PERKEMBANGAN
LEMBAGA – LEMBAGA KEUANGAN
ISLAM DI
INDONESIA
Wirdawanti. J
Jurusan
Syariah, Prodi Ekonomi Syariah STAIN Watampone
ABSTRAK
Penulisan
ini berisi tentang kajian lembaga keuangan Islam di Indonesia. Lembaga keuangan
islam merupakan kekuatan ekonomi di negara ini. Ia mampu menjadi sistem yang
bisa menyejahterakan umatnya. Lembaga keuangan islam menerapkan prinsip-prinsip
akad dalam fiqih muamalat yang pada intinya adalah menghindari unsur riba,
maisir, gharar, dan akad yang bathil. Keberadaan lembaga keuangan islam di indonesia yang mengandung
keislaman ini menjadi kekuatan dalam membangkitkan perekonomian negeri ini. Sistem
lembaga keuangan ini berkembang pesat memainkan peranan penting dalam
mengalokasikan sumber daya dan meningkatkan pembangunan ekonomi.
Kata Kunci: Lembaga Keuangan, Sistem Operasi, Perkembangan.
PENDAHULUAN
Lembaga
keuangan islam adalah suatu lembaga keuangan yang prinsip operasinya berdasarkan
pada prinsip-prinsip syari'ah. Lembaga keuangan memiliki peranan yang sangat
penting dalam perekonomian suatu negara. Lembaga ini merupakan semua perusahaan
atau institusi keuangan yang kegiatan utamanya adalah meminjamkan sejumlah uang
yang disimpankan kepada mereka. Badan-badan ini mendorong masyarakat untuk
membuat simpanan atau tabungan yang dikumpulkan tersebut dipinjamkan kembali
kepada individu-individu dan perusahaan-perusahaan yang membutuhkan.
Sebagai
salah satu lembaga keuangan, Bank memiliki posisi yang strategis dalam
pembangunan dan perekonomian Negara. Perbankan syariah secara global tumbuh
dengan kecepatan antara 10-15% per tahun, dan menunjukkan tanda-tanda
Pertumbuhan yang konsisten di masa depan.[1]
Perbankan syariah memiliki tujuan yang sama seperti perbankan konvensional,
yaitu agar lembaga perbankan dapat menghasilkan keuntungan dengan cara
meminjamkan modal, menyimpan dana, membiayai kegiatan usaha atau kegiatan
lainnya yang sesuai. Prinsip hukum islam melarang transksi perbankan yang
mengandung bunga (riba), perjudian dan spekulasi yang disengaja (maisir),
serta ketidak jelasan dan manipulatif (gharar).
Dalam
perkembangan lembaga keuangan islam khususnya di indonesia akan mengalami
Pertumbuhan, karena mayoritas penduduk indonesia beragama islam otomatis mereka
dapat memilih lembaga yang akan membawa keberkahan.
Lembaga perbankan Islam mengalami perkembangan yang
amat pesat. Pesatnya perkembangan lembaga perbankan Islam ini karena Bank Islam
memiliki keistimewaan, salah satu yang utama adalah berorientasi pada
kebersamaan. Orientasi kebersamaan inilah yang menjadikan bank Islam mampu
tampil sebagai alternative pengganti sistem bunga yang selama ini hukumnya
(halal atau haram)masih diragukan oleh masyarakat Muslim.
PEMBAHASAN
Lembaga
Keuangan Islam
Lembaga
keuangan islam atau yang lebih populer disebut dengan lembaga keuangan syariah
adalah sebuah lembaga keuangan yang prinsip operasinya berdasarkan pada
prinsip-prinsip syariah.
Lembaga
keuangan dapat dipahami sebagai:
a.
Menurut SK
Menkeu RI No. 792 Tahun 1990, lembaga keuangan adalah semua badan yang
kegiatannya bidang keuangan, melakukan penghimpunan dan penyaluran dana kepada
masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan
b.
