Rabu, 25 Januari 2017

BANK SYARIAH DALAM TANTANGAN MEA


BANK SYARIAH DALAM TANTANGAN MEA
Ridwan
Jurusan Syariah Prodi Ekonomi Islam STAIN Watampone
ridwanbekantan@gmail.com

ABSTRACK
 The purpose of this research is to determine the readiness of Indonesia in the ASEAN Economic Community (AEC) 2015. The purpose of the establishment of the ASEAN Economic Community (AEC) is to create an ASEAN economic region that is prosperous and highly competitive. Implications of the implementation of the ASEAN Economic Community (AEC) on the economy of a country is fully integrated into the global economy to prepare for the free market in the field of capital, goods and services, investment and labor. The growth of Islamic banking in Indonesia each year is relatively high. This increase is reflected in the asset and the number of institutional financing. The government must pay more attention to the development of islamic banking in an effort to improve the quality of islamic banking in Indonesia especially in the ASEAN Economic Community (AEC) by analyzing the terms of the opportunities, challenges, and prospects.
Keyword: AEC, islamic banking, opportunities, challenges, prospects


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Industri keuangan syariah telah mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menyatakan bahwa perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegaiatan usahanya. Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual banking system atau sistem perbankan ganda yang secara bersama-sama dengan perbankan konvensional melayani kebutuhan masyarakat. Perkembangan perbankan syariah di Indonesia begitu pesat seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap layanan perbankan yang islami.
Laporan Perkembangan Perbankan Syariah yang dipublikasikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjelaskan bahwa hingga tahun 2013 jumlah bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah bertambah seiring dengan beroperasinya sejumlah bank baru. Jaringan kantor tersebut mencakup 11 Bank Umum Syariah (BUS), 23 Unit Usaha Syariah (UUS) dan 163 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). BUS dan UUS memiliki jumlah kantor sebanyak 2588 kantor, sedangkan untuk BPRS sebanyak 402 kantor.
Pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia setiap tahunnya relatif cukup tinggi. Peningkatan tersebut tercermin dari pangsa pembiayaan yang mencapai 76% atau sebesar 184,1 triliun dari total aset BUS dan UUS, sedikit meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 75,6%. Sejalan dengan perkembangan BUS dan UUS, pangsa pembiayaan terhadap aset BPRS juga mengalami peningkatan dari 75,6% pada tahun 2012 menjadi 76 % pada tahun 2013. Sumber penghimpunan dana pada perbankan syariah Indonesia secara umum didominasi oleh dana pihak ketiga (DPK). DPK pada kelompok BUS pada tahun 2013 mencapai 87,2%, sedangkan pada kelompok UUS dan BPRS masing-masing sebesar 80,8% dan 74%. Pada tahun 2013 terjadi peningkatan sukuk sebesar 1,1 triliun (OJK, 2013).
Pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia yang cukup pesat merupakan hasil kerja keras Bank Indonesia dalam rangka menjalankan visi yang telah ditetapkan sejak tahun 2010 untuk menjadikan industri perbankan syariah Indonesia menjadi terkemuka di ASEAN. Penetapan visi tersebut sangat mendukung laju perkembangan perbankan syariah di Indonesia, karena tepat di tahun 2015 negara-negara ASEAN memasuki sistem perekonomian global atau yang disebut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Menurut Deklarasi Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan pasar tunggal dan basis produksi yang memiliki lima elemen terhadap aliran bebas barang, aliran bebas jasa, aliran bebas investasi, aliran modal yang lebih bebas, serta aliran tenaga kerja yang terampil di kawasan ASEAN.
Secara umum tujuan dibentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah untuk menciptakan kawasan ekonomi ASEAN yang makmur dan berdaya saing tinggi. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) diharapkan mampu meningkatkan pembangunan ekonomi yang merata dan mengurangi perbedaan sosial di negara-negara kawasan ASEAN, termasuk juga dalam menghadapi kekuatan perekonomian yang lebih global (Tedjasuksmana, 2014).
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) membuka peluang bagi sejumlah sektor ekonomi di kawasan Asia Tenggara untuk mendapatkan market size yang lebih luas serta peluang investasi yang semakin besar. Implikasi pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadikan perekonomian suatu negara sepenuhnya terintegrasi ke dalam ekonomi global untuk bersiap menghadapi pasar bebas di bidang permodalan, barang dan jasa, investasi serta tenaga kerja. Hadirnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang merupakan pasar dengan skala global tentu akan berakibat munculnya persaingan antar negara-negara ASEAN. Negara-negara ASEAN dituntut untuk saling bersaing dengan memanfaatkan peluang yang ada.
Persaingan antar negara ASEAN tentu menjadi tantangan bagi masing-masing negara, tidak terkecuali bagi negara Indonesia. Indonesia yang merupakan salah satu anggota negara ASEAN dituntut agar dapat bersaing dengan sembilan negara ASEAN lainnya yaitu Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Setiap negara ASEAN memiliki kesempatan yang sama untuk memenangkan persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Indonesia yang mayoritas berpenduduk kaum muslim, sudah selayaknya menjadi pelopor perkembangan perekonomian dalam sektor keuangan syariah (Alamsyah, 2012).
Dalam rangka Milad-8 IAEI bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar untuk menjadi pelopor perkembangan keuangan syariah diantaranya: (1) jumlah penduduk muslim yang besar menjadi potensi nasabah industri keuangan syariah, (2) pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi (kisaran 6,0%-6,5%) yang ditopang oleh fundamental ekonomi yang solid, (3) peningkatan sovereign credit rating Indonesia menjadi invesment grade yang akan meningkatkan minat investor untuk berinvestasi di sektor keuangan domestik, termasuk industri keuangan syariah, dan (4) memiliki sumber daya alam yang melimpah yang dapat dijadikan sebagai underlying transaksi industri keuangan syariah. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang awalnya bertujuan untuk meningkatkan perekonomian di kawasan Asia Tenggara, namun hal ini justru membuat kekhawatiran bagi sebagian masyarakat Indonesia. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dianggap sebagai sebuah ancaman karena pasar potensial domestik perbankan syariah dapat diambil oleh negara-negara ASEAN yang lainnya.
Menurut Global Islamic Finance Report (GFIR) tahun 2011 dalam rangka Milad-8 IAEI, 13 April 2012, seperti yang dijelaskan Halim Alamsyah bahwa Indonesia mempunyai potensi yang kondusif dalam pengembangan industri keuangan syariah, karena berada dalam urutan keempat setelah Iran, Malaysia, dan Saudi Arabia. Indonesia masih berada dibawah negara Malaysia dan negara-negara Timur Tengah untuk beberapa hal yang terkait dengan ekonomi syariah. Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 diperlukan diperlukan peran semua pihak dalam mendorong pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Beberapa kelemahan perbankan syariah di Indonesia harus segera diperbaiki, terutama terkait dengan kualitas sumber daya manusia dan penguasaan teknologi.
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) harus dilihat sebagai peluang sehingga mereka yang terlibat aktif dalam perbankan syariah semakin terpacu meningkatkan kualitas. Pemerintah harus lebih memperhatikan perkembangan perbankan syariah dalam upaya meningkatkan kualitas perbankan syariah di Indonesia khusunya dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Melihat kondisi Indonesia yang dinilai banyak orang belum siap dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), maka penulis menyusun sebuah pemaparan dengan judul Peluang, Tantangan, dan Prospek Perbankan Syariah di Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, adapun rumusan masalah yang akan dikaji oleh peneliti adalah bagaimana peluang, tantangan dan prospek perbankan syariah di Indonesia dalam menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 ?
Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka pemaparan ini bertujuan untuk mengetahui peluang, tantangan dan prospek perbankan syariah di Indonesia dalam menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.


METODE PENULISAN

Pemaparan ini merupakan jenis artikel konseptual. Artikel konseptual atau biasa disebut artikel nonpenelitian merupakan hasil pemikiran penulis atas suatu permasalahan yang dituangkan dalam bentuk tulisan (Alam, 2015). Metode penulisan yang digunakan untuk pemaparan artikel konseptual ini yaitu dengan metode dokumentasi.
Metode dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan dokumen. Dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang (Sugiyono, 2014). Sumber-sumber yang digunakan dalam penulisan artikel konseptual ini yaitu artikel-artikel konseptual yang relevan, hasil penelitian terdahulu, peraturan, kebijakan-kebijakan, serta teori-teori dari berbagai buku teks.
PEMBAHASAN
Peluang Perbankan Syariah Indonesia Menghadapi Persaingan MEA 2015
Pertumbuhan industri perbankan syariah Indonesia diperkirakan akan mencapai 20% pada tahun 2015, dan pada tahun tersebut Indonesia akan menghadapi persaingan pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 (Takidah, 2014). Pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 akan berdampak terciptanya pasar bebas dibidang permodalan, barang dan jasa, investasi serta tenaga kerja. Tujuan dibentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) untuk meningkatkan stabilitas perekonomian dikawasan ASEAN, yang pada nantinya diharapkan akan dapat mampu menyelesaikan permasalahan ekonomi antar negara ASEAN (Puja, 2012).
Perbankan syariah Indonesia dapat dijadikan kekuatan negara Indonesia dalam menghadapi persaingan global Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Perbankan syariah Indonesia yang terbukti mampu bertahan dari krisis ekonomi global tahun 2008 telah terbukti memiliki kinerja yang baik dan diharapkan mampu menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Faktor yang telah menyelamatkan perbankan syariah Indonesia menghadapi krisis ekonomi global dikarenakan pembiayaan perbankan syariah Indonesia yang masih lebih diarahkan kepada aktivitas perekonomian domestik, sehingga belum memiliki tingkat integrasi yang tinggi dengan sistem keuangan global serta belum memiliki tingkat transaksi yang tinggi.
Indonesia sebagai salah satu negara yang menjadi peserta Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) telah memiliki pasar perekonomian syariah yang potensial. Hal tersebut dibuktikan dengan pertumbuhan kelembagaan perbankan syariah Indonesia yang terus mengalami peningkatan. Peningkatan kelembagaan syariah mencakup pada peningkatan BUS (Bank Umum Syariah), UUS (Unit Usaha Syariah) dan BPRS. Perkembangan kelembagaan perbankan syariah Indonesia disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 1.
Perkembangan Jaringan Kantor Perbankan Syariah Indonesia
Perkembangan Jaringan Kantor Perbankan Syariah Indonesia Jaringan Kantor
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Jumlah bank
163
169
190
190
193
197
          Bank Umum Syariah (BUS)
5
6
11
11
11
11
          Unit Usaha Syariah (UUS)
27
25
24
24
24
23
          BPRS
131
138
155
155
158
163
Jaringan Kantor (KP+KCP+KK)
1069
1258
2101
2101
2663
2990
        Bank Umum Syariah (BUS)
581
711
1401
1401
1745
1998
        Unit Usaha Syariah (UUS)
241
287
336
336
517
590
        BPRS
247
260
364
364
401
402
Rincian Jaringan Kantor (BUS + UUS)
822
1001
1477
1737
2262
2588
        KP
32
31
34
35
35
34
        KC
273
339
421
456
524
577
        KCP
283
344
778
976
1434
1666
        KK
234
287
244
270
269
311
Sumber: Laporan Perkembangan Keuangan Syariah 2013 (OJK)
Industri keuangan syariah selama tahun 2013 masih tetap menunjukkan kinerja yang cukup baik, dan hal ini menjadi peluang besar bagi perbankan syariah Indonesia untuk dapat turut bersaing di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Walaupun sepanjang tahun 2013 dampak krisis keuangan dan perlambatan perekonomian global masih cenderung berpengaruh terhadap laju pertumbuhan perekonomian Indonesia dan berbagai negara, namun perbankan syariah Indonesia masih menunjukkan kinerja yang cukup positif. Hal tersebut seperti yang dijelaskan dalam tabel berikut:
Tabel 1.
Pertumbuhan Aset dan Keuangan Perbankan Syariah Indonesia
Merujuk pada penelitian Alamsyah (2012) bahwa Indonesia menduduki peringkat keempat negara yang memiliki potensi dan kondusif dalam pengembangan industri keuangan syariah setelah negara Iran, Malaysia, dan Saudi Arabia. Indonesia yang mayoritas berpenduduk kaum muslim dengan jumlah terbesar di dunia akan menjadikan perbankan syariah Indonesia memiliki pangsa pasar yang luas. Hal ini tentu akan mendorong kemajuan perbankan syariah di Indonesia dalam menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dengan negara-negara ASEAN yang lainnya terutama Malaysia.
Sistem perkembangan perbankan syariah Indonesia yang lebih bertumpu pada sektor riil serta bersifat market driven dan dorongan bottom up, tanpa dikendalikan oleh pemerintah (Hayat, Hal tersebut menjadi keunggulan tersendiri dalam menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) untuk lebih mudah berkembang. Perbankan syariah Indonesia dapat mengembangkan kinerjanya sendiri tanpa menunggu pemerintah. Berbeda halnya dengan perkembangan perbankan syariah di negara Iran, Malaysia, dan Arab Saudi, yang lebih bertumpu pada sektor keuangan dengan dukungan dan campur tangan pemerintah yang sangat kuat, sehingga untuk dapat berkembang mereka harus menunggu peran pemerintah.
Peluang lain yang dimiliki perbankan syariah Indonesia yaitu dalam hal kewenangan mengeluarkan fatwa. Fatwa keuangan syariah di Indonesia bersifat terpusat oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang merupakan institusi yang independen, sementara di negara lain fatwa dapat dikeluarkan oleh perorangan ulama yang dapat menyebabkan terjadinya perbedaan pendapat. Negara Malaysia memiliki struktur organisasi lembaga fatwa tidak berdiri sendiri secara independen namun berada di bawah Bank Negara Malaysia (BNM).
Peluang besar yang dapat menjadikan perbankan syariah Indonesia dapat berkembang di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi yang masih tinggi yang dapat memberikan ruang bagi perkembangan perbankan syariah Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut, keadaan ekonomi Asia yang menunjukkan ketahannya dengan tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang kuat, tingkat inflasi yang rendah, serta sistem keuangan yang sehat yang menunjukkan pertumbuhan perbankan syariah Indonesia akan mampu bersaing dalam mengadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Tantangan Perbankan Syariah Indnesia Menghadapi Persaingan MEA 2015
Sebagian pihak mengkhawatirkan hadirnya pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 sebagai ancaman karena pasar potensial domestik akan diambil oleh pesaing dari negara ASEAN yang lain (Alamsyah, 2012). Peluang besar yang dimilki negara Indonesia untuk mengembangkan perbankan syariah di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tentu tidak luput dari berbagai tantangan yang harus dihadapi. Negara ASEAN masing-masing mempersiapkan diri dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Perbankan syariah Indonesia jika tidak memiliki kesiapan yang tinggi, maka akan kalah dalam persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Tantangan perbankan syariah dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang mendapat perhatian serius adalah upaya untuk memenuhi gap Sumber Daya Insani (SDI) dari tenaga kerja domestik agar tidak diisi oleh tenaga kerja asing. Salah satu kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yaitu freedom of movement for skilled and talented labours (Takidah, 2014). Keberadaan tenaga kerja adalah faktor penting dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) terutama dalam perkembangan perbankan syariah Indonesia. Tenaga kerja merupakan pengendali barang, jasa, investasi maupun modal. Indonesia jika dilihat dari GDP yang dapat digunakan sebagai tolak ukur atas kuantitas tenaga kerja, tentu Indonesia masih kalah dengan negara Singapura, Malaysia dan Thailand. Perkembangan pasar tenaga kerja Indonesia dijelaskan dalam tabel berikut:
Table 3
Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia
Indikator
Feb 2012
Agt 2012
Feb 2013
Agt 2013
Feb 2014
Angkatan Kerja
122,7
120,3
123,6
120,2
125,3
Bekerja (juta)
115,1
113,0
116,4
112,8
118,2
Menganggur (juta)
7,6
7,3
7,2
7,4
7,2
Tingkat pastisipasi angkatan kerja
69,9%
67,8%
69,2%
66,8
69,2
Tingkat pengangguran
6,2%
6,1%
5,8%
6,2
5,7
Rasio pekerjaan vs penduduk
65,3%
63,7%
65,2%
62,7%
65,2%
Menurut Badan Pusat Statistik bahwa kebutuhan pekerja di Indonesia akan mengalami peningkatan. Peningkatan kebutuhan jumlah tenaga kerja tersebut untuk menghadapi pangsa pekerjaan di sektor industri yang diperkirakan juga meningkat dari 20% pada tahun 2013 menajdi 22-24% pada tahun 2019. Pangsa jasa diperkirakan akan meningkat dari 45% pada tahun 2013, menjadi 46-50% pada tahun 2019. Keadaan tersebut akan mempengaruhi kebutuhan akan kebutuhan SDI untuk perbankan syariah Indonesia.
Kebutuhan akan SDI (Sumber Daya Insani) dengan jumlah besar tidak diimbangi dengan tingginya jumlah tenaga kerja yang berbasis syariah. Di Indonesia para sarjana ekonomi islam masih sangat sedikit, sehingga perbankan syariah Indonesia masih sangat membutuhkan tenaga kerja profesional untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Tantangan ketersedian Sumber Daya Insani (SDI) perbankan syariah Indonesia bukan hanya pemenuhan dari segi kuantitas terlebih dari segi kualitas juga harus diperhatikan. Sumber Daya Insani (SDI) perbankan syariah Indonesia dituntut untuk memiliki penguasaan operasional banking, namun juga harus memperhatikan kualitas Sumber Daya Insani (SDI) dari aspek syariah.
Tantangan selanjutnya yaitu adanya kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yaitu kebebasan dalam pertukaran barang, jasa, modal, dan investasi. Kebebasan dalam pertukaran produk tersebut diharapkan tidak membawa dampak buruk bagi perbankan syariah Indonesia (Puja, 2012). Kekurangan produk yang dimiliki perbankan syariah Indonesia diharapkan agar tidak dikuasi oleh negara-negara ASEAN yang lain. Kekhawatiran tersebut mengarah pada kondisi pasar keuangan dan perbankan syariah Indonesia yang belum tentu sesuai dengan produk dari negara lain. Produk perbankan syariah Indonesia masih membutuhkan banyak inovasi pengembangan produk dan layanan perbankan yang kompetitif yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat.
Produk perbankan syariah Indonesia lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan di sektor riil. Kekurangan instrumen di pasar keuangan syariah tersebut berdampak pada pengelolaan likuiditas perbankan syariah Indonesia. Pengelolaan likuiditas perbankan syariah Indonesia yang masih mengandalkan mekanisme Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS) dengan menggunakan instrumen Sertifikat Investasi Mudharabah (SIMA), dan melakukan penempatan di instrumen yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, yakni FASBI Syariah dan SBI Syariah. Perbankan syariah Indonesia masih sedikit yang menempatkan instrumen sukuk. Pengembangan produk dan layanan perbankan syariah Indonesia harus menciptakan produk dan layanan yang mengendepankan keunikan dari prinsip syariah dan kebutuhan dari masyarakat, terlebih dalam menghadapi persaingan pasar global Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Untuk itu, diperlukan praktisi-praktisi perbankan syariah untuk menciptakan inovasi produk yang dapat menunjang pengembangan perbankan syariah Indonesia dalam mengadapi gencarnya arus perekonomian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Tantangan yang juga memberikan pengaruh terhadap pengembangan perbankan syariah Indonesia adalah keinginan untuk menjalankan program sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat luas. Kegiatan sosialisasi dan edukasi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan minat masyarakat untuk menggunakan produk dan layanan perbankan syariah Indonesia. Kegiatan tersebut merupakan pusat biaya bagi perbankan syariah. Hayat (2014).
Selama ini kegiatan sosialisasi dn edukasi perbankan syariah Indonesia dilakukan melalui program ‘IB Campaign’ baik melalui media masa, syariah expo, maupun penyelenggaraan seminar/workshop. Namun, Bank Indonesia akan mengurangi peran tersebut seiring dengan pengalihan kewenangan pengaturan dan pengawasan sektor perbankan kepada OJK (Otoritas Jasa Keuangan), dan perbankan syariah termasuk didalamnya. Menyikapi hal tersebut, perbankan syariah Indonesia harus meningkatkan kemandirian dalam hal formulasi program dan pembiayaan sehingga program ‘IB Campaign’ dapat terus berlanjut.  
Tantangan lain yang menjadi tantangan dalam jangka panjang yaitu mengenai perlunya kerangka hukum yang mampu menyelesaikan permasalahan keuangan syariah secara komprehensif. Diperlukan aturan hukum ekonomi/keuangan islam yang disepakati bersama untuk dijadikan rujukan dan disahkan oleh negara. Kerangka hukum tersebut perlu dilakukan penyempurnaan mencakup skala global untuk menyelesaikan perselisihan yang mungkin terjadi dalam transaksi keuangan syariah antar negara ASEAN yang juga termasuk perbankan syariah didalamnya. Penyempurnaan kerangka hukum diharapkan akan dapat memberikan suasana yang kondusif bagi pengembangan perbankan syariah Indonesia baik secara nasional maupun global terutama dalam menghadapi pasar global Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) perbankan syariah Indonesia juga dihadapkan pada tantangan mengenai perlunya kodifikasi poduk dan standar regulasi yang bersifat nasional dan global. Hal tersebut sangat penting dikarenakan adanya perbedaan dalam pengembangan produk perbankan syariah di beberapa negara. Adanya perbedaan tersebut akan dapat memicu timbulnya resiko apabila terkait dengan transaksi keuangan. Untuk itu, diperlukan penyelarasan produk secara nasional terlebih secara global untuk menghadapi persaingan pasar global Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang melibatkan negara-negara ASEAN. Penyelarasan tersebut diperlukan agar keuangan islam yang salah satunya termasuk perbankan syariah dapat berkembang di berbagai negara dan tidak saling memproteksi karena perbedaan mazhab. Adanya lembaga internasional seperti, International Financial Services Board (IFSB) dan International Islamic Financial Market (IIFM) yang mengahadirkan regulasi yang dapat dijadikan pedoman secara global sangat perlu dikembangkan untuk menciptakan peraturan secara internasional untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Berbagai tantangan diatas harus dapat diselesaikan agar pengembangan perbankan syariah Indonesia terus dapat meningkatkan kualitasnya, terlebih dalam menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang harus bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya yang juga memiliki perbankan syariah dengan karakteristik yang berbeda-beda.
Prospek Perbankan Syariah Indonesia di Era Persaingan MEA 2015
Prospek perbankan syariah Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), tentu tidak terlepas dari adanya peluang dan tantangan yang dipaparkan diatas. Pertumbuhan perbankan syariah yang masih relatif tinggi membuktikan perbankan syariah Indonesia telah mampu mempertahankaeksistensi dalam menghadapi situasi perekonomian. Hal tersebut mengharuskan perbankan syariah Indonesia memiliki strategi dan arah pengembangan yang terencanakan dengan baik (Wangke, 2014).
Peran perbankan syariah dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tidak hanya boleh berfokus hanya kepada nasabah muslim. Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki keankeragaman suku, ras, budaya, dan agama menjadi market yang sangat penting untuk pengembangan perbankan syariah khususnya dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Nasabah tentu membutuhkan pelayanan, program maupun jaminan keamanan yang terbaik dari suatu perbankan, maka dari itu dibutuhkan strategi untuk meningkatkan mutu pelayanan perbankan syariah Indonesia yang terus berkesinambungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Strategi pengelolaan dan manajemen perbankan syariah Indonesia harus terus dilakukan pembaharuan berkaitan dengan arus ekonomi global Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), perbankan syariah Indonesia harus menyiapkan diri dan melakukan beberapa langkah pengembangan dan kebijakan (Hayat, 2014).
Pertama, penguatan struktur dan ketahanan perbankan syariah Indonesia untuk mendukung pengembangan ekonomi nasional. Hal tersebut dapat dilakukan melalui kebijakan perbankan syariah Indonesia diarahkkan pada pembiayaan sektor ekonomi produktif untuk memenuhi kebutuhan seluruh Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Selain itu perlu dilakukan perluasan jaringan dalam melayani kebutuhan masyarakat melalui delivery channel dan implementasi jaringan kantor perbankan syariah Indonesia.
Kedua, perbankan syariah Indonesia perlu merevitalisasi peningkatan sinergi dengan bank induk. Bank Indonesia secara khusus telah mendorong perbankan konvensional di Indonesia sebagai induk dari perbankan syariah Indonesia agar mendorong pengembangan jaringan teknologi informasi bagi BUS (Bank Umum Syariah) dan UUS (Unit Usaha Syariah).
Ketiga, perbankan syariah Indonesia harus meningkatkan edukasi dan sosialisasi mengenai produk dan layanan perbankan syariah terhadap masyarakat untuk mendorong kesadaran dan minat dalam mempercayai perbankan syariah Indonesia. Program edukasi dan promosi perbankan syariah Indonesia ditingkatkan menjadi gerakan ekonomi yaitu Gerakan Ekonomi Syariah (GRES) yang telah disahkan oleh Bapak Susilo Bambang Yudhoyono pada akhir tahun 2013. Selain itu perbankan syariah Indonesia perlu meningkatkan sosialisasi dan edukasi kepada pelaku pasar dalam menghadapi perekonomian global Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Kegiatan edukasi dan kerjasama internasional pada tahun 2013, ditandai pula dengan diadakannya seminar internasional keuangan syariah pada bulan Mei 2013 (BI’sInternational Seminar on Islamic Finance) dan bulan November 2013 (OJK’s Islamic Finance Conference). Kegiatan-kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka semakin mengukuhkan keberadaan Indonesia di kancah perkembangan keuangan syariah global untuk bersiap menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Keempat, perbankan syariah Indonesia perlu meningkatkan fungsi pengawasan baik secara internal dan eksternal. Jumlah dan skala bisnis bank yang beragam dari berbagai negara-negara ASEAN, khusunya negara Malaysia yang memiliki jumlah bank syariah yang besar menyebabkan resiko yang dihadapi perbankan syariah Indonesia akan relatif beragam, sehingga penguatan fungsi pengawasan bertujuan mengantisipasi munculnya resiko yang mungkin terjadi di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Kelima, prospek kemajuan perbankan syariah Indonesia juga semakin dipermudah dengan pengesahan beberapa produk aturan perundangan yang memberikan kepastian hukum serta dapat meningkatkan aktivitas pasar keuangan syariah di Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Aturan perundangan tersebut seperti, 1) UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, 2) UU No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (Sukuk), 3) UU No.42 Tahun 2009 tentang Amandemen Ketiga UU No.8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa.  Lahirnya UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah mendorong peningkatan jumlah kantor, hingga tahun 2014 mencapai 12 BUS (Bank Umum Syariah). Jumlah tersebut merupakan salah satu peluang yang dapat mendorong prospek kemajuan perbankan syariah Indonesia dalam menghadapi persaingan pasar global Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Implementasi dari UU No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (Sukuk) yaitu penerbitan sukuk oleh pemerintah yang telah menambah penempatan dana perbankan syariah dalam upaya pengelolaan likuiditas. Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadikan tantangan sebagai prospek pasar ekonomi islam dalam persaingan global. Perbankan syariah Indonesia yang saat ini dalam proses untuk berkembang dan meningkat, para nasabahnya sudah tidak melihat kepada aspek ideologi namun lebih mengandalkan aspek pemenuhan layanan dan program yang terbaik yang dibutuhkan masyarakat.
Keenam, dalam rangka promosi dan pengembangan perbankan syariah Indonesia khususnya dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), maka senantiasa diupayakan untuk membangun dan meningkatkan kerjasama dengan lembaga-lembaga domestik dan internasional secara lebih komprehensif. (Suliswanto, 2013). Beberapa kerjasama lembaga domestik yang dilakukan oleh Bank Indonesia meliputi: instansi pemerintah, orotitas fatwa, lembaga pendidikan, asosiasi industri dan profesi, serta lembaga yang memiliki peran khusus di bidang keuangan dan perbankan syariah. Berikut lembaga yang melakukan kerjasama dengan perbankan syariah Indonesia hingga akhir tahun 2013:
a.    Lembaga Khusus Terkait Keuangan dan Perbankan Syariah
1.    Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN – MUI)
2.    Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)
3.    Dewan Standar Akuntansi Syariah – Ikatan Akuntan Indonesia (DSAS – IAI)
4.    Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES)
b.    Asosiasi Indutri
1.    Asosiasi Bank Syariah Indonesia (ASBISINDO)
2.    Kompartemen Perbankan Syariah PERBANAS
3.    Indonesia Islamic Global Market Association (IIGMA)
c.    c. Asosiasi Profesi
1.    Masyrakat Ekonomi Syariah (MES)
2.    Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI)
3.    Ikatan Notaris Indonesia (INI)
4.    Forum Silaturahmi Studi Ekonomi Islam (FoSSEI)
5.    Asosiasi Akuntansi & Keuangan Syariah Indonesia (AKSI)
6.    Asosiasi Wartawan Ekonomi Syariah
d.   Lembaga Terkait Lainnya
1.    Mahkamah Agung
2.    Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
3.    Lembaga Sertifikasi Profesi Lembaga Keuangan Mikro (LSP LKM)
Selain kerjasama dengan lembaga domestik, perbankan syariah Indonesia juga melakukan kerjasama dengan lembaga internasional. Lembaga internasional tersebut seperti Islamic Development Bank (IDB), Islamic Financial Services Board (IFSB), International Islamic Financial Market (IIFM), International Islamic Liquidity Management Corporation (IILM), dan Accounting and Auditing for Islamic Financial Institution (AAOIFI).
Ketujuh, untuk memenuhi dan meningkatkan kompetensi sumber daya insani (SDI) perbankan syariah menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), maka telah dilakukan beberapa bentuk kerjasama. Kerjasama tersebut antara lain ICDIF-LPPI melalui program Pelatihan Analisa Pembiayaan Perbankan Syariah bagi BUS, UUS, dan BPRS serta program TOT (Training of Trainers) yang bekerjasama dengan universitas di Indonesia yang melibatkan dosen, mahasiswa S2, dan guru SMA. Progarm TOT yang telah dilakukan untuk mempersiapkan SDI yang memiliki wawasan global seperti program pelatihan analisa pembiayaan perbankan syariah, program untuk mendukung sosialisasi dan edukasi perbankan syariah seperti seminar, diskusi, pelatihan, penerbitan literatur.
Berkenaan dengan prospek keuangan syariah ke depan, diharapkan kondisi perekonomian global yang masih diliputi ketidakpastian tidak begitu banyak berpengaruh terhadap kondisi perbankan syariah Indonesia. Perbankan dan keuangan syariah Indonesia diyakini masih dapat berkembang dan memiliki prospek yang baik, tercermin dari pengembangan pasar yang masih besar di dalam negeri. Selain itu optimisme dunia internasional terhadap keuangan syariah Indonesia masih cukup tinggi. Hal ini tampak dari penilaian Ernst & Young dalam World Islamic Banking Competitives Report 2013- 2014 maupun UK’s Global Islamic Finance Report 2013 bahwa keuangan syariah Indonesia adalah termasuk ke dalam rapid growth market dan dynamic market, serta telah menjadi referensi pengembangan keuangan syariah yang berpotensi sebagai salah satu pendorong keuangan syariah dunia. Hal tersebut membuktikan bahwa dengan kesiapan yang besar, perbankan syariah Indonesia akan mampu MEA 2015.


SIMPULAN

Berbagai peluang dan tantangan diatas menunjukkan dibutuhkannya upaya keras dari perbankan syariah Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Mengingat adanya peluang besar untuk mengembangkan perbankan syariah Indonesia dan juga untuk menghadapi berbagai tantangan atas terlaksananya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), maka perbankan syariah Indonesia harus mampu dan yakin dalam menjalankan berbagai strategi pengembangan. Untuk itu, peran semua pihak dalam pengembangan perbankan syariah Indonesia diharapkan mampu menjadikan perbankan syariah Indonesia memiliki prospek yang baik, semakin berkualitas dan mampu bersaing dengan negara-negara ASEAN dalam menghadapi ekonomi pasar global Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.













DAFTAR PUSTAKA
Alam, Syamsul. 2015. Penulisan Artikel Ilmiah untuk Publikasi Ilmiah Melalui Jurnal. Artikel E-Buletin. ISSN April, hal.355-389.

Alamsyah, Halim. 2012. Perkembangan dan Prospek Perbankan Syariah Indonesia: Tantangan dalam Menyongsong MEA 2015. Milad Ke-8 Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI).

Badan Pusat Statistik. 2013. Laporan Tenaga Kerja Indonesia.
Direktoral Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri RI. 2009. Cetak Biru Komunitas ASEAN (ASEAN ECONOMIC COMMUNITY BLUEPRINT).

Hayat. 2014. Globalisasi Perbankan Syariah: Tinjauan Teoritis dan Praktis dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Jurnal UIN Malang. Vol. 11, No. 2, hal.293-314.

Otoritas Jasa Keuangan. 2013. Laporan Perkembangan Keuangan Syariah.
Puja, I Gusti Agung Wesaka dkk. 2012. ASEAN Selayang Pandang Edisi Ke-20. Jakarta

Takidah, Erika. 2014. Strategi Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Seminar dan Konferensi Nasional FE UNJ, 22-23 April.

Tedjasuksmana, Budianto. 2014. Potret UMKM Indonesia Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Jurnal UKWMS. ISSN No: 1978-6522.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Edisi Ke-20. Bandung: Alfabeta.

Suliswanto, Muhammad Sri Wahyuni. 2013. Kesiapan Indonesia Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Jurnal Universitas Muhammadiyah Malang.

Wangke, Humphrey. 2014. Peluang Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Jurnal P3DI. Vol. VI, No. 10/III/P3DI/Mei.

Presiden Republik Indonesia. 2008. Undang-Undang No.21 Tahun 2008 Perbankan Syariah (http://www.ojk.go.id/undang-undang-nomor-21-tahun-2008-tentang-perbankan-syariah.pdf diakses 10 Maret 2015).
World Islamic Banking Competitives Report 2013- 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar