjasama usaha.[1]
Perkembangan Islamic banking di Indonesia pada mulanya merupakan keinginan masyarakat Indonesia yang notabene Muslim terbanyak di dunia untuk memiliki wadah/ bank alternative untuk melakukan transaksi dengan system syariah. Hal ini didukung dengan keyakinan religious masyarakat bahwa Islamic banking system yang mengadopsi PLS model akan dapat menguntungkan semua pihak, yaitu bank dan nasabah.[2]
Perbankan syariah semakin berkembang setelah dikeluarkannya UU No. 7Tahun 1992 tentang perbankan syariah yang secara eksplisit memperbolehkan bank menjalankan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil. Perinsip  bagi hasil berdasarkan syariat yang digunakan oleh bank berdasarkan prisip bagi hasil.
Eksistensi perbankan syariah, jelas memiliki arti penting bagi pembangunan ekonomi berwawasan syariah terutama dalam memberikan solusi bagi pemberdayaan usaha kecil dan menengah serta menjadi inti kekuatan ekonomi yang berbasis kerakyatan dan sekaligus menjadi penyangga utama sistem perekonomian nasional. Hal ini menunjukkan peranan bank syariah sangat berarti bagi masyarakat karena ia merupakan suatu lembaga intermediasi yang mampu memecahkan permasalahan fundamental yang dihadapi oleh pengusaha kecil dan menengah khususnya di bidang permodalan. Bank syariah tidak hanya befungsi dalam penyaluran modal tetapi juga berfungsi untuk menangani kegiatan sosial.[3]
 Sistem perbankan syariah yang ingin diwujudkan oleh Bank Indonesia adalah perbankan syariah yang modern, yang bersifat universal, terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Sebuah sistem perbankan yang menghadirkan bentuk-bentuk aplikatif dari konsep ekonomi syariah yang dirumuskan secara bijaksana, dalam konteks kekinian permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia, dan dengan tetap memperhatikan kondisi sosio-kultural di dalam mana bangsa ini menuliskan perjalanan sejarahnya. Hanya dengan cara demikian, maka upaya pengembangan sistem perbankan syariah akan senantiasa dilihat dan diterima oleh segenap masyarakat Indonesia sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan negeri.[4]











PEMBAHASAN
Sejarah pengembangan perbankan syariah
Badan krisis yng menghantam indonesia tahun 1998, telah memporak-porandakkan  kehidupan perekonomian  indonesia. Tidak terkecuali di negara-negara asia tenggara juga tidakluput dari krisis ekonomi dan moneter. Memburuknya perekonomian diindonesia  akibat kebijakan suku bunga tinggi dan defresiasi nilai tukar mata  uang rupiah ternyata justru akan membawah akibat yang sangat  buruk pada dunia perbankan.
Dalam mengatasi krisis perbankan, maka otoritas moneter pada bulan november 1997 terpaksa harus melikuidasi  16 Bank Umum Swasta Nasional (BUSN). Yang  berakibat semakin merosotnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional dan lebih lanjut akan mengakibatkan terjadinya rush.
Adanya krisis perbankan tersebut menyebabkan terjadinya pertumbuhan ekonomi negatif, kondisi ekonomi yang semakin menurung , dan semakin meningkatnya jumlah pengangguran. Masalah yang mengikuti krisis perbankan tersebut antara lain: 1). Kasus rekapitilasi perbankan, 2). Masalah bantuan likuiditas bank indonesia, 3). Masalah kredit macet.[5]
Sementara disisi lain kalangan usaha kecil dan menengah ternyata lebih mampu bertahan menghadapi krisis. Hal ini disebabkan karena mereka lebih banyak disektor rill. Sehingga mereka mempunyai tingkat ketergantungan kepada perbankan yang rendah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebijakan ekonomi yang lebih mengarah kekapitalisterbukti tidak dapat mewujudkan tujuan nasional sebagaimana dimaksud merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketentuan ekonomi islam ini dapatkita jumpai dalam ketentuan Al-Qur’an, Hadits, Ijmak, dan Qiyas. Dalam kehidupan bernegara pelaksanaan kegiatan ekonomi juga harus senantiasa berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang ada.