Menurut Dahlan
Siamat, lembaga keuangan adalah badan usaha yang kekayaannya terutama dalam
bentuk aset keuangan atau tagihan (claims) disbanding dengan aset
nonfinansial atau aset riil. Lembaga keuangan memberikan pembiayaan atau kredit
kepada nasabah dan menamakan dananya dalam surat-surat berharga.
c.
Syarif Wijaya
mendefinisikan lembaga keuangan dengan lembaga yang berhubungan dengan
penggunaan uang dan kredit atau lembaga yang berhubungan dengan proses
penyaluran simpanan ke investasi. Lembaga keuangan biasanya memberikan
pembiayaan/kredit kepada nasabah dan menamakan dananya dalam bentuk surat-surat
berharga. Disamping itu, lembaga keuangan juga menawarkan berbagai jenis
tabungan, asuransi, program pensiun, dan
penyediaan sistem pembayaran .
d.
Kasmir
mendefinisikan lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang bergerak di
bidang keuangan, menghimpun dana, menyalurkan dana atau kedua-duanya. Artinya
kegiatan dilakukan oleh lembaga keuangan selalu berkaitan dengan bidang
keuangan.[2]
Dalam
operasionalnya lembaga keuangan islam didirikan dengan tujuan mempromosikan dan
mengembangkan penerapan prinsip-prinsip Islam, lembaga keuangan islam harus
menghindari riba, gharar, dan maisir. Seperti yang kita ketahui bahwa riba
adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya ganti rugi
yang dibenarkan syariah kepada penambahan tersebut.[3]
Gharar merupakan ketidakpastian terhadap brang yang diperdagangkan, sehingga
mengakibatkan penipuan.[4]
Perintah
dan larangan Allah adalah untuk kesejahteraan umat manusia. Berdasarkan
penafsiran dari Al-Qur’an adapun bentuk sifat yang melekat pada riba, yakni
sebagai berikut:
a.
Penetapan bunga
yang terlalu tinggi.
b.
Isi perjanjian
yang berat sebelah, seperti bila peminjam tidak dapat mengembalikan peminjaman
berikut dengan bunganya dalam waktu yang disepakati, ia menjadi budak si
pemberi pinjaman.
c.
Pihak peminjam
dan pemberi pinjaman berada pada posisi yang tidak sejajar seperti ketika
perjanjian dilaksanakan peminjam berada posisi yang terpaksa menerima
perjanjian, kemungkinan karena kurang memahami dengan baik isi perjanjian atau
karena kebutuhan yang mendesak.[5]
Tujuan
utama mendirikan lembaga keuangan islam adalah untuk menunaikan perintah Allah
dalam bidang ekonomi dan muamalah serta membebaskan masyarakat islam dari
kegiatan yang dilarang oleh agama Islam. Untuk melaksanakan tugas ini serta
menyelesaikan masalah yang memerangkap umat islam hari ini, bukanlah hanya
menjadi tugas seseorang atau sebuah lembaga, tetapi merupakan tugas dan
kewajiban setiap muslim. Menerapkan prinsip-prinsip islam dalam berekonomi dan
bermasyarakat sangat diperlukan dalam dunia ekonomi dan sosial yang dihadapi
oleh masyarakat.
Sistem Operasi lembaga Keuangan Islam
Secara
umum mekanisme operasional dari lembaga-lembaga keuangan syariah tersebut
adalah menerapkan prinsip-prinsip akad dalam fiqih muamalat yang pada intinya
adalah menghindari unsur riba, maisir, gharar, dan akad yang bathil.
Prinsip-prinsip akad yang biasanya diterapkan adalah:
a. Musyarakah
Musyarakah
adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu,
dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa
keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan risiko berdasarkan porsi
kontribusi dana.
b. Mudharabah
Mudharabah
adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik
dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana)
bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai
kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pengelola dana.
