Rabu, 25 Januari 2017

Perbandingan Motif Permintaan Uang Antara Islam Dengan Konvensional



Perbandingan Motif Permintaan Uang Antara
Islam Dengan Konvensional


Kasmia (01.133.136) Jurusan Syariah, Prodi Ekonomi Syariah semester VII, Kelompok 5 Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN) Watampone

ABSTRAK
Di dalam perekonomian modern dimana tingkat spesialisasinya tinggi, uang sangat penting peranannya untuk melancarkan kegiatan ekonomi dan transaksi atau jual beli.tingkat spesialisasi yang tinggi hanya mungkin wujud apabila pertukaran dilkukan menggunakan uang karena dengan ini pemilik uang dengan mudah membeli keperluan yang mereka perlukan. Didalam suatu permintaan uang tentu kita harus mengetahui terlebih dahulu pada permintaan uang dahulu berdasakan konvensional  dimana pada teori permintaan uang konvensional, suku bunga merupakan biaya yang digunakan untuk menjelaskan perilaku individu dalam mengelola uang kas riilnya. Pendapatan riil merupakan sumber utama bagi  seorang individu untuk membiayai pengeluaran mereka, ekspektasi terhadap besarnya pengeluaran akan dipenuhi dengan sejumlah uang kas yang siap bayar. Perbedaan dalam penggunaan variabel pengganti biaya untuk memegang kas inilah yang akan membedakan diantara teori permintaan uang yang ada.
Kata Kunci: motif, Perbandingan


PENDAHULUAN

Teori permintaan uang pada hakikatnya merupakan teori tentang alokasi sumber-sumber ekonomi yang sifatnya terbatas. Seorang yang memegang uang akan dihadapkan pada keuntungan dan kerugian dari kepemilikan suatu bentuk kekayaan. Keuntungan seseorang yang memegang uang kas akan mendapatkan tingkat liquiditas yang dapat dibelanjakan, namun ia akan dihadapkan pada kemungkinan hilangnya peluang  untuk mendapatkan uang seandainya uang tersebut diinvestasikan dalam kegiatan yang produktif.[1] Didalam suatu permintaan uang tentu kita harus mengetahui terlebih dahulu pada permintaan uang dahulu berdasakan konvensional. Dan didalam teori permintaan dari versi Keynes pada umumnya menerangkan tiga hal utama, yaitu: (1) Tujuan-tujuan masyarakat untuk meminta (menggunakan uang); (2) Faktor-faktor yang menentukan tingkat bunga; (3) Efek perubahan penewaran uang terhadap kegiatan ekonomi negara. [2]
Landasan pilosofi dari teori dasar permintaan uang ini adalah islam mengarahkan sumber-sumber daya yang ada untuk dialokasikan secara maksimum dan efesien. Permintaan uang dari ketiga mazhab ekonomi islam pada dasarnya mempunyai kesamaan dalam motif memegang uang. Dalam Islam fungsi permintaan uang hanya dikenal dua motif saja, yaitu motif transaksi dan berjaga-jaga. Karena perbuatan yang mengarah kepada motif spekulasi dilarang dalam islam maka instrumen moneter yang ada dihindarkan dari penggunaan variabel yang akan mengarahkan kepada motif spekulasi. Keberadaan instrumen pengganti suku bunga di arahkan penggunaannya terhadap uang yang memilki tujuan yang berifat penting dan mendesak serta investasi yang produktif dan efisien. Walaupun ada persamaan dalam motif untuk memegang uang, namun penggunaan variabel penjelas yang digunakan diantara ketiga mazhab adalah berbeda.[3]
Dalam motif dari permintaan uang berdasarkan konvesional dan berdasarkan islam sehingga terdapat muncul pebedaan yang terdapat pada keduanya, dalam pembahasan ini akan dikupas sesuai dengan judul makalah ini perbandingan antara keduanya.

 
PEMBAHASAN

Motif Permintaan Uang dalam Konvensional.
M V= P T
 Permintaan uang dalam konvensional terdapat 2 teori, yaitu : (1) Teori permintaan uang klasik, tercermin dalam teori kuantitas uang. Pada awalnya, teori ini diperuntuhkan untuk menerangkan peranan uang dalam perekonomian. Dengan sederhana, Irving Fisher merumuskan teori kuantitas uang sebagai berikut:


Kemudian dalam versi lain volume barang yang diperdagangkan (T) diganti dengan output riil (O) sehingga persamaan tersebut menjadi :
M P = P O = Y
 
Dalam teori kuantitas ini Irving Fisher mengamsumsikan bahwa keberadaan uang pada hakikatnya adalah flow concept. Keberadaan uang ataupun permintaan uang tidak dipengaruhi oleh suku bunga akan tetapi besar kecilnya uang akan ditentukan oleh kecepatan perputaran uang (velocity of money).
Pada saat hampir bersamaan,Marshal dan Pigou dari universitas cambridge juga mengembangkan formulasi yang hampir sama, namun pada hakikatnya berbeda. Formulasi teori kuantitas versi cambridge seperti tersebut dibawah ini:

 M = k P O
M = k.Y


mm
m

 




Md = k P O = k Y
Dimana k = 1/ v

           
Secara sistematik, formula Marshal ini sama dengan formula Irving Fisher, namun mempunyai filosofi yang berbeda. Marshal-figou menyatakan bahwa keberadaan k sebagai turunan dari 1/v merupakan tingkat keinginan seseorang untuk menyimpan sebagian kekayaannya dan penyimpanan uang adalah satu kekayaaan yang dimiliki oleh seorang individu. Oleh karena itu, ia menganggap bahwa uang adalah salah satu cara untuk melakukan penyimpanan kekayaan, sehingga keberadaan uang dalam teori cambridge adalah stock concept.
Karena uang juga difungsikan sebagai alat untuk menyimpan kekayaan (stote of wealth), maka seorang individu akan menentukan individual choice-nya didalam memelihara komposisi kekayaan yang dimilikinya, apakah akan disimpan dalam wujud bonds, di stock, atau di money dan lain-lain. Dalam perkembangannya teori cambridge kemudian dijabarkan oleh keynes. Penjebaran keynes kemudian melahirkan Mazhab keynesian ini pada dasarnya adalah penjabaran dari individual choice versi Marshal pigou. (2) teori permintaan uang keynes, penjabaran keynes tentang individual choice Marshall-pigou adalah keinginan seseorang untuk mengatur uang atau asetnya yang dipengaruhi oleh tiga hal yaitu: Money demand for transaction ditentukan oleh tingkat pendapatan, Money demand for precautionary ditentukan oleh tingkat pendapatan , Money demand for speculation  ditentukan oleh tingkat suku bunga. Secara matematis dirumuskan:
Mdtr  = f (Y)
Mdpre = f (Y)
Mdsp = f (Y)