Dengan demikian selama krisis ekonomi terjadi bank syariah ternyata masih dapat menunjukkan kinerja yang relatif lebih baik dibanding dengan lembaga perbankan konvensional. Perbankan syariah semakin berkembang setelah dikeluarkannya UU No. 7Tahun 1992 tentang perbankan syariah yang secara eksplisit memperbolehkan bank menjalankan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil. Perinsip  bagi hasil berdasarkan syariat yang digunakan oleh bank berdasarkan prisip bagi hasil. Pengertian bagi hasil dalam penyediaan dana kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini termasuk pula dalam kegiatan jual beli.[6] Pembagian in i dapat terjadi antara bank dengan penyimpanan dana, maupun antara bank dengan nasabah penerimaan dana. Bentuk produk yangberdasarkan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarkah. Lebih jauh prinsip mudharabah dapat dipergunakan sebagi dasar baik untuk produk pendanaan maupun pembiayaan, sedangkan musyarakah lebih banyak untuk pembiayaan.[7]
Perkembangan yang segnifikan dibidang perbankan syariah di Indonesia terjadi pada tahun 2008, yakni dengan diundangkannya UU No.21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah. Diundangkannya  UU ini juga dilatarbelakangi adanya kebutuhan masyarakat indonesia akan kebutuhan jasa-jasa perbankan syariah yang semakin meningkat, disamping adanya kekhususan perbankan syariah dibandingkan perbankan konvensional. Pengaturan mengenai perbankan syariah didalam UU No.7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 belum spesifik sehingga perlu diatur secara khusus dalam suatu UU tersendiri.[8]

Sistem perbankan di indonesia
Untuk mengetahui bagaimana kedudukan bank syariah dalam sistem perbankan nasiaonal, perlu terlebih dahulu dipahami  bagaimana sistem perbankan yang berlaku saat ini di indonesia. Untuk memahami sistem perbankan tersebut, ada baiknya terlebih dahulu dikemukakan pengertian dari sistem perbankan itu sendiri. Menurut Mirzon( 1998, hlm.23) sistem perbankan itu adalah”suatu tatanan yang didalam nya terdapat berbagai jenis bank yang terkait satu sama lain dan merupakan suatu kesatuan dengan megikuti suatu aturan tertentu.” Sedangkan dalam redaksi lain, menurut Hermansyah (2006, hlm. 18) sistem perbankan adalah “suatu sistem yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses melaksanakan kegiatan usaha secara keseluruhan.” Dari kedua definisi tersebut dapat dipahami bahwa sistem perbankan itu merupakan suatu tatanan yang didalamnya terdapat unsur mengenai bank, baik menyangkut kelembagaannya, kegiatan usahanya serta cara dalam melaksanakan kegiatan usahanya dalam mengikuti suatu aturan tertentu.[9]
Peranan perbankan syariah
Akhir-akhir ini kita bisa lihat pada dunia perbankan dinegara kita, perbankan yang berlandaskan syariah muncul sebagai dinamika perkembangan bank konvensional. Di negara kita hadir sebagai gebrakan awal, yaitu bank muamalat indonesia bank yang berlandaskan syariah. Memang dinegara kita landasan hukum bank syariah masih lemah tentang landasan hukumnya. UU No. 7 1992 akhirnya tergerus akan kemajuan bank syariah yang semakin pesat. Oleh karena itu, pemerintah merevisinya sehingga menjadi UU No.10 Tahun 1998. Dalam UU tersebut tertulis kedudukan bank syariah secara hukum mulai menjadi kuat.   
Pertimbangan perubahan Undang-undang tersebut untuk mengantisipasi tantangan sistem keuangan yang semakin maju dan kompleks dan mempersiapkan infrastruktur memasuki era globalisasi. Jadi adopsi perbankan syariah dalam sistem perbankan nasional bukanlah semata-mata mengakomodasi kepentingan penduduk indonesia yang kebetulan sebagian besar muslim, namun lebih kepada adanya faktor atau keunggulan atau manfaat lebih kepada perbankan syariah dalam menjembatangi perekonomian.[10]
Dalam sistem perbankan konvensional, bank selain berperan sebagai jembatan antara pemilik dana dan dinia usaha, juga masih menjadi penyekat antara keduanya karena tidak adanya teransferibility risk dan return.  Pada perbankan syariah, bank menjadi manajer investasi, wakil, atau pemegang amanat dari pemilik dana atau investasi  di sektor rill. Skema produk perbankan syariah merujuk kepada dua kategori  kegiatan ekonomi yakni priduk dan distribusi.
Beberapa kegiatan investasi yang dapat dikembangkan dalam prbankan syariah  adalah menumbuhkan kegiatan produksi massal berskala kecil dan menegah, khususnya disektor agro industri malui skema pembiayaan lunak seperti kemitraan (mudharabah dan musyarakah). Adanya bakn syariah diharapkan dapat : a) mendukung  strategi pengembangan ekonomi ragional; b) membatasi segmen pasar yang belum terjangkau atau tidak berminat dengan bank konvensional; c) menfasilitasi distribusi utilitas barang modal untuk kegiatan produksi melalui skema sewa menyewa (ijarah).
Sementara itu, dalam kegiatan komersial, perbankan syariah dapat mengambil posisi dalam kegiatan: a). Mendukung pengadaan faktor-faktor produki; b). Mendukung pengadaan antardaerah dan ekspor; c). Mendukung hasil-hasil produk kepada masyarakat.
Peranan perbankan syariah dalam perekonomian realatif masih sangat kecil dengan pelaku tunggal. Ada beberapa kendala perbankan syariah, yaitu sebagai berikut.
1.    Peraturan perbankan yang berlaku belum sepenuhnya mengakomodasi  operasional bank syariah.
2.    Pemahaman masyarakat belum tepat terhadap kegiatan operasional bank syariah.
3.    Sosialisasi belum dilakukan secara optimal
4.    Jaringan kantor bank syariah masih terbatas
5.    Sumber daya manusia yang memiliki keahlian mengenai bank syariah masih terbatas.
6.    Persaingan produk perbankan konvensional sangat ketat dan sehingga mempersulit bank syariah dalam memperluas segmen pasar.
Strategi pengembangan perbankan syariah diarahkan untuk meningkatkan kompetensi usaha yang sejajar dengan sistem perbankan konvensional dan dilakukan secara komperhensif dengan mengacu pada anlisis kekuatan dan kelemahan perbankan syariah. Upaya pemerintah untuk merealisasikan hak tersebut ditempuh melalui empat langkah utama, yaitu :1. penyempurnaan kekuatan; 2. Pengembangan jaringan bank syariah; 3. Pengembangan pirinti moneter; 4. Pelaksanaan sosialisasi perbankan syariah.
Peranan bank syariah dalam perekonomian masih relatif kecil karena adanya beberapa kendala. Oleh karena itu, semua pihak perlu senantiasa mendukung terhadap perkembangan bank syariah.[11]
Berbicara tentang peranan sesuatu, tidak dapat dipisahkan dengan fungsi dan kedudukan sesuatu itu. Diantara peranan bank syariah, adalah (1). Memurnikan operasional perbankan syariah sehingga dapat lebih meningkatkan kepercayaan masyarakat; (2). Menigkatkan kesadaran syariat umat islam sehingga dapat menperluas segmen dan pangsa pasar perbankan syariah; (3). Menjalin kerjasama dengan para ulama karena bagaimanapun peran ulama, khususnya di Indonesia, sangat dominan bagi kehidupan umat islam.[12]
Adapun secara khusus peranan bank syariah dapat terwujud dalam aspek-aspek berikut :
1.      Menjadi perkat nasionalisme baru, artinya bank syariah dapat menjadi fasilitator aktif bagi terbentuknya jaringan ekonomi usaha kerakyatan.
2.      Memberdayakan ekonomi umat dan beroperasi secara transpara.
3.      Memberikan return yang lebih baik.
4.      Mendorong penurunan spekulasi di pasar keuangan.
5.      Mendorong pemerataan pendapatan.
6.      Peningkatan efisiensi mobilitas dana.
7.      Uswatun hasana impelementasi moral dalam penyelenggaraan usaha bank.[13]

Peluang dan Tantangan Pengembangan Perbankan Syariah 
Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar, sudah selayaknya Indonesia menjadi pelopor dan kiblat pengembangan keuangan syariah di dunia. Hal ini bukan merupakan „impian yang mustahil‟ karena potensi Indonesia untuk menjadi global player keuangan syariah sangat besar, diantaranya: (i) jumlah penduduk muslim yang besar menjadi potensi nasabah industri keuangan syariah; (ii) prospek ekonomi yang cerah, tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi (kisaran 6,0%-6,5%) yang ditopang oleh fundamental ekonomi yang solid; (iii) peningkatan sovereign credit rating Indonesia menjadi investment grade yang akan meningkatkan minat investor untuk berinvestasi di sektor keuangan domestik, termasuk industri keuangan syariah; dan (iv) memiliki sumber daya alam yang melimpah yang dapat dijadikan sebagai underlying transaksi industri keuangan syariah.
Selain itu, keunggulan struktur pengembangan keuangan syariah di Indonesia lainnya adalah regulatory regime yang dinilai lebih baik dibanding dengan negara lain. Di Indonesia kewenangan mengeluarkan fatwa keuangan syariah bersifat terpusat oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang merupakan institusi yang independen. Sementara di negara lain, fatwa dapat dikeluarkan oleh perorangan ulama sehingga peluang terjadinya perbedaan sangat besar. Potensi lainnya dari sisi regulasi terutama setelah lahirnya UU No 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Dengan pengesahan ini, industri perbankan syariah di Indonesia diharapkan dapat berkembang lebih pesat dan memberikan manfaat lebih besar. Kepastian hukum dan jaminan keamanan juga akan lebih nyata bagi para investor dan para pelaku usaha perbankan syariah. Tentunya ini adalah peluang yang sangat besar bagi perkembangan bank syariah di Indonesia.  Hal-hal yang membuka peluang besar pangsa perbankan syariah sesuai UU tersebut adalah:
 1. Bank Umum Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat tidak dapat dikonversi menjadi Bank Konvensional, sementara Bank Konvensional dapat dikonversi menjadi Bank Syariah (Pasal 5 ayat 7);
 2. Penggabungan (merger) atau peleburan (akuisisi) antara Bank Syariah dengan Bank nonSyariah wajib menjadi Bank Syariah (Pasal 17 ayat 2);
3. Bank Umum Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah (UUS) harus melakukan pemisahan (spin off) apabila UUS mencapai asset paling sedikit 50% dari total nilai asset bank induknya; atau 15 tahun sejak berlakunya UU Perbankan Syariah (Pasal 68 ayat 1)
 4. Dimungkinkannya warga negara asing dan/atau badan hukum asing yang tergabung secara kemitraan dalam badan hukum Indonesia untuk mendirikan dan/atau memiliki Bank Umum Syariah (Pasal 9 ayat 1 butir b). Pemilikan pihak asing tersebut dapat secara langsung maupun tidak langsung melalui pembelian saham di bursa efek Pasal 14 ayat (1).
 5. UU Perbankan Syariah juga memberikan peluang akivitas usaha bank syariah yang lebih banyak dan beragam dibandingkan bank konvensional. Terdapat usaha-usaha yang bias dilakukan oleh sebuah bank umum syariah dan tidak dapat dilakukan oleh bank konvensional ( Pasal 19 s.d 21). Dengan demikian, perbankan syariah dapat menawarkan jasa-jasa lebih dari yang ditawarkan oleh investment banking, karena jasa-jasa bank syariah merupakan suatu kombinasi yang dapat diberikan oleh commercial bank, finance company, dan merchant bank.
6. Kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh sebuah Bank Umum Syariah (BUS) lebih luas dibandingkan dengan Unit Usaha Syariah (UUS) dari sebuah bank konvensional.
7. Selain usaha komersial, bank syariah dapat pula menjalankan fungsi sosial dalam bentuk: lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi penelola zakat (Pasal 4 ayat 2); dan menghimpun dana sosial dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada lembaga pengelola wakaf (nazhir) sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif) (Pasal 4 ayat 3).
UU Perbankan Syariah di samping memberikan peluang usaha yang lebih beragam bagi bank syariah dan kemungkinan untuk percepatan pertumbuhan perbankan syariah ke depan, juga memiliki tantangan persaingan yang lebih tajam. Tantangan tersebuat antara lain:
1.      Bagi pelaku bank syariah nasional dengan lahirnya UU Perbankan Syariah adalah adanya pembebasan pemilikan bank umum syariah oleh badan hukum Indonesia dengan warga negara asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan secara langsung (Pasal 9) maupun melalui bursa efek merupakan tantangan yang sangat besar bagi warganegara dan badan hukum Indonesia dalam kepemilikan bank syariah ke depan;
2.      Ketentuan tentang pembebasan penggunaan tenaga kerja asing (Pasal 33 ayat (1) dapat merupakan tantangan besar bagi warganegara Indonesia sebagai pengelola dan atau pekerja di perbankan Syariah;
3.      Tantangan lainnya adalah prinsip syariah yang menjadi dasar produk/jasa perbankan syariah dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia oleh Komite Perbankan Syariah berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (Pasal 26). Hal ini mebatasi produk/jasa yang dapat dilakukan perbankan syariah di Indonesia. Suatu produk/jasa perbankan syariah yang dapat dilakukan perbankan syariah di dunia internasional bisa saja tidak dapat dilakukan di Indonesia;
4.      Ketentuan tentang calon pemegang saham pengendali (memiliki saham lebih dari 25% atau kurang dari 25% tetapi dapat dibuktikan telah melakukan pengendalian perusahaan secara langsung ataupun tidak langsung) wajib lulus uji kemampuan dan kepatutan dari Bank Indonesia (Pasal 27), juga merupakan sebuah tantangan karena hal ini akan membatasi para pemodal untuk memiliki bank Syariah;
5.      Penyelesaian sengketa perbankan syariah dapat dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama atau jalur lain sepanjang telah diperjanjikan dalam akad (Pasal 55) merupakan tantangan bagi bank syariah untuk memilih jalur yang tepat dalam setiap akad perjanjian untuk menyelesaikan sengketa di kemudian hari, mana yang bisa diserahkan kepada Peradilan Agama dan mana yang diserahkan kepada lembaga lain.
Tantangan lain bagi industri perbankan syariah yang mungkin dihadapi pasca regulasi baru ini adalah tantangan orientasi dan keberpihakan lembaga, etika (syariah) atau bisnis, akan selalu muncul di depan. Penyatuan persepsi, oleh karenanya, masih menjadi gangguan dan tantangan perkembangannya. Tantangan kemajuan zaman terkait dengan kejahatan teknologi, dan kejahatan yang menggunakan bank sebagai alat dan sarana persembunyian dan keamanan, serta tantangan berupa maraknya jenis-jenis dan instrumen transaksi sebagai akibat dari mengglobalnya prinsip perbankan syariah. Tantangan lain bersifat teknis operasional yang meliputi; belum adanya standar mutu bagi lembaga pendidikan pelatihan, pengajar dan lulusan, diversifikasi dan luasnya range kualifikasi sumber daya manusia dengan bank syariah, perlu ada investor di bidang pendidikan perbankan atau keuangan syariah, dan sosialisasi terhadap masyarakat akan pilihan alternatif program pendidikan atau karir di bidang perbankan syariah. Selain itu, cakupan pasar perbankan syariah saat ini masih terbatas., Sampai akhir tahun 2012, pelayanan perbankan syariah hanya tersedia 13% jumlah kantor dari seluruh kantor bank umum yang ada di Indonesia.
 Keterbatasan cakupan operasional pada gilirannya akan menjadi kendala yang cukup signifikan bagi para pengguna jasa perbankan syariah dan mengurangi nilai kenyamanan penggunaan jasa perbankan. Tantangan yang telah teridentifikasi di atas berguna untuk meningkatkan pelayanan bank syariah yakni dengan menciptanya iklim yang kondusif untuk masuknya para pemain baru, terutama bank-bank konvensional yang sudah memiliki jaringan operasional yang luas atau mendorong aliansi strategis antara bank syariah dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya guna mencapai skala ekonomis operasional. Selanjutnya, dengan penyederhanaan proses administrasi bagi masuknya para pemain baru dapat dilakukan dengan tidak mengurangi prinsip kehati-hatian dalam kegiatan operasional perbankan. Tersedianya informasi pasar/permintaan jasa perbankan syariah dan tersedianya sumber daya insani yang kompeten dan profesional dalam jumlah yang mencukupi oleh industri perbankan syariah.[14]
Tahapan dan sasaran dalam pengembangan perbankan syariah
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia merupakan suatu perwujudan dari permintaan masyarakat yang membutuhkan suatu sistem perbankan alternatif yang selain menyediakan jasa perbankan/keuangan yang sehat, juga memenuhi pinsip-prinsip syariah. Perkembangan sistem keuangan syariah sebenarnya telah dimulai sebelum pemerintah secara formal meletakkan dasar-dasar hukum operasionalnya. Dengan demikian, legalisasi kegiatan perbankan syariah melalui UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dalam UU No.10 Tahun 1998 serta UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia maka diperlukan suatu Cetak Biru pengembangan yang memberikan arahan yang ingin dicapai serta tahapan-tahapan untuk mewujudkan sasaran pengembangan jangka panjang. Berkaitan dengan hal itu, maka Biro Perbankan Syariah - Bank Indonesia sejak tahun 2001 telah melakukan kajian dan menyusun Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Nasional untuk periode 2002-2011 (Cetak Biru) yang didalamnya termasuk pula inisiatif-inisiatif terencana dengan tahapan yang jelas untuk mencapai sasaran pengembangan yang ditetapkan. Ini merupakan jawaban atas permintaan yang nyata dari masyarakat.
Dalam rangka mewujudkan sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien untuk mencapai stabilitas sistem keuangan dan mendorong pembangunan ekonomi nasional, Bank Indonesia menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dengan tujuan:
a.       Terciptanya struktur perbankan yang sehat, yang mampu mendorong pembangunan nasional secara berkesinambungan;
b.       Terbentukny industri perbankan yang memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko;
c.       Terciptanya good corporate governance;
d.       Terbentuknya sistem pengaturan dan pengawasan perbankan yang efektif dan efisien;
e.       Terwujudnya infrastruktur yang lengkap dan dapat mendukung efisiensi operasional sistem perbankan;
f.        Terwujudnya pemberdayaan dan perlindungan konsumen pengguna jasa perbankan.
Pada dasarnya konsep pengembangan perbankan syariah memiliki tujuan yang sama dengan tujuan penyusunan API dengan dilengkapi nilai-nilai syariah. Cetak Biru pengembangan perbankan syariah akan lebih menjelaskan. Adapun target pencapaian pengembangan sistem perbankan syariah nasional adalah:
a.       Memiliki daya saing yang tinggi dengan tetap berpegang pada nilai-nilai syariah;
b.       Memiliki peran signifikan dalam sistem perekonomian nasional serta perbaikan kesejahteraan rakyat;
c.       Memiliki kemampuan untuk bersaing secara global dengan pemenuhan standar operasional keuangan internasional. [15]
Kebijakan pengembangan perbankan syariah diterapkan dengan berpedoman pada strategi pengembangan jangka panjang perbankan syariah. Adapun strategi pengembangan yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1.       Kepatuhan pada prinsip-prinsip syariah
2.       Implementasi aturan frudensial
3.       Efesiensi operasional dan daya saing
4.       Stabilitas sistemastik dan penciptaan maslahat prekonomian
5.       Pengembangan SDI
6.       Inisiatif strategis untukmmengoptimalkan fungsi sosial bank syariah[16]
Banyak hal yang masih perlu dilakukan dalam rangka mewujudkan sistem perbankan syariah yang sehat, konsisten menjalankan prinsip syariah dan berkontribusi secara nyata bagi kemaslahatan seluruh masyarakat dan perekonomian secara umum. Keberhasilan untuk mewujudkan hal tersebut memerlukan dukungan dan partisipasi dari seluruh stakeholder perbankan syariah.
Dalam upaya pengembangan perbankan syariah diperlukan pengembangan infrastruktur berupa peraturan perundang-undangan yang mengadopsi prinsip-prinsip syariah, instrumen pasanr keuangan syariah nasional, dasn lembaga penelitian dan pengembangan perbankan syariah yang juga berfungsi sebagai pusat informasi dan penelitian.[17]













DAFTAR PUSTAKA
Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah Di Indonesia, ( Yogyakarta: Gaja Mada University Press, 2009) h. 2-3
Aam Slamet Rusydiana, Jurnal Bisnis dan Manajemen Vol. 6, No. 2, Oktober 2016

Amir Machmud, Rukmana, Bank Syariah Teori, Kebijakan, dan Study Empiris di Indonesia (Jakarta: Erlangga,2010) h. 6
Ali Syukron, Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam Vol. 3, No. 2 2013
Cik Basir, Penyelesaian Sengketa Prerbankan Syariah,( Jakarta: Kencana, 2012) h. 40
Dwi Suwiknyo, Jasa-Jasa Perbankan Syariah, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar ; 2010) h. 7
Gustina, Jurnal Akuntansi dan  Manajemen Vol.  6 No.1 Juni 2011
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta:  Kencana,2013) h. 32
Muhammad ,Manajemen Dana Bank Syariah, ( Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2014) h. 7
Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah Lingkup,Peluang, peluang dan Prospek, ( Jakarta: Alvabet, 2000) h. 40






[1] Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta:  Kencana,2013) h. 32
[2] Gustina, Islamic Banking System: Studi Analisis Perkembangan Perbankan Syariah Di Indonesia, Jurnal Akuntansi dan  Manajemen Vol.  6 No.1 Juni 2011
[3] Aam Slamet Rusydiana, Jurnal Bisnis dan Manajemen ,Vol. 6, No. 2, Oktober 2016
[5] Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah Di Indonesia, ( Yogyakarta: Gaja Mada University Press, 2009) h. 2-3
[6] Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah Di Indonesia, h. 4-5
[7] Dwi Suwiknyo, Jasa-Jasa Perbankan Syariah, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar ; 2010) h. 7
[8] Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah Di Indonesia, h. 7
[9] Cik Basir, Penyelesaian Sengketa Prerbankan Syariah,( Jakarta: Kencana, 2012) h. 40
[10] Amir Machmud, Rukmana, Bank Syariah Teori, Kebijakan, dan Study Empiris di Indonesia (Jakarta: Erlangga,2010) h. 6
[11] Amir Machmud, Rukmana, Bank Syariah Teori, Kebijakan, dan Study Empiris di Indonesia, h. 6-8
[12] Muhammad ,Manajemen Dana Bank Syariah, ( Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2014) h. 7
[13]Muhammad ,Manajemen Dana Bank Syariah, h. 9
[14] Ali Syukron, Dinamika Perkembangan Perbankan Syariah Di Indonesia, : Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol. 3, No. 2 2013
[16] Amir Machmud, Rukmana, Bank Syariah Teori, Kebijakan, dan Study Empiris di Indonesia, h.60-61
[17] Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah Lingkup,Peluang, peluang dan Prospek, ( Jakarta: Alvabet, 2000) h. 40

Tidak ada komentar:

Posting Komentar