Prinsip akad mudharabah banyak dalam perbankan syariah.
c. Ijarah
Ijarah adalah
akad pemindahan hak guna (manfaat) suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu
dengan adanya pembayaran upah (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan atas barang tersebut.
Kegiatan ijarah
ini dalam perbankan syariah dijalankan dengan menyewakan simpanan (safe deposit
box) dan jasa tata-laksana administrasi dokumen (custodian), dalam hal ini bank
mendapatkan imbalan sewa dari jasa tersebut. Leasing (Sewa Guna Usaha) menerapkan
akad ijarah ini.
d. Wadiah
Penerapan
prinsip wadiah yang dilakukan adalah wadiah yad dhamanah yang diterapkan pada
rekaning produk giro. Berbeda dengan wadiah amanah, dimana pihak yang dititipi
(bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh
memanfaatkan harta titipan tersebut. Sedangkan pada wadiah amanah harta titipan
tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi. Akad wadiah banyak diterapkan
dalam perbankan syariah.
e. Rahn
Rahn adalah
penyerahan barang yang dilakukan oleh muqtaridh (orang yang berhutang) sebagai
jaminan atas hutang yang diterimanya. Dengan demikian pihak yang member hutang
memperoleh jaminan untuk mengaambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya
apabila peminjam tidak mampu membayar hutangnya. Prinsip akad ini diterapkan
dalam Pegadaian Syariah.
f.
Hiwalah
Hiwalah adalah
akad pengalihan tanggungan hutang dari pihak pertama kepada pihak kedua yang
memiliki hutang pada pihak pertama. Akad ini menjadi dasar Lembaga Anjak
Piutang Syariah.
g. Wakalah
Wakalah yaitu
akad pemberian kuasa dari seorang muwakkil (Yang mewakilkan) kepada penerima
kuasa (wakil) atas nama muwakkil (pemberi kuasa). Prinsip akad ini hampir
digunakan atau diperlukan dalam operasional semua jenis lembaga keuangan
syariah.
h. Kafalah
Kafalah
merupakan jasa jaminan, yaitu kesanggupan untuk memenuhi hak yang telah menjadi
kewajiban orang lain. Atau kesanggupan untuk mendatangkan barang yang
ditanggung atau untuk menghadirkan orang yang mempunyai kewajiban terhadap
orang lain. Prinsip akad ini utamanya menjadi landasan dalam operasioanl
lembaga Asuransi Syariah.
i.
Bai’
Bai’ merupakan
akad jual beli, yaitu tukar menukar harta dengan harta lain melalui cara-cara
yang ditentukan oleh syara’. Akad bai’ dapat digunakan sebagai sarana untuk
memiliki barang atau manfaat dari suatu barang untuk selama-lamanya. Akad bai’
memiliki beberapa bentuk di antaranya :
1.
Murabahah, yaitu akad jual beli barang dengan menyatakan harga dan
keuntugan yang disepakati antara penjual dan pembeli.
2.
Salam, yaitu penjualan suatu barang dengan menggunakan lafadz salam
atau salaf, meyebut sifat-sifatnya sebagai persyaratan jual beli, sedangkan
barangnya masih dalam tanggungan penjual.
3.
Istisna’, yaitu akad jual beli dengan ketentuan bahwa penjual
ditugaskan untuk membuat suatu barang oleh pemesan, dengan bahan baku atau
modal pembuatan dari produsen (penjual) dengan mengikuti cara-cara tertentu.
j.
Qardh
Qardh yaitu
memberikan atau menghutangkan harta kepada orang lain tanpa mengharapkan
imbalan, untuk dikembalikan kepada pemberi pinjaman dengan pengganti yang sama
dan dapat ditagih atau diminta kembali kapan saja penghutang menghendaki. Akad
ini diperbolehkan bahkan dianjurkan dengan tujuan menolong atau meringankan
beban orang lain.[6]
Perkembanagan Lembaga Keuangan Islam di indonesia
Lembaga
keuangan syariah ada yang merupakan lembaga bank dan lembaga non bank. Lembaga
bank dianataranya bank perkreditan rakyat (BPS) Syariah yaitu BPR yang
melaksanakan kegiatan usahanya berasarkan prinsip syariah.[7]
Pemerintah
indonesia telah menempuh langkah penting untuk memperluas pelayanan perbankan
untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat muslim, demi meningkatkan partisipasi
mereka dalam pembangunan nasional yang bisa dipandang sebagai langkah
pencapaian tujuan spiritual dalam perkemabangan perbankan. Sekitar 87% dari
keseluruhan populasi indonesia adalah muslim, yang menjadikan mereka sumber
sangat berharga untuk pembangunan. Dengan sumber daya potensial yang besar
seperti itu, yang bermanfaat untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat dan
ekonomi secara umum, penting kiranya untuk mengakomidasi aspirasi masyarakat
muslim dalam seluruh aspek pembangunan.
Dengan
kehadiran bank-bank Islam di Indonesia, ia menjadi organisasi non-pemerintah
yang memberi peluang besar bagi masyarakat Muslim untuk ikut berperan dalam
aktivitas perbankan non-bunga berdasarkan prinsip syariah. Ia juga memberikan
beragam produk dan jasa perbankan yang sesuai dan mampu menunujang binis,
investasi, serta aktivitas produksi.
1. Perbankan
Syariah
Perbankan
syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip
syariah. Menurut jenisnya bank syariah dibedakan menjadi Bank Umum Syariah
(BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
Saat ini keberadaan Bank Syariah diatur dalam UU. No. 21 tahun 2008 tentang
Bank Syariah.
Bank
Syariah melakukan bentuk kegiatan usaha yang hampir sama dengan bank
konvensional, yaitu melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dan penyaluran
dana masyarakat. Bank syariah juga menyediakan jasa keuangan lainnya.
Perbedaannya adalah bahwa semua kegiatan tersbut dilakukan oleh bank syariah
dengan berdasarkan pada prinsip syariah. Implikasinya bank syariah memiliki
berbagai variasi akad sebagaimana yang lazim dalam fiqh muamalat.
2. BMT (Baitul
Maal wa Tamwil)
BMT
bukanlah bank. Ia semacam LSM yang beroperasi seperti bank koperasi, dengan
pengecualian ukurannya yang kecil dan tak punya akses ke pasar uang.
Sebagai
lembaga keuangan islam yang terkecil, BMT memfokuskan target pasarnya pada
bisnis skala kecil, seperti kepada para pedagang kecil yang kurang begitu
menarik bagi bank.
BMT
didukung oleh Presiden Republik Indonesia yang meluncurkan BMT sebagai gerakan
nasiaonal pada tahun 1994. Sejak itulah BMT menampak momentumnya dengan
berkembang secara nasioanal. Pada awal 1992, hanya ada satu BMT. Kini ada 898
BMT yang tersebar di 26 provinsi, dan diharapkan pada tahun 2000 nanti
jumlahnya akan mencapai 10.000 BMT.
3. BPRS (Bank
Penkreditan Rakyat Syariah)
Bab
I UU Perbankan No. 7 Tahun 1992 menjelaskan bahwa bank pedesaan sebagai bank
yang hanya diizinkan menerima deposisto berjangka, deposito tabungan, dan dalam
bentuknya yang setara.
Perkembangan
bank pedesaan islam cukup impresif. Jumlah bank pedesaan meningkat dari hanya
22 buah pada Desember 1993, menjadi 64 pada Maret 1996. Total pendanaan bank pedesaan
islam pada akhir Maret 1996. Total pendanaan bank pedesaan islam pada akhir
maret 1996 mencapai U$$ 16,46 juta dan total depostnya U$$ 14,36 juta. Catatan
ini menunjukkan dengan jelas bahwa bank pedesaan Islam secara aktif
memeberikian kontribusi untuk mendukung pembangunan ekonomi, khusunya yang
menyangkut entitas bisnis Muslim.
4. Takaful
Industri
asuransi telah mengalami Pertumbuhan luar biasa selama beberapa tahun terakhir,
seperti digambarkan dengan peningkatan pembayaran premi, aset, dan dana yang
diinvestasikan. Sebagian dari kesuksesan ini berkat upaya pemerintah membantu
kemampuan manajerial dan teknis perusahaan asuransi, sehingga membuat mereka
beroperasi lebih efisien.
“Takaful”
diambil dari kata bahasa Arab yang berarti “jaminan kerjasama”. Ia bisa
digambarkan sebagai suatu perjanjian di antara sekelompok anggota atau
partisipan yang sepakat bersama-sama menjamin di antara mereka terhadapa
kehilangan atau kerusakan yang mungkin menimpa mereka, seperti dijelaskan dalam
perjanjian. Bila ada anggota atau partisipan yang mengalami musibah, dia akan
menerima sejumlah uang atau manfaat financial dari dana simpanan, sebagaimana
juga dijelaskan dalam perjanjian untuk membantunya mengganti kerugian atau
kerusakan. Dengan kata lain, tujuan dasar takaful adalah membayar atas kerugian
tertentu dari simpanan dana yang telah ditetapkan. Setiap anggota kelompok
menyatukan upaya untuk membantu yang membutuhkan.
Sebagai
sistem asuransi, kami membatasi operasi Takaful di dalam sektor tijari’ (Komersial)
atau lebih populer dengan sebutan sektor swasta.
Sejak
Takaful di Indonesia didirikan dua tahun lalu, kemajuannya cukup luar biasa.
Sampai juli 1996, jumlah anggota Asuransi Jiwa Takaful adalah 88.085, dengan
total premi US$ 4,04 juta. Untuk Asuransi general Takaful, yang telah
beroperasi selama 6 bulan, telah mencatat total premi US$ 15,97 juta dan surplus operasinya macapai
US$ 0,18 juta. Kini Takaful telah membuka 8 kantor cabang di kota-kota besar
Indonesia.[8]
5. Reksa Dana
Syariah
Menurut
pengertian hukum di Indonesia reksa dana adalah wadah yang dipergunakan untuk
menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya di investasikan dalam
portofolio efek oleh manajer investasi.
Penyerahan dana
yang dilakukan oleh investor memerlukan jaminan bahwa pengelola dana tidak
melakukan tindakan tidak terpuji. Oleh karena itu diperlukan suatu lembaga yang
menjadi penjaga harta yang berbentuk efek. Lembaga itu disebut custodian yang
merupakan sebuah bank, karenanya disebut bank custodian.
Sedangkan
Reksa Dana Syariah merupakan sarana investasi campuran yang menggabungkan saham
dan obligasi syariah dalam satu produk yang dikelola oleh manajer investasi.
Manajer investasi menawarkan Reksa Dana Syariah kepada para investor yang
berminat, sementara dana yang diperoleh dari investor tersebut dikelola oleh
manajer investasi untuk ditanamkan dalam saham atau obligasi syariah yang
dinilai menguntungkan. Payung hukum Rekasadana Syariah adalah UU No. 8 tahun 1995
Tentang Pasar Modal dan Fatwa DSN MUI No. 20/DSN/MUI/IX/2000. Tentang Pedoman
Pelaksanaan Investasi Untuk Reksadana Syariah.[9]
6. Dana Pensiun
Syariah
Menurut UU No. 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun, dijelaskan bahwa
Dana Pensiun adalah badan usaha yang menjalankan program untuk memberikan manfaat
pensiun. Sedang Dana Pensiun Syariah adalah dana pensiun yang dikelola
berdasarkan prinsip syariah.
Dana Pensiun Syariah Untuk memperoleh uang pensiun setelah purna
tugas merupakan harapan yang ideal bagi setiap pekerja. Apalagi setelah sekian tahun
mencurahkan tenaga, waktu dan pikirannya bagi perkembangan dan kemajuan
perusahaan tempatnya bekerja, dan wajar kiranya saat usianya sudah lanjut dan
tidak produktif lagi perusahaannya masih mengingat jasanya dalam bentuk
pemberian pensiun. Namun tidak semua perusahaan menyediakan pensiun dan hanya
sedikit sekali perusahaan memberikannya.
7. Pegadaian Syariah
Menutut
KUH Perdata Pasal 1150 disebutkan, Gadai adalah suatu hak yang diperoleh
seorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya
oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan
kekuasaan kepada kepada orang yang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan
dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang yang berpiutang lainnya,
dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah
dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya
mana harus didahulukan.
Gadai
Syariah (Rahn) adalah menahan salah satu bentuk harta milik nasabah atau Rahin
sebagai barang jaminan atau marhun atas hutang/pinjaman atau marhun bih yang
diterimanya. Marhun tersebut memiliki nilai ekonomis sehingga pihak yang
menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian
piutangnya.[10]
8. Perkembangan
Bank-Bank Islam di Dunia
Untuk
mencapai cita-cita umat muslim dalam perekonomian islam yaitu dengan dibenuknya
Bank pembangunan Islam/IDB (Islamic Development Bank), setelah berdiri IDB
membantu mendirikan bank-bank islam di berbagai Negara.[11]
Sejak
eksperimen pertama pendirian bank islam oleh Mit Ghamr pada tahun 1960-an,
bank-bank islam mulai banyak berdiri, disamping itu keberadaannya juga didukung
oleh kekayaan minyak di kawasan Teluk. Perkembangan bank-bank islam mulai
meningkat tajam setelah awal berdirinya pada tahun 1960-an. Dari hanya satu
bank pada awal tahun 1970-an, meningkat menjadi Sembilan pada tahun 1980.
Diantaranya adalah Bank Sosial Nesser (1971), Bank Pembangunan Islam (1975),
Bank Islam Dubai (1975), Bank Islam Faisal Mesir (1977), Bank Islam Faisal
sudan (1977), Lembaga keuangan Kuait (1977), Bank Islam Bahrain (1979), dan
bank islam internasional dalam investasi dan pembangunan (1980). Antara tahun
1981-1985, sekitar 24 bank islam dan lembaga keuangan lainnya telah didirikan
di Qatar, sudan, Bahrain, Malaysia, Bangladesh, Senegal, Guinea, Denmark,
Selandia baru, Turki, Inggris, Yordania, Tunisia, dan Mauritania. Kebanyakan
bank-bank islam maupun lembaga-lembaga keuangan berdiri hampir diseluruh Negara
muslim. Disamping itu, di Negara-negara non muslim yang jumlah umat islamnya
minoritas, seperti Amerika Serikat atau Australia, mereka berusaha mendirikan
lembaga keuangan islam.[12]
PENUTUP
Lembaga
Keuangan Islam adalah lembaga yang bertujuan untuk mendorong Pertumbuhan
ekonomi serta meningkatkan kesejateraan sosial bagi masyarakat muslim. Dalam
operasionalnya lembaga keuangan islam didirikan dengan tujuan mempromosikan dan
mengembangkan penerapan prinsip-prinsip Islam, lembaga keuangan islam harus
menghindari riba, gharar, dan maisir. Seperti yang kita bahwa dari zaman dahulu
sampai sekarang islam sangat melarang keras peminjaman uang dengan bunnga.
Begitupun dengan gharar yang memiliki unsur ktidakjelasan dan manipulatif.
Sistem
operasi lembaga keuangan islam yakni mengacu pada prinsip-prinsip akad dalam
fiqih muamalat seperti musyarakah, mudharabah, ijarah, wadiah, rahn, hiwalah,
wakalah, kafalah, bai’, dan qardh. Perkembangan lembaga keuangan sampai saat
ini sangat mengembirakan karena Pertumbuhan lembaga keuangan syariah yang
mencapai 34% telah melebihi Pertumbuhan lembaga keuangan konvensional yang
hanya 15-20% saja.
Dasar
pemikiran dikembangkannya lembaga keuangan Islam di Indonesia adalah untuk
memberikan pelayanan kepada sebagian masyarakat IndonesiaIndonesia, karena
bank-bank tersebut menjalankan sistem bunga. Sebagian masyarakat Indonesia yang
mayoritas muslim, meyakini bahwa aktivitas lembaga keuangan yang menjalankan
praktek bunga tidak sesuai dengan prinsip Syari'ah Islamiyah, sehingga
keikutsertaan mereka dalam sektor keuangan tidak optimal. Dengan
dikembangkannya lembaga keuangan yang dijalankan dengan prinsip-prinsip
Syari'ah diharapkan seluruh potensi ekonomi masyarakat Indonesia yang belum
dioptimalkan dapat dioptimalkan.
DAFTAR
REFERENSI
Abdul Ghafur
Anshori, Aspek Hukuk Reksadana Syariah Di Indonesia, Bandung: Refika
Aditama, 2008.
Hak, Nurul, Ekonomi
Islam Hukum Bisnis Syariah, Yogyakarta: Teras, 2011.
Hakim, Abdul, Peluang
dan Tantangan Lembaga Keuangan Syariah Indonesia Pada Era Pasar Bebas ASEAN, Diakses
pada Tanggal 20 Januari 2017.
Huda, Nurul,
dkk, Ekonomi Makro Islam, Jakarta: Prenada Media Group, 2009.
Hulwati, Ekonomi Islam, Ciputat: Ciputat Press Group, 2006.
Nur Rianto Al
Arif, Lembaga Keuangan Syariah, Bandung: CV Pustaka Setia, 2012.
Rais, sasli, Pegadaian
Syariah: Konsep dan Sistem Operasional Suatu Kajian Kontemporer, Jakarta:
UI Press, 2005
Saeed,
Abdullah, Bank Islam dan Bunga, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008.
Soemitra,
Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2012.
Zainul Arifin, Memahami
Bank Syariah, Jakarta: Alva Bet, 2000.
[1] Nur Rianto Al
Arif, Lembaga Keuangan Syariah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), hal. 5
[2] Soemitra,
Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta : Kencana Prenada
Media Group, 2012), hal. 27
[3] Hulwati, Ekonomi
Islam, (Ciputat : Ciputat Press
Group, 2006), hal. 31
[5] Huda, Nurul, dkk,
Ekonomi Makro Islam, (Jakarta : Prenada Media Group, 2009), hal. 250
[6] Hakim, Abdul, Peluang
dan Tantangan Lembaga Keuangan Syariah Indonesia Pada Era Pasar Bebas ASEAN, Diakses
pada Tanggal 20 Januari 2017
[7] Nur Rianto Al
Arif, Lembaga Keuangan Syariah… hal. 3
[8]
Zainul Arifin, Memahami
Bank Syariah, (Jakarta : Alva Bet, 2000), hal. 172
[9]
Abdul Ghafur
Anshori, Aspek Hukuk Reksadana Syariah Di Indonesia,( Bandung: Refika
Aditama, 2008), hal. 71
[10] Rais, sasli, Pegadaian
Syariah: Konsep dan Sistem Operasional (Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta:
UI Press, 2005), hal. 38
[11] Hak, Nurul, Ekonomi
Islam Hukum Bisnis Syariah, (Yogyakarta : Teras, 2011), hal. 17
[12] Saeed,
Abdullah, Bank Islam dan Bunga, (Yogyakarta : Pustaka Belajar, 2008),
hal. 25
Tidak ada komentar:
Posting Komentar