Rabu, 25 Januari 2017

PERANAN AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN PADA BANK SYARIA DALAM PENGENDALIAN MANAJEMEN


PERANAN AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN PADA BANK SYARIA DALAM PENGENDALIAN MANAJEMEN
Muhammad Asrar
(Mahasiswa STAIN Watampone
Prodi Ekonomi Syariah Jurusan Syariah dan Ekonomi
Email: muhammadasrar90@gmail.com)

Abstrak: Bentuk pertanggungjawaban manajemen ini disetiap bank syariah merupakan hal yang perlu diperhatikan. Pertanggungjawaban perlu diupayakan karena hal ini untuk melindungi aktiva dari pencurian, penggelapan, penyalahgunaan atau penempatan aktiva pada lokasi yang tidak tepat. Sehingga, setiap manajemen lini bank syariah perlu menggunakan akuntansi pertanggung jawaban sebagai control dalam pengendalian manajemen. Akuntansi pertanggungjawaban di perbankan syariah hadir karena adanya bentuk desentralisasi tanggungjawab dan wewenang yang diterapkan oleh top manajemen bank syariah tersebut. Penerapan akuntansi pertanggungjawaban di bank syariah pada setiap manajer lini bank syariah tersebut dapat memberikan laporan pertanggungjawaban agar top manajemen dapat mengetahui  informasi yang akurat berkenaan denga  efektifitas dan efisiensi serta keadaan bank yang dipimpinnya. Sehingga top manajemen dapat membuat suatu keputusan bisnis yang tepat demi eksistensi bank syariah di masa yang akan datang.
Kata Kunci :  Akuntansi Pertanggungjawaban, Desentralisasi dan Manajemen Lini
Pendahuluan
Pertanggungjawaban dilakukan setiap individu, hisab harus dijalani bagi setiap pribadi seseorang. Sabda Rasulullah SAW yang artinya: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin bertanggungjawab terhadap rakyatnya”. Dan dalam firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Lukman ayat 33 yang artinya; “Hai, manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari nanti yang (pada) hari itu seorang bapak tidak dapat menolong anaknya, dan seorang anak tidak pula dapat menolong bapaknya sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakanmu dalam mentaati Allah.”[1]
Setiap perbuatan manusia pasti akan diminta pertanggungjawabannya. Kemudian, bagaimana kaitannya pertanggungjawaban dalam sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi konvensional?, tentunya dalam praktek ekonomi Islam perlu sekali banyak kajian, hal ini dikarenakan sistem ekonomi Islam memberikan kebebasan individu dalam berekonomi sehingga perlu penjelasan yang kompleks dalam penerapan pertanggungjawaban di dunia ekonomi konvensional. Dan juga Islam mewajibkan para pengusaha untuk berbuat adil, jujur dan amanah demi terciptanya kebahagiaan manusia (falah) dan kehidupan yang baik (hayatan thayyibah) yang sangat menekan ukhuwah, keadilan sosioekonomi, dan pemenuhan kebutuhan spiritual umat manusia.[2]
Aplikasi pertanggungjawaban dalam akuntansi perbankan syariah, mutlak diperlukan. Hal ini dikarenakan peraturan Bank Indonesia yang mewajibkan setiap bank harus memiliki seorang direktur kepatuhan yang bertugas memastikan bahwa segala keputusan dan tindakan manajemen tidak melanggar ketentuan hukum dan peraturan perundangan yang berlaku.[3]
Oleh karena itu, penulis tergugah untuk memberikan deskripsi singkat dalam tulisan ini tentang peranan akuntansi pertanggungjawaban pada bank syariah dalam pengendalian manajemen pada bank syariah agar tercapai efektifitas dan efisiensi. Dengan memberikan penjelasan berkenaan penerapan akuntansi pertanggungjawaban dalam sistem bank syariah.
Manajemen Bank Syariah
            Konsistensi dalam pencapaian tujuan manajemen haruslah didukung oleh proses perencanaan yang baik. Allah berfirman yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan rencanakanlah masa depanmu. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Tau atas apa-apa yang kalian perbuat.” (QS 59:18)
            Suatu perencanaan yang baik dalam sistem bank syariah dilakukan melalui berbagai proses kegiatan yang meliputi forecasting, objective,policies, programmes, procedures dan budget.
            Kompleksnya perencanaan pada bank syariah tersebut memberikan dampak dalam pengambilan keputusan manajemen dalam bank syariah, salah satunya dengan mendelegasikan tanggungjawab dan wewenang ke tingkat bawahan. Pendelegasian tanggungjawab dan wewenang ini bukanlah tanpa risiko, sehingga diperlukan alat kontrol agar manajemen tetap berjalan dengan baik hal ini sesuai dengan peraturan Bank Indonesia yang mengharuskannya suatu bank memiliki complience director.
            Pendelegasian tanggung jawab dan wewenang dalam tingkatan manajemen memunculkan berbagai tingkat tanggung jawab dan wewenang dalam unit kerja bank syariah. Sehingga, top manajemen  bank syariah perlu menerapkan akuntansi pertanggungjawaban agar didapatkan suatu kendali terhadap tanggung jawab dan wewenang pada tiap lini manajemen bank syariah. Upaya pengendalian yang dijalankan ini bagian dari sistem pengendalian manajemen bank syariah yang dikembangkan untuk membantu top manajemen dalam mengendalikan kegiatan mansjemen lini bank syariah. Pelaksanaan pengendalian yang dilakukan melalui penerapan akuntansi pertanggungjawaban adalah menggariskan secara jelas hubungan satu bagian dengan bagian lainnya dalam manajemen bank syariah, dan juga dengan pertanggungjawaban dari masing-masing tingkatan manajemen secara terinci.
Akuntansi Pertanggungjawaban Bank syariah
            Konsep pertanggungjawaban merupakan bagian dari akuntansi manajemen, dimana disajikan informasi akuntansi yang menekankan pada pertanggungjawaban  kegiatan-kegiatan tingkat manajemen lini bank syariah. Semakin besar bank syariah tersebut, maka akan semakin besar juga masalah perencanaanya, dan semkin rumit melakukan pengendalian terhadap aktivitas manajemen lini bank syariah. Oleh karena itu, banyak top manajemen syariah yang mulai mendesentralisasikan sebagian tanggungjawab dan wewenangnya pada manajemen lini bank syariah. Ini berarti sebagian kecil kekuasaan dipegang pimpinan, sedangkan sebagian besar kekuasaanya didelegasikan kepada bawahannya.[4]
            Ada 3 (tiga) alasan mengapa top manajemen perlu mendesentralisasikan tanggung jawab dan wewenangnya, yaitu:
1.      Banyaknya pekerjaan seorang top manajemen , sehingga tidak memungkinkan untuk dikerjakan oleh top mnajemn tersebut.
2.      Mengikutsertakan manajemen lni atau bawahan serta memberikan kesempatan dalam menunjukkan prestasinya di perusahaan.
3.      Perlunya regenerasi sumber daya manusia untuk menggantikan top manajemen apabila top manajemen tidak lagi dalam perusahaan tersebut.
Walaupun ada tanggungjawab yang didelegasikan oleh top manajemen kepada manajemen lini, namun otoritas top manajemen tetap dipertahankan. Sebagai konsekuensi dari orang yang menerima tanggungjawab, harus mempertanggungjawabkan wewenang tersebut kepada top manajemennya. Tanggung jawab ini menjadi suatu kewajiban untuk melaksanakan wewenang yang dilimpahkan, dimana terjadi pelimpahan suatu peranan perorangan atau dalam kelompok untuk berperan dalam kegiatan.
Munculnya tanggung jawab merupakan akibat dari pelimpahan wewenang, dimana orang yang menerima wewenang mempunyai suatu kewajiban untuk melaksanakan serangkaian tindakan, sesuai dengan batas wewenang yang diberikan, kemudian mempertaggungjawabkan kepada top manajemen yang memberikan wewenang tersebut. Sehingga diperlukan sistem dalam upaya penilaian pertanggungjawaban terhadap pendelegasian tanggungjawab dan wewenang.
Akuntansi pertanggungjawaban merupakan sistem atau alat yang dipakai pada suatu bank konvensional maupun bank syariah untuk mengendalikan biaya, karena dalam akuntansi pertanggungjawaban biaya-biaya diakumulasikan dan dilaporkan dalam suatu pusat pertanggungjawaban tertentu. Pelaporan akuntansi secara periodik mampu untuk menilai tanggungjawab (kemampuan pendelegasian wewenang yang telah diberikan). Berikut pengertian akuntansi pertanggungjawaban, seperti yang dikemukakan oleh Hansen & Mowen: “akuntansi pertanggungjawaban adalah sistem yang mengukur berbagai hasil yang dicapai oleh setiap pusat pertanggungjawaban menurut informasi yang dibutuhkan oleh para pimpinan untuk mengoperasikan pusat pertanggungjawaban mereka”[5]
Sedangkan menurut L. M Samryn: “Akuntansi pertanggungjawaban merupakan suatu sistem akuntansi yang digunakan untuk mengukur kinerja setiap pertanggungjawaban sesuai dengan informasi yang dibutuhkan pimpinan untuk mengoperasikan pusat pertanggungjawaban mereka sebagai bagian dari sistem pengendalian manajemen.”[6]
Sedangkan menurut Mulyadi:
Akuntansi pertanggungjawaban adalah suatu sistem yang disusun sedemikian rupa sehingga pengumpulan dan pelaporan biaya dan penghasilan dilakukan dengan bidang pertanggungjawaban dalam organisasi dengan tujuan agar dapat ditunjuk orang atau kelompok yang bertanggungjawab terhadap penyimpangan dari biaya dan penghasilan yang dianggarkan.”[7]
Penerapan Akuntansi Pertanggungjawaban Bank Syariah
            Dari pengertian akuntansi pertanggungjawaban di atas, dapat ditafsirkan bahwa penerapan akuntansi pertanggungjawaban memiliki syarat-syarat dalam penerapannya:
1.      Struktur Bank Syariah
Dalam akuntansi pertanggungjawaban struktur bank syariah harus menggambarkan aliran tanggung jawab, wewenang dan posisi yang jelas untuk setiap manajemen lini dari setiap tingktan manajemen serta menggambarkan pembagian tugas yang jelas pula. Dimana manajemen bank syariah tersusun sedemikian rupa sehingga tanggungjawab dan wewenang setiap pimpinan manajemen lini jelas.
2.      Budget
Dalam akuntansi pertanggungjawaban setiap pusat pertanggungjawaban atau setiap tingkatan manajemen lini harus ikut serta dalam penyusunan anggaran karena anggaran merupakan gambaran rencana kerja para pimpinan manajemen lini yang akan dilaksanakan dan sebagai dasar dalam penilaian kinerjanya.
3.      Penggolongan Biaya
Karena tidak semua biaya yang terjadi dalam suatu bagian dapat dikendalikan oleh top manajemen, maka hanya biaya-biaya terkendalikan yang harus dipertanggungjawabkan oleh top manajemen. Pemisahan biaya dalam biaya terkendalikan[8] dan biaya tak terkendalikan[9] perlu dilakukan dalam akuntansi pertanggungjawaban bank syariah.
4.      Sistem Akuntansi Biaya
Oleh karena biaya yang terjadi akan dikumpulkan untuk setiap tingkatan pimpinan manajemen lini maka biaya harus digolongkan dan diberi kode sesuai dengan tingkatan manajemen lini yang terdapat dalam struktur bank syariah. Setiap tingkatan manajemen lini merupakan pusat biaya dan akan dibebani dengan biaya –biaya yang terjadi didalamnya yang dipisahkan antara biaya terkendalikan dengan biaya tidak terkendalikan. Kode perkiraan diperlukan untuk mengklasifikasikan pikiran-pikiran baik dalam neraca maupun dalam laporan laba rugi.
5.      Sistem Pelaporan Biaya
Bagian akuntansi biaya setiap bulannya membuat laporan pertanggungjawaban untuk tiap-tiap pusat biaya. Setiap awal bulan dibuat rekapitulasi biaya atas dasar total biaya bulan lalu yang tercantum dalam kartu biaya. Atas dasar rekapitulasi biaya yang disajikan laporan pertanggungjawaban biaya. Isi dari laporan pertanggungjawaban disesuaikan dengan tingkatan manajemen lini yang akan menerimanya. Unit tingktan manajemen lini yang terrendah disajikan jenis biaya, sedangkan untuk tingkatan top manajemen diatasnya disajikan total biaya, tiap pusat biaya yang dibawahnya ditambah dengan biaya-biaya yang terkendalikan dan terjadi dipusat biayanya sendiri.
Dalam penerapan akuntansi pertanggungjawaban pada suatu bank syariah, terlebih dahulu harus diketahui apa yang menjadi tujuan dari akuntansi pertanggungjawaban itu sendiri. Menurut Robert N. Anthony dan Roger H. Hermanson:[10] “Tujuan akuntansi pertanggungjawaban adalah membebani pusat pertanggungjawaban dengan biaya yang dikeluarkannya.”
Tujuan akuntansi pertanggungjawaban tersebut dengan mengadakan evaluasi hasil kerja suatu pusat pertanggungjawaban untuk meningkatkan operasi-operasi atau untuk memperkirakan biaya-biaya tiap tingkatan manajemen di waktu yang akan datang. Adapun keuntungan dari peneraoan akuntansi pertanggungjawaban pada bank syariah adalah sumber daya manusia dalam bank syariah tersebut ikut berperan serta dalam mencapai tujuan dan sasaran bank syariah secara efektif dan efisien.
Pusat-pusat Pertanggungjawaban Bank Syariah
Pusat pertanggungjawaban adalah tingkatan manajemen lini pada sebuah bank syariah yang memiliki tugas, tanggungjawab dan wewenang tertentu untuk mencapai tujuan tertentu yang dipimpin oleh seorang pimpinan disetiap manajemen lini.
Pengertian pusat pertanggungjawaban menurut Hansen dan Mowmen: “Pusat pertanggungjawaban merupakan suatu segmen bisnis yang pimpinannya bertanggungjawab terhadap serangkaian kegiatan –kegiatan tertentu.”[11]
Pusat pertanggungjawaban merupakan suatu manajemen lini bank syariah yang dipimpin oleh seorang pimpinan yang mempunyai tanggung jawab dan wewenang atas aktivitas manajemen lini yang dipimpinnya. Pusat pertanggungjawaban pada manajemen lini bank syariah seperti seksi, segmen, departemen atau divisi.
Adanya suatu pusat pertanggungjawaban adalah untuk memenuhi suatu atau beberapa tujuan yang telah ditetapkan oleh top manajemen bank syariah tersebut. Tujuannya adalah mengimplementasikan rencana strategi top manajemen. Secara garis besar, pusat pertanggungjawaban dibedakan menjadi:
a.        Pusat Biaya
Pusat biaya adalah pusat pertanggungjawaban dimana input diukur dalam satuan moneter dan output tidak diukur dalam satuan moneter. Secara umum ada dua macam pusat biaya, yaitu pusat biaya teknik dan pusat biaya kebijakan.
b.       Pusat Pendapatan
Pusat pendapatan adalah pusat pertanggungjawaban dimana output diukur dalam satuan moneter, tetapi tidak ada hubungannya dengan input. Karena pusat pendapatan adalah suatu divisi pemasaran yang tidak mempunyai tanggungjawab terhadap laba.
c.        Pusat Laba
Suatu pusat pertanggungjawaban yang diukur dalam ruang lingkup laba , yaitu selisih antara pendapatan dan pengeluaran.
d.       Pusat Investasi
Pusat investasi adalah suatu pertanggungjawaban yang prestasi pimpinan manajemen lainnya diukur atas dasar perbandingan antaral laba dengan investasi yang digunakan.
Peranan Akuntansi Pertanggungjawaban pada Bank Syariah dalam Pengendalian Manajemen
Dalam suatu bank syariah pada level middle-up akan sangat tidak mungkin sebagai top manajemen untuk mengendalikan seluruh kegiatan operasional bank syariahnya secara perorangan. Untuk itu diperlukan perangkat dan sistem yang dapat menjamin dan meyakinkan top manajemen bahwa sumber daya manusia pada banknya dalam melaksanakan tanggungjawab dan wewenangsesuai dengan keinginan top mnajemennya. Dengan menggunkan akuntansi pertanggungjawaban dimana struktur organisasi dibentuk menjadi beberapa pusat pertanggungjawaban maka seorang top manajemen tidak perlu untuk terlibat secara langsung dalam kegiatan operasi bank syariah karena top manajemen telah mendelegasikan sebagian tanggungjawab dan wewenangnya.
Melalui informasi-informasi yang disampaikan oleh akuntansi pertanggungjawaban inilah top manajemen dapat mengendalikan kegiatan operasi bank syariahnya maupun memberikan tindakan-tindakan korektif atas pelaksanaan kegiatan operasi yang menyimpang dari aturan atas standar yang telah ditetapkan. Anggaran yang telah disusun pada tingkatan manejer lini merupakan suatu bentuk komitmen mengenai seberapa besar tanggungjawab dan wewenangnya atas pemakaian dan pengolahan sejumlah sumber daya ekonomi yang dimiliki oleh bank syariah tersebut yang dibebanka kepadanya. Sedangkan laporan realisasi anggaran akan menunjukkan sejauh mana prestasi manajer lini tersebut dalam melaksanakan komitmennya seperti yang telah dituangkan dalam anggaran tiap-tiap manajemen lini bank syariah tersebut.
Setelah laporan realisasi anggaran disusun oleh tiap-tiap manajemen lini bank syariah tersebut (pusat pertanggungjawaban), maka evaluasi dan analisa laporan realisasi anggaran menjadi tugas top manajemen. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi antara anggaran dengan laporan realisasi anggaran harus dianalisis sedemikian rupa sehingga tindakan–tindakan korektif dapat dilakukan secara efektif. Informasi berupa hasil analisis inilah yang kemudian dapat menunjukkan keefisienan dan keefektifan penerapan akuntansi pertanggungjawaban pada bank syariah pada pengendalian manajemen.
Penentuan Kontrolabilitas Biaya Bank Syariah
Dalam akuntansi pertanggungjawaban, top manajemn berperan aktif menetapkan anggaran dari program kerja yang akan menjadi tanggung jawabnya sehingga laporan akuntansi biaya dapat diketahui manajemen lini yang bertanggungjawab. Namun terjadinya biaya pada pusat pertanggungjawaban tidak selalu sebagai akbiat dari keputusan yang diambil oleh pimpinan pusat pertanggungjawaban yang bersangkutan. Karena tidak semua biaya yang terjadi pada pusat pertanggungjawaban dapat dikendalikan oleh pimpinan pusat pertanggungjawaban maka dalam pengumpulan dan pelaporan biaya setiap pusat pertanggungjawaban harus dipisahkan antara biaya terkendalikan dengan biaya tidak terkendalikan.
Menurut LM Samryn biaya dapat digolongkan atas dasar pengaruh pimpinan terhadap biaya, pengolongannya adalah sebagai berikut:
1.      Biaya Terkendali adalah biaya secara langsung dapat dipengaruhi oleh seorang pimpinan tertentu dalam jangka waktu tertentu.
2.      Biaya Tak Terkendali adalah biaya yang tidak daoat dipengaruhi oleh seorang pimpinan atau pejabat tertentu berdasarkan wewenang yang dimiliki atau tidak dapat dipengaruhi oleh seorang pejabat dalam jangka waktu tertentu.[12]
Biaya-biaya yang sepenuhnya tidak dapat dikendalikan tidak akan memerlukan keputusan dan pertimbangan top manajemen karena hal itu tidak dapat mempengaruhi biaya karena itu biaya-biaya yang tidak dapat dikendalikan, diabaikan dalam evaluasi pimpinan, sebaliknya biaya-biaya yang dapat dikendalikan memberikan bukti tentang kinerja manajemen lini, sehingga memberikan manfaat dalam pengambilan keputusan.
Dala prakteknya sulit menenntukan biaya-biaya mana yang akan dibebankan dalam tanggungjawab manajer lini pada suatu pusat pertanggungjawaban. Untuk dapat memudahkan dalam memisahkan biaya terkendali dan biaya tidak terkendali yang menjadi tanggung jawab top manajemen yang bersangkutan maka dipakai pedoman sebagai berikut:
a.       Apabila seseorang memiliki tanggungjawab dan wewenang dalam mendapatkan atau menggunakan produk tertentu, maka biaya yang berhubungan dengan pemakaian produk tersebut merupakan tanggungjawab orang yang bersangkutan.
b.      Apabila seseorang dapat mempengaruhi jumlah biaya tertentu melalui tindakan sendiri, maka orang tersebut harus dibebani tanggungjawab atas biaya tersebut.
c.       Apabila seseorang yang ditunjuk oleh pimpinan untuk membantu pejabat yang sesungguhnya yang bertanggungjawab atas semua elemen biaya tertentu, maka orang tersebut (meskipun secara langsung dapat mempengaruhi biaya melalui tindakannya sendiri) ikut bertanggungjawab terhadap biaya tertentu bersama dengan pejabat yang dibantu tersebut dan bukan yang terjadi di perusahaan.[13]
Laporan Pertanggungjawaban Bank Syariah
Laporan pertanggungjawaban merupakan laporan-laporan yang menerangkan hasil dari aplikasi konsep akuntansi pertanggungjawaban yang memegang peranan penting dalam kegiatan penyusunan, perencanaan dan pengawasan atas jalannya operasi bank syariah. Laporan pertanggungjawaban merupakan ikhtisar hasil-hasil yang dicapai oleh tingkatan manajer pertanggungjawaban dalam melaksanakan tugas selama periode tertentu.[14]
Laporan pertanggungjawaban harus dinyatakan dalam bentuk yang sederhana. Jika laporan tersebut terlalu kompleks maka top manajemen akan mengalami kesulitan dalam menganalisis kegiatan tiap-tiap manajemen lini bank syariah. Laporan pertanggungjawaban harus menyajikan jumlah anggaran dan jumlah aktual dari pendapatan dan biaya yang dapat dikendalikan. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi harus menjadi perhatian yang penting. Komunikasi reguler antara penyaji laporan dengan pengguna laporan pertanggungjawaban harus selalu dilakukan untuk memastikan relevansi dari informasi yang disajikan tersebut. Sehingga bentuk-bentuk pelanggaran seperti employee fraud dapat dihindarkan.
Secara umum, tujuan dari laporan pertanggungjawaban yang dierapkan pada bank syariah adalah untuk memberikan informasi kepada para pimpinan pusat pertanggungjawaban tentang hasil-hasil pelaksanaan suatu pekerjaan yang berada dalam lingkup tanggungjawab dan memberikan motivasi kepada tiap tingkatan manajer untuk mengambil suatu tindakan dalam upaya menningkatkan hasil. Ada lima prinsip dasar penyajian laporan:
1.      Harus diterapkan konsep “pertanggungjawaban”.
2.      Sedapat mungkin harus diterapkan prinsip “pertanggungjawaban”.
3.      Secara umum, angka-angka harus dapat diperbandingkan.
4.      Sejauh yang dapat dilaksanakan, data harus semakin ringkas untuk jenjang pimpinan yang lebih tinggi.
5.      Laporan-laporan pada umunya harus mencakup komentar-komentar interpretatif atau yang jelas dengan sendirinya.
Disamping lima prinsip di atas, ada berbagai faktor lain yang dapat membantu untuk membuat tanggapan atau penerimaan dari pembaca laporan yang lebih baik:
1.      Laporan harus tepat waktu.
2.      Laporan harus sederhana dan jelas.
3.      Laporan harus dinyatakan dalam bahasa dan istilah yang dikenal oleh pimpinan yang memakainya.
4.      Informasi harus disajikan dalam urutan yang logis.
5.      Laporan harus akurat.
6.      Bentuk penyajian harus disesuaikan dengan pimpinan yang akan menggunakannya.
7.      Selalu distandarisasikan, apabila mungkin.
8.      Rangcangan laporan harus mencerminkan sudut pandang pimpinan.
9.      Laporan harus berguna.
10.  Biaya penyiapan laporan harus dipertimbangkan.
11.  Perhatian yang diberikan untuk penyiapan laporan harus sebanding dengan manfaatnya.
Setiap laporan harus disusun sedemikian rupa sehingga setiap penyimpangan secara jelas ditonjolkan dan membuat perhatian dari tiap-tiap manajer lini yang bertanggungjawab sehingga ia tidak perlu banyak membaca dan mencari dalam laporan tersebut untuk memperoleh informasi yang diinginkan. Menurut Mulyadi, dasar-dasar yang melandasi penyusunan laporan pertanggngjawaban biaya, yaitu:
1.      Jenjang terbawah yang diberi laporan ini adalah tingkatan manajer bagian.
2.      Manajer jenjang terbawah diberi laporan pertanggungjawaban biaya yang bersifat rinci  realisasi biaya dibandingkan dengan anggaran-anggaran biaya yang disusunnya.
3.      Manajer jenjang di atasnya diberi laporan mengenai biaya pusat pertanggungjawaban sendiri dan ringkasan realisasi biaya yang dikeluarkan oleh manajer-manajer yang berada dibawah wewenangnya, yang disajikan dalam bentuk perbandingan dengan anggaran biaya yang disusun oleh masing-masing manajer yang bersangkutan.
4.      Semakin ke atas, laporan pertanggungjawaban yang disajikan semakin ringkas.[15]
Pengendalian Internal Bank Syariah
Kelancaran operasi bank adalah kepentingan utama bagi manajemen puncak.[16] Sehingga pengendalian internal perlu dilakukan oleh pimpinan dalam upaya untuk melindungi aktiva dari pencurian, penggelapan, penyalahgunaan atau penempatan aktiva ke lokasi yang tidak tepat.[17] Sehingga didapatkan informasi transaksi yang akurat demi keberhasilan usaha. Penerapan pengendalian internal ini seringkali berjalan seiring, hal ini disebabkan karyawan yang ingin menggelapkan aktiva juga perlu menutupi penipuan tersebut dengan menyesuaikan catatan akuntansi. Untuk memudahkan pengendalian internal ini, setiap bank besar selalu mengadakan special staff dengan program audit internal yang oleh Bank Indonesia disebut SKAI (Satuan Kerja Audit Internal).
Kesimpulan
            Akuntansi pertanggungjawaban pada bank syariah merupakan sistem atau alat yang dipakai pada suatu lembaga perbankan untuk mengendalikan biaya, karena dalam akuntansi pertanggungjawaban biaya-biaya diakumulasikan dan dilaporkan dalam suatu pusat pertangungjawaban tertentu. Pelaporan akuntansi secara periodik mampu untuk menilai kemampuan pendelegasian wewenang yang telah diberikan, sehingga dapat dipenuhi tujuan akuntansi pertanggungjawaban.
Mengadakan evaluasi hasil kerja suatu pusat pertanggungjawaban dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi manajemen di waktu yang akan datang. Sehingga individu dalam perusahaan bank syariah ikut berperan serta dalam mencapai tujuan dan sasaran bank syariah secara efektif dan efisien.
Secara umum, tujuan dari laporan pertanggungjawaban yang dierapkan pada bank syariah adalah untuk memberikan informasi kepada para pimpinan pusat pertanggungjawaban tentang hasil-hasil pelaksanaan suatu pekerjaan yang berada dalam lingkup tanggungjawab dan memberikan motivasi kepada tiap tingkatan manajer untuk mengambil suatu tindakan dalam upaya menningkatkan hasil.
Daftar Pustaka
Al-Mishri, Abdul Sami’. 2006. Pilar-pilar Ekonomi Islam.  Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Arifin Zainul. 2009. Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah. AZKIA Publisher. Tangerang.
Hansen dan Mowen. 2005. Managemen Accounting. Salemba Empat. Jakarta.
L.M. Samryn. 2001. Akuntansi Pimpinanial Suatu Pengantar. Rajawali Pers. Jakarta.
Malayu S.P. Hasibuan. 2001. MSDM. Bumi Aksara. Jakarta.
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Penerbiat Andi. Yogyakarta.
Muhammad. 2004. Manajemen Dana Bank Syar’iah . EKONSIA. Yogyakarta.
Mulyadi. 1983. Akuntansi Biaya. STIE YKPN. Yogyakarta.
Mulyadi. 1997. Akuntansi Manajemen. STIE YKPN. Yogyakarta.
Robert N.Anthony dan Roger H.Hermanson. 2001. SPM. Salemba Empat. Jakarta.
Supriyanto. 2000. Anggaran Perusahaan. STIE YKPN. Yogyakarta.
Warren Dkk. 2005. Accounting. Salemba Empat. Jakarta


[1] Al-Mishri, Abdul Sami’, Pilar-pilar Ekonomi Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. Xxvii.
[2]  Muhammad, Manajemen Dana Bank Syar’iah (Yogyakarta: EKONSIA, 2004), hlm. 17.
[3] Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah (Tangerang: AZKIA Publisher, 2009), hlm. 139.
[4]  Malayu S.P. Hasibuan, MSDM (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm. 4.
[5]  Hasan & Mowen, Management Accounting (Jakarta: Salemba Empat, 2005), hlm. 116.
[6]  L.M. Samryn, Akuntansi Pimpinanial Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Pers, 2001), hlm. 256.
[7]  Mulyadi, Akuntansi Biaya (Yogyakarta: BPFE UGM, 1983), hlm. 379-380
[8]   Biaya terkendalikan adalah biaya yang dapat secara langsung dipengaruhi oleh top manajemen dalam jangka waktu terntentu.
[9] Biaya tak terkendalikan adalah biaya yang tidak memerlukan keputusan dan pertimbangan top manajemen karena hal ini tidak dapat mempengaruhi biaya karena biaya ini diabaikan.
[10] Robert N. Anthony dan Roger H. Hermanson, SPM  (Jakarta: Salemba Empat, 2001), hlm. 57.
[11] Hansen & Mowmen, Manajemen Accounting.  hlm. 116
[12]  L. M. Samryn, Akuntansi Pimpinanial Suatu Pengantar.  hlm. 264.
[13]  Supriyanto, Anggaran Perusahaan (Yogyakarta: STIE YKPN, 2000), hlm. 227-228.
[14]  Mardiasmo, Akuntansi Sektor Publik (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2002), hlm. 122.
[15]  Mulyadi, Akuntansi Manajemen (Yogyakarta: STIE YKPN,1997), hlm. 190.
[16]  Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah.  hlm. 135.
[17]  Warren, Reeve, Fess, Accounting (Jakarta: Salemba Empat, 2005), hlm. 228.