= P T
 




                                            
Menurut keynes besarnya permintaan uang dapat dikelompokan dalam tiga motif, yaitu: (a) motif transaksi ( transactionary motive), yang merupakan permintaan uang yang timbul karena adanya kebutuhan untuk membayar transaksi biasa. Fungsi uang alam motif pertama ini lebih berfungsi sebagai medium of exchange dari transaksi keuangan rumah tangga, industri ataupun pemerintah untuk semua barang dan jasa dalam jangka pendek. Secara agregat kebutuhan untuk transaksi dapat dikelompokkan untuk memenuhi dari transaksi di komsumsi, investasi, ekspor-impor dan pengeluaran pemerintah. Kapasitas untuk memnuhi kebutuhan transaksi dalam jangka pendek relatif sedikit dibandingkan dengan motif yang lain, (b) motif berjaga-jaga (precautionary motive), permintaan akan uang untuk tujuan memenuhi kemungkinan-kemungkinan  yang tidak terduga, [4] Disamping untuk membiayai transaksi uang diminta pula oleh masyarakat untuk menghadapi keadaan kesusahan atau masalah penting lain di masa depan. Uang yang disisahkan untuk tujuan ini dinamakan permintaan uang untuk berjaga-jaga. Masa depan adalah masa adalah keadaan yang tidak boleh diramalkan. Ada kalanya masa dean lebih baik dan ada kalanya masa depan akan sangat buruk. Untuk menghadapi masa depan yang tidak menentu,sebagian masyarakat meminta uang untuk menghadapai masa depan yang tidak menentu. Seperti ada anggota keluarga yang sakit,kehilangan pekerjaan dan kehilangan kemampuan untuk bekerja. Disamping itu uang digunakan untuk mewujudkan kesejahtraan keluarga yang lebih baik.[5]  (c) motif spekulatif (speculative motive), atau kebutuhan untuk memenuhi kemungkinan yang tak terduga, motif ini lebih bersifat untuk mendapatkan keuntungan dari adanya peluang dalam pasar komoditi, stock market, financial market, dan foreig exchange. Namun tidak semua pelaku ekonomi akan menciptakan kebutuhan ketiga ini.  
Dari motif ketiga inilah suku bunga sebagai biaya opportunity muncul, dimana semakin tinggi suku bunga maka semakin rendah permintaan uang untuk spekulatif begitu juga sebaliknya. Alasannya adalah: pertama, apabila tingkat suku bunga tinggi, berarti biaya alternatif untuk memegang uang adalah tinggi. Biaya alternatif yang tinggi akan menyebabkan kebutuhan akan saldo spekulatif berkurang. Sebaliknya semakin kecil tingkat suku bunga maka, semakin besar keinginan masyarakat untuk keuntungan dari peluang pasar komoditi, stock market, finacial market, dan lain-lain akan menjadi murah. Dengan demikian, masyarakat akan cenderung lebih berani untuk menambah saldo spekulatif. Kedua, hipotesis keynes bahwa masyarakat menganggap adanya tingkat suku bunga normal. Tinggat bunga normal artinya suatu tingkat dimana suku tidak akan berada pada level irasional, sehingga setiap kali ada perubahan bunga maka diharpkan akan kembali pada level yang dianggap wajar. Tingkat bunga normal pada level yang rendah mengakibatkan perrmintaan uang akan menjadi elastis sempurna atau terjadinya fenomena likuiditi trap. Pada kondidi likuiditi trap masyarakat tidak akan memegang kekayaannya dalam surat berharga sehingga semuanya akan diwujudkan dalam bentuk uang kas.
Permintaan uang merupakan permintaan akan saldo riil, dimana permintaan seseorang untuk saldo riil tidak berubah apabila harga berubah. Permintaan uang untuk saldo riil/real belances (Md/P) ditentukan oleh besarnya pendapatan riil (Y) serta biaya opportunity yaitu suku bunga (r) sebab, permintaan uang untuk spekulasi merupakan bagian dari kekayaan total atau sering disebut sebagai “ asset demand for mone”, maka secara matematis formula keynes untuk permintaan uang dapat dituliskan sebagai berikut:
 Md   = Æ’(Y; r)
               P
Md =[ kY + λ(r) w] P


Karena analisis keynes adalah analisis jangka pendek, maka W dianggap tetap tidak berubah, sehingga dapat dituliskan sebagai berikut:
Md = kY + λ(r)

 
Md/P berbading lurus dengan riil income (Y) dan berbandig terbalik dengan suku bunga (r). Alam teori keynes, kedua variabel ini merupakan sentra pokok dalam penentuan besarnya permintaan uang yang diharapkan akan mampu membawa perekonomian dalam pengalokasiansumber daya yang efesien, investasi yang produktif dan terealisasikannya kesejahteraan sosial.
Kurva permintaan uang untuk spekulasi bersifat elastis dengan kemiringan negatif ke kanan. Sehingga hubungan antarabesarnya permintaan uang untuk motif spekulasi ini berbanding terbalik dengan tingginya tingkat suku bunga. Dengan demikian, adanya mis-alokasi permintaan uag yang diarahkan kepada motif berspekulasi semata-mata haya dipengaruhi oleh keberadaan suku bunga. Penghapusan secara revolusioner dari keberadaan bunga akan menghilangkan motif permintaan uang untuk spekulasi dan akan mengantarkan keseimbangan moneter tercipta hanya dari pertemuan  money supply dengan money demand for transaction[6]
 Dalam ekonomi modern,di mana institusi keuangan sudah berkembang, masyarakat menggunakan pula uangnya untuk tujuan spekulasi,yaitu disimpan atau digunakan untuk membeli surat-surat berharga seperti obligasi pemerintah,saham perusahaan dan treasury bill. Dalam menggunkan uang untuk tujuan spekulasi ini,suku bunga atau dividen yang diperoleh dari memiliki surat-surat berharga tersebut sangat penting dalam menetukan menentukan besarnya jumlah uang yang diminta. Apabila suku bunga ataau dividen surat-surat berharga itu tinggi,masyarakat akan menggunakan untuk membeli surat-surat berharga tersebut. Akan tetapi apabila suku bunga dan tingkat pengembalian modal rendah,mereka akan lebih suka menyimpan uangnya daripada membeli surat-surat berharga.[7]
Masyarakat meminta (memegang) uang adalah untuk tiga tujuan yaitu untuk tujuan transaksi,untuk tujuan berja-jaga dan untuk spekulasi. Memegang untuk membayar transaksi merupakan tujuan megang uang yang paling penting. Tinggi rendahnya permintaan uang tergantung pada frekuensi transaksi perdagangan dan jasa.[8]

Teori Permintaan Uang dalam Islam.
Dalam Teori Permintaan uang dalam islam terdapat tiga mashab yang menjelaskannya: (1) Permintaan uang Mazhab Iqtishaduna. Permintaan uang hanya ditujukan untuk dua tujuan pokok, yaitu transaksi dan berjaga-jaga atau untuk investasi. Secara matematik formula permintaan uang dapat dituliskan sebagai berikut:
Md = Mdtrans + Mdprec
 
Permintaan uang untuk transaksi merupaka fungsi dari tingkat pendapatan yang dimiliki oleh seseorang. Dimana semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang maka permintaan uang untuk memfasilitasi transaksi barang dan jasa juga aka meningkat.
Fungsi permintaan uang untuk motif berjaga-jaga (meliputi juga permintaan uang untuk investasi dan tabungan). Ditentukan oleh besar kecilnya harga barang tangguh untuk pembelian barang tidak tunai.[9] (2) Mazhab Mainstrem, seperti halnya pada mazhab pertama dimana permintaan uang dalam islam hanya dikategorikan dalam dua hal yaitu permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga. Perbedaan baru terlihat diantara mazhab ini setelah kita membicarakan bagaimana perilaku permintaan uang untuk motif berjaga-jaga dalam islam dan pariabel apa yang mempengaruhi motif berjaga-jaga ini.
Landasan pilosofi dari teori dasar permintaan uang ini adalah islam mengarahkan sumber-sumber daya yang ada untuk dialokasikan secara maksimum dan efesien. Pelarangan hoarding money atau penimbunan kekayaan merupakan kejahatan penggunaan uang yang harus diperangi. Pengenaan pajak terhadap aset produktif yang menganggur merupakan strategi utama yang digunakan oleh mazhab ini. Dues of idle cash atau pajak atas aset produktif yang menganggur bertujuan untuk mengalokasikan setiap sumber dana yang ada pada kegiatan usaha produktif.
Pengenaan kebijakan ini akan berdampak pada pola permintaan uang untuk motif berjaga-jaga. Semakin tinggi pajak yang dikenakan terhadap aset produktif yang di anggurkan maka permintaan terhadap aset ini akan berkurang. Secara sederhana dapat dianalogikan sebagai berikut, ahmad yang memiliki kekayaan berupa tanah dan kemudian tanah tersebut hanya dianggurkan saja sehingga tidak ada nilai tambah dari kekayaannya, maka kebijakan yang dikenakan terhadap ahmad agar tanah tersebut memiliki nilai tambah adalah mendorong ahmad untuk bersedia mengelola kekayaannya pada kegiatan yang produktif. Instrumen yang digunakan adalah pajak terhadap pengangguran tanah tersebut. Sehingga ahmad akan terkena risiko pembayaran pajak apa bila tanah miliknya tetap ianggurkan.
Secara matematis, pemintaan uang untuk mazhab kedua ini dapat dirumuskan sebaai berikut:

Md          = Mdtrans + Mdprec
Mdtrans      = Æ’ (Y)
Mdprec&inv= ƒ (Y, µ)

 
Tingkat dues of idle fuend diwkil oleh nilai µ,semakin tinggi tingkat nilai µ maka semakin kecil permintaan uang untuk motif berjaga-jaga karena pada tingkat µ yang tinggi biaya risiko yang harus dikeluarkan untuk membayar pajak terhadap uang kas tersebut menjadi naik.dalam kondisi seperti ini seseorang akan berusaha memperkecil pajak yang dia bayarka kepada pemerintah dengan cara mengurangi  kekayaan yang idle.begitu juga sebaliknya apabila nilai µ relatif rendah,maka memegang atau menyimpan uang kas relatif tidak memiliki risiko yang tinggi.
Tinggi rendahnya tingkat risiko menyimpan uang kas (Ω) dipengaruhi oleh besarnya dues of idle fund (µ) dikurangi dengan risiko investasi (ѱ).

Ω = µ -ѱ


Dalam persamaan dibawah ini kita dapat tuliskan bahwa variabel pendapatan (Y) berbanding positif dengan banyaknya permintaan uang dan berbanding terbalik dengan nilai pajak yang dikenakan terhadap aset atau kekayaan yang dianggurkan (µ).

Md = ƒ (Y+, µ -)
                                                       [10]

(3) Mazhab Alternatif,permintaan uang dalam mazhab ketiga ini,sangat erat kaitannya dengan konsep endogenois uang dalam islam.  Teori endogenous dalam islam secara sederhana  dapat diartikan bahwaa keberadaan uang pada hakikatnya adalah representasi dari volume transaksi yang ada dalam sektor riil. Teori inilah yang kemudian menjebatani dan tidak mendikotomikan antara pertumbuhan uang di sektor moneter dan pertumbuhan nilai tambah uang di sektor riil.
Islam menganggap bahwa perubaha nilai tambah ekonomi tidak dapat didasarkan semata-mata pada perubahan waktu. Nilai tambah uang terjadi jika dan hanya jika ada pemanfaatan secara ekonomis selama uang tersebut dipergunakan. Sehingga tidak selalu nilai uang harus bertambah walau waktu terus bertambah, akan tetapi nilai tambahnya akan tergantung dari hasil yang diusahakan dengan uang itu. Secara makroekonomi, nilai tambah uang dan jumlahnya hanyalah representasi dari perubahan dan pertambahan di sektor riil. Konsep inilah yang kemudian menjadikan landasan sistem moneter Islam selalu berpijak pada sektor mikroekonomi.
Permintaan uang menurut M.A choudhury adalah representasi dari keseluruhan kebutuhan transaksi dalam sektor riil. Semakin tinggi kapasitas dan volume sektor riil meningkat, maka permintaan uang pun akan meningkat. Variebel-variabel yang memengaruhi permintaan uang meliputi varibel-variabel sosio-ekonomi (X), kebijakan pemerintah dalam regulasi ekonomi (Y), dan informasi objektif masyarakat akan kondisi riil perekonomian. Tidak seperti halnya teori exogenous, uang pengaruhi odalam literatur konvensional dianggap bahwa permintaan ang dan penawaran uang dipengaruhi oleh suku bunga. Permintaan uang dan penawaran uang dalam mazhab ini dipengaruhi oleh besarnya profit sharing  atau  expected rate of profit. Tinggi rendahnya expected rate of profit  ini merupakan representasi dari prospek pertumbuhan ekonomi aktual ekonomi.
Expected rate of profit merupakan harapan keuntungan yang bisa didapatkan dari menginvestasikan uang di sekto riil. Peningkatan investasi berarti penurunan permintaan uang kas yang disimpan. Apabila expected rate of profit yang akan didaptkan dari kegiatan investasi di sektor riil meningkat, maka penawaran investasi juga akan meningkat. Tingginya penawaran investasi akan menyebabkan penurunan jumlah uang kas riil yang dipegang masyarakat. Artinya penigkatan expected rate of profit menjadikan orang berkeyakinan bahwa pemegang uang kas yang berlebih mengandung kerugian akan hilangnya kesempatan untuk mendapatkan keuntungan bisnis. Akibatnya, seseorang akan menyesuaikan berapa besar permintaan uang kas riil yang dipegang terhadap besarnya expected rate of profit.
Permintaan uang sebagai manifestasi dari aktual kapasita transaksi sektor riil adalah penjumlahan dari totalpermintaan uang oleh individu atau lembaga keuangan:Ï€ mewakili tingkat keuntungan, y adalah pendapatan riil, p adalah tingkat harga-harga atau inflasi, rb menunjukkan ratio profit-sharing antara  shahibul mal  dan mudharib dalam bentuk bank (b) atau lembaga keuangan (b). S adalah total keuangan pengeluaran nasional. R= reserve requirement yang dikeluarkan oleh bank sentral kepada bank-bank umum. Variabel bebas y, pendapatan riil yang dimiliki oleh seorang individu akan berhubungan secara positif dengan banyaknya permintan uang. Sedangkan variabel independent p, dimana p adalah harga-harga atau inflassi mempunyai hubungan yang berbanding terbalik dengan banyaknya permintaan uang. Semain tinggi harga barang secra umum/inflasi, maka orang akan cenderung memilih untuk menyimpan uangnya dalam bentuk barang. Sehingga, ketika inflasi meningkat, maka permintaan uang akan turun. Bersamaan dengan itu, permintaan akan kepemilikan barang akan meningkat. S, sebagai variabel pengeluaran nasional berhubungan secara positif dengan permintaan uang. Sedangkan X, dan Y, masing-masing adalah variabel untuk sosio-ekonomi dan kebijakan pemerintah. Ó¨ sebagai induced-knowledge adalah pengetahuan masyarakat akan kondidi objektif dari tiap-tiap variabel. Kualitas pengethuan ini akan berpengaruh terhadap besaran permintaan uang yang diinginkan oleh seorang pelaku ekonomi. [11]

Perbandingan Permintaan Uang Antara Konvensional Dan Islam
Berdasarkan pembahasan sebelumnya didalam motif permintaan uang konvensional terdapat tiga motif yaitu: (a) motif transaksi (transactionary motive), (b) motif berjaga-jaga (precautionary motive), dan (c) motif spekulatif (speculative motive), sedangkan  motif permintaan uang dalam islam hanya dua saja yaitu motif transaksi dan motif  bserjaga-jaga. Sehingga muncul perbedaan diantara konvensional dan islam.
 Spekulasi dalam pengertian keynes, tidak pernah ada dalam ekonomi islam , karena permintaan uang dalam untuk spekulasi ditentukan oleh besar tingkat suku bunga yang ditawarkan.[12] Dalam teori keynes telah dikenal bahwa adanya permintaan spekulatif akan uang pada dasrnya dipengaruhi oleh keberadaan suku bunga (the teory of luquidity preference),pergerakan suku bunga refleksi pergerakan permintaan uang untuk spekulatif. Semakin tinggi permintaan uang untuk spekulatif maka semakin rendah tingkat bunga yng berlaku dipasar. Begitu juga sebaliknya, apa bila permintaan spekulatif menurun maka tingkat suku bunga akan relatif meningkat. Penghapusan suku bunga dan adanya kewajiban pembayaran pajak atas biaya produktif yang menanggur dalam manajemen moneter islam akan menghilangkan insentif orang untuk memegang uang yang menganggur (idlefun).[13] Sehingga permintaan uang untuk tujuan spekulasi menjadi nol dalam ekonomi islam. Oleh karena itu permintaan uang dalam ekonomi islam berhubungan dngan tingkat pendapatan. Keperluan uang tunai yang dipegang dalam jangka waktu penerimaan pendapatan dan pembayarannya. Besarnya persediaan uang tunai akan berhubungan dengan tingkat pendapatan dan frekuensi pengeluaran. Jika seseorang menerima pendapatan dalam bentuk uang tunai dan dalam waktu bersamaan dikeluarkan juga secara tunai, maka tidak perlu memegang uang untuk tujuan transaksi. Disini tidak ada interval waktu untuk menjembatanginya. Dalam hubungannya dengan kebutuhan pribadi, sesungguhnya persediaan uang tunai yang dipegang akan lebih besar dari proporsi dalam interval antara penerimaan dan pendapatan. Seorang yang mendapat bayaran bulanan akan memerlukan persediaan uang tunai yang rata-rata lebih besar dibandingkan dengan seseorang yang mendapat bayaran harian, dengan asumsi bahwa perilaku konsumsi mereka sama.
Analisis yang sama dapat digunakan untuk perusahaan yang memerlukan uang tunai sebagai penghubung antara pengeluaran bahan baku dan peneriamaan dari penjualan produk dalam bentuk tunai. Kebutuhan uang tunai tersebut akan berubah dalam interval waktu dan tingkat aktivitas usaha. Pembayaran dari seorang pengusaha kepada pengusaha yang lain akan berubah menurut tingkatan proses produksi dan tingkat integrasi dalam perekonomian dengan anggapan hal-hal lain tetap, meningkatkan integrasi ini, menurunka permintaan uang tunai.
Motivasi muncul karena individu dan perusahaan menganggap perlu memegang uang tunai diluar apa yang diperlukan untuk transaksi, guna memenuhi kewajiban dan berbagai kesempatan yang tidak disangka untuk pembelian dimuka.
Namun bagi seorang muslim, tedensi memegang uang tunai untuk motivasi berjaga-jaga amat terbatas. [14]Atau dengan kata lain untuk berjaga-jaga hanya dibenarkan dengan jumlah yang terbatas. Terbatasnya jumlah uang untuk berjaga-jaga ini tidak terlepas dari kepercayaan seorang muslim akan janji Allah di Al-Quran bahwa Allah akan menjami rezeki mereka. Bahkan, Rasulullah mencontohkanlewat sikapnya yang tidak pernah menyimpan sesuatu apapun. Bahkan dalam dalam suatu hadist dikatakan bahwa Rasulullah tidak bisa tidur jika terdapat uang dinar di kantongnya. [15]
Jumlah uang tunai yang diperlukan dalam ekonomi islam hanya berdasarkan motivasi untuk transaksi dan berjagajaga merupakan fungsi dari tingkat pendapatan, pada tingkat tertentu di atas yang telah di tentukan zakat atas aset yang kurang produktif. [16]
Permintaan uang dari ketiga mazhab ekonomi Islam pada dasarnya memiliki kesamaan dalam motif memegang uang. Dalam Islam, teori yang
berkembang saat ini, fungsi permintaan uang hanya terdiri dari dua motif saja, yaitu motif transaksi dan motif berjaga-jaga. Sedangkan permintaan uang untuk motif spekulasi, menurut ketiga mazhab tersebut dilarang. Oleh sebab itu instrumen moneter yang ada dihindarkan dari penggunaan variabel yang akan mengarah kepada motif spekulasi
. Keberadaan instrumen pengganti suku bunga diarahkan penggunaannya terhadap uang yang memiliki tujuan yang bersifat penting dan mendesak serta investasi yang produktif dan efisien. Walaupun ada persamaan dalam motif untuk memegang uang, namun penggunaan variabel penjelas yang digunakan diantara ketiga mazhab adalah berbeda. Mazhab Iqtishaduna berpendapat bahwa permintaan uang adalah fungsi dari tingkat rasio harga tangguh terhadap harga tunai (Pt/Po). Sedangkan mazhab ketiga
menjelaskan bahwa permintaan dan penawaran uang adalah satu fungsi yaitu M, dan variabel yang mempengaruhinya adalah: variabel kebijakan pemerintah, variabel sosio ekonomi, knowledge-induced variabel. Instrumen yang digunakan sebagai financial intermediary adalah profit sharing atau expected rate of profit. [17]

PENUTUP
Berdasarkan materi diatas motif permintaan uang dalam konvensional terdapat 2 , yaitu : (1) Teori permintaan uang klasik, tercermin dalam teori kuantitas uang. Dan (2) Teori permintaan uang keynes, yang pada teori ini memiliki tiga motif yaitu, motif transaksi (transactionary motive), motif berjaga-jaga (precautionary motive), dan motif spekulatif (speculative motive).
Di dalam Pembahasan permintaan uang dalam Islam terdapat tiga mazhab yaitu: (1) Permintaan uang Mazhab Iqtishaduna. Permintaan uang hanya ditujukan untuk dua tujuan pokok, yaitu transaksi dan berjaga-jaga. (2) Mazhab Mainstrem, seperti pada mazhab sebelumnya mazhab Mainstrem juga menjelaskan 2 motif permintaan uang dalam islam yaitu, transaksi dan berjaga-jaga. (3) Mazhab Alternatif, permintaan uang dalam mazhab ketiga ini,sangat erat kaitannya dengan konsep endogenois uang dalam islam.  Teori endogenous dalam islam secara sederhana  dapat diartikan bahwa keberadaan uang pada hakikatnya adalah representasi dari volume transaksi yang ada dalam sektor riil.
Pada pembahasan terakhir dalam makalah ini yaitu perbandingan motif permintaan uang antara Konvensional dengan Islam dapat disimpulkan bahwa Islam tidak membenarkan motif spekulasi , karena permintaan uang dalam untuk spekulasi ditentukan oleh besar tingkat suku bunga yang ditawarkan, sehingga permintaan uang untuk tujuan spekulasi menjadi nol dalam ekonomi islam. Motif berjaga-jaga, meskipun dibenarkan namun tidak berlebihan dari perkiraan biaya transaksi yang mungkin akan muncul. Atau dengan kata lain untuk berjaga-jaga hanya di benarkan dengan jumlah yang terbatas.


 

DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman A.Karim, Ekonomi Makro Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: PT.Raja Gafindo Persada, 2012.
Karim, Adiwarman A, “Ekonomi Mikro Islam”, (Jakart: PT Raja Grafindo Persada, 2007),
M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-dasar Ekonomi Islam, Solo: PT ERA ADICETRA INTERMEDIA, 2011.
Misanam, Munrokhim, Ekonomi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada: 2009.
Munrokhim Misanam, dkk., Ekonomi Islam (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2008).
Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2004).

Nurul Huda, Ekonomi Makri Islam, Jakarta: Kencana, 2009.
Sadono Sukirno, Makroekonomi Teori Pengantar, Jakarta:Rajawali Pers,2010.
Sadono Sukirno, Pengantar Teori Mikroekonomi (Jakarta: Rajawali Press, 2002).




[1] Sadono Sukirno,Makroekonomi Teori Pengantar,(Jakarta:Rajawali Pers,2010).h.300.
[2] Adiwarman A.Karim, Ekonomi Makro Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2014),  h.83.
[3] Ibid, h.186.
[4] Ibid., h. 181
[5] Sadono Sukirno, Makroekonomi ..., h. 301.
[6] Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro.. , h. 182
[7] Sadono Sukirno, Makro Ekonomi...., h. 301.
[8] Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: PT.Raja Gafindo Persada, 2012), h.164.
[9] Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro... , h. 187.
[10] Ibid, h. 189
[11] Ibid, h. 191
[12] M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-dasar Ekonomi Islam (Solo: PT ERA ADICETRA INTERMEDIA, 2011), h. 121.
[13] M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-dasar..., h. 198
[14] Nurul Huda, Ekonomi Makri Islam (Jakarta: Kencana, 2009),  h.95.
[15]  Ibid, h. 147.
[16] Ibid, h.95.
[17] Sadono Sukirno, Makroekonomi Teori Pengantar, (Jakarta:Rajawali Pers,2010) h.30-32.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar