Rabu, 25 Januari 2017

AKAD DAN PRODUK/JASA PERBANKAN SYARIAH


AKAD  DAN PRODUK/JASA PERBANKAN SYARIAH
Oleh Muh. Syafri
01133132 | Ekonomi Syariah | Stain Watampone |
syafri0404@gmail.com

Abstrak
Kontrak dan produk di perbankan syariah adalah dua hal yang tak terpisahkan karena setiap produk di perbankan syariah harus didasarkan pada kontrak dan prinsip syariah Islam. Jika melihat dari aspek produk, aspek kontrak dan prinsip syariah yang membedakan antara produk perbankan syariah dan produk perbankan konvensional. Berdasarkan tujuan bank syariah, ada untuk mendapatkan keuntungan di dunia dan keuntungan di akhirat (profit dan Fallah oriented). Jadi kontrak di bank syariah juga menjadi dua, ada 'kontrak tabarru (berorientasi Fallah) dan tijarah kontrak (profit oriented). Kontrak tabarru 'umumnya digunakan pada kegiatan perbankan syariah di sektor sosial seperti sebagai produk layanan dan memberikan pinjaman perbuatan baik kepada pelanggan mereka. Kontrak tijarah umumnya digunakan pada produk pembiayaan berbasis bagi hasil, perdagangan, bisnis menyewa segala sesuatunya.
Kata Kunci: Akad, produk/jasa, perbankan syariah.

PENDAHULUAN
Perkembangan ekonomi suatu negara secara keseluruhan tidak dapat di pisahkan dari perkembangan perbankan di negara yang bersangkutan. Sebab industri perbankan yang maju merupakan sumber pendanaan pembangunan jangka panjang yang stabil. Perbankan mendukung kegiatan perekonomian melalui pembiayaan kegiatan usaha yang dilakukan melalui pemberian kesempatan kepada masyarakat guna memperoleh modal untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional. Karena itu, perbankan merupakan unsur yang memegang peran sangat penting dalam sistem keuangan dan perekonomian suatu negara.[1]
Perkembangan lembaga keuangan khususnya sektor perbankan menempati posisi sangat strategis dalam menjembatani kebutuhan modal kerja dan investasi di sektor riil dengan pemilik dana (agent of economic development). Dengan demikian, fungsi utama sektor perbankan dalam infrastruktur kebijakan makro ekonomi memang diarahkan dalam konteks how to make money effective and efficient to increase economic value.[2]
Adanya lembaga keuangan pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan dana sebagai sarana untuk melakukan kegiatan ekonomi (kegiatan usaha), seperti mengkomsumsi suatu barang, tambahan modal kerja sehinga memperoleh keuntungan dari kegiatan usahanya, mendapatkan manfaat atau nilai guna suatu barang, atau bahkan untuk permodalan awal bagi seseorang  yang mempuyai usaha prosfektif namun padanya tidak memiliki permodalan berupa keuangan yang madani.[3]
Dengan lahirnya bank syariah yang beroperasi berdasarkan sistem bagi hasil sebagai alternatif pengganti bunga pada bank-bank konvensional, merupakan peluang bagi umat Islam untuk memanfaatkan jasa bank seoptimal mungkin. Merupakan peluang, karena ummat Islam akan berhubungan dengan perbankan dengan tenang, tanpa keraguan dan didasari oleh motivasi keagamaan yang kuat di dalam memobiliasi dana masyarakat untuk pembiayaan pembangunan ekonomi umat.[4]
Operasional bank syariah didasarkan pada prinsip-prinsip jual beli dan bagi hasil sesuai dengan syariah Islam. Semua bentuk lembaga keuangan syariah (bank syariah) dalam operasinya berpijak pada landasan nilai-nilai Islam.
Sebagai lembaga keuangan, kegiatan bank sehari-hari tidak akan terlepas dari bidang keuangan. Kegiatan perbankan yang paling pokok adalah membeli uang dengan cara menghimpun dana dari masyarakat luas. Kemudian menjual uang yang berhasil dihimpun dengan cara menyalurkan kembali kepada masyarakat dengan cara memberikan  pinjaman atau kredit.
Fungsi utama bank adalah mempertemukan dua pihak atau lebih yaitu pihak yang membutuhkan dana (borrower) di satu sisi, dan pihak yang mempunyai kelebihan dana (saver) pada sisi lain. Menurut Krisna Wijaya sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad menegaskan bahwa core bisnis perbankan adalah menjadi financial intermediary antara surplus unit dengan deficit unit, yaitu pihak-pihak yang memberikan dana berupa kredit atau nasabah kredit.
Dengan menjalankan peran dan fungsi tersebut lembaga  perbankan disebut juga sebagai lembaga kepercayaan. Artinya, pihak surplus unit  (pihak yang mempunyai dana yang lebih) mempercayakan sepenuhnya kepada bank untuk mengelola dananya termasuk menyalurkannya kepada pihak defisit unit .
Kesehatan merupakan hal yang paling penting di dalam berbagai bidang kehidupan, baik bagi manusia maupun perusahaan. Kondisi yang sehat akan meningkatkan gairah kerja dan kemampuan kerja serta kemampuan lainnya. Sama seperti halnya manusia yang harus selalu menjaga kesehatannya, perbankan juga harus selalu di nilai kesehatannya agar tetap prima dalam melayani nasabahnya. Bank yang tidak sehat bukan hanya membahayakan dirinya sendiri, akan tetapi pihak lain. Penilaian kesehatan bank amat penting disebabkan karena bank mengelola dana masyarakat yang dipercayakan kepada bank. Masyarakat pemilik dana dapat saja menarik dana yang dimilikinya setiap saat dan bank harus sanggup mengembalikan dana yang dipakainya jika ingin tetap dipercaya oleh masyarakat.[5]
            Bank konvensional dan Bank Syariah masing-masing mempunyai keunggulan dalam setiap produk yang ditawarkan kepada nasabah, sehingga dengan hal ini nasabah mempunyai banyak pilihan dalam menggunakan produk-produk yang ditawarkan oleh masing-masing bank, baik bank konvensional maupun bank syariah. Dengan keunggulan produk yang ditawarkan oleh masing-masing bank baik bank konvensional maupun bank syariah menuntut  masyarakat untuk memilih perbankan yang cocok untuk melaksanakan sirkulasi dana yang ada, baik pada perorangan maupun organisasi. Mayarakat mempunyai beberapa pertimbangan dan alasan untuk menentukan keputusan mereka dalam memilih bank untuk sirkulasi dana mereka.
Pengertian Bank Syariah
Secara umum bank merupakan lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama yaitu menrima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang.[6]
Bank syariah merupakan bank yang menjalankan kergiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas bank umum syariah dan pembiayaan rakyat syariah.[7]
Bank Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.[8]
Perkembangan bank syariah di Indonesia pertama didirikan pada tahun 1992 adalah bank muamalat Indonesia (BMI). Walaupun perkembangan agak terlambat bila dibandingkan dengan Negara-negara muslim lainnya, perbankan syariah di Indonesia akan terus berkembang. Bila pada periode tahun 1992-1998 hanya ada satu unit bank syariah, maka pada tahun 2005, jumlah bank syariah diindonesia telah bertambah menjadi 20 unit, yaitu 3 bank umum syariah dan 17 unit usaha syariah, sementara itu, jumlah bank perkreditan syariah rakyat syariah (BPRS)  hingga akhir tahun 2004 bertambah menjadi 88 buah.[9]
Pada dasarnya, produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga besar yaitu, produk penghimpun dana (funding), produk penyaluran dana (financing), dan produk jasa (service).[10]
Dalam produk penyaluran dana meliputi pembiayaan dengan prinsip jual beli, sewa, dan bagi hasil, dan produk penghimpun dana meliputi prinsip wadiah dan mudharabah, sedangkan produk jasa meliputi sharf (jual beli valuta asing), dan ijarah.[11]
PEMBAHASAN
A.       Akad Bank Syariah
1.      Akad Tabbarru’
Akad tabbarru (gratuitous contract) merupakan segala macam perjanjian yang menyangkut not-for profit transaction (transaksi nirlaba). Transaksi ini pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan komersial. Akad  Tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong menolong dalam rangka berbuat kebaikan ( Tabarru’ berasal dari kata birr’ dalam bahasa Arab, yang artinya kebaikan).  Dalam akad tabarru’, pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan imbalan apa pun kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad tabarru’, adalah dari Allah Swt., bukan dari manusia. Namun demikian, pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh meminta kepada counter-part-nya untuk sekedar menutupi biaya (cover the cost) yang dikeluarkan untuk dapat melakukan akad tabarru’ tersebut. Namun ia tidak boleh sedikit pun mengambil laba dari akad tabarru itu. Contoh akad tabarru adalah Qard, Rhan, Hiwalah, Wakalah, Kafalah,Wadi’ah, Hibah, Waqf, Shadaqah, Hadiah
Akad Tabarru’ terbagi atas tiga bentuk yaitu:
a.       Memijamkan uang (Lending)
Akad  meminjamkan uang ini ada 3 jenis yakni;
1)      Bila pinjaman ini diberikan tanpa mensyaratkan apa pun, selain mengembalikan pinjaman tersebut setelah jangka waktu tertentu maka bentuk meminjamkan uang seperti ini disebut dengan Qard.
2)      Jika dalam meminjamkan uang ini si pemberi pinjaman masyarakat suatu jaminan dalam bentuk atau jumlah tertentu disebut dengan Rhan.
3)      Akad Untuk mengambil alih piutang dari pihak lain
b.      Meminjamkan Jasa (Lending)
Akad meminjamkan Jasa ini ada 3 jenis yaitu:
1)      Wakalah
2)      Kafalah
3)      Wadi’ah
c.       Memberikan sesuatu (Giving Something)
Yang termasuk kedalam golongan ini adalah akad-akad sebagai berikut: hibah, waqf, shadaqah, hadiah, dan lainnya. Dalam semua akad-akad tersebut, si pelaku memberikan sesuatu kepada orang lain.
Bila penggunaan penggunaannya untuk kepentingan umum dan agama, akadnya dinamakan waaf. Objek waaf ini tidak boleh diperjualbelikan begitu dinyatakan sebagai asset waaf. Sedangkan hibah dan hadiah adalah pemberian sesuartu secara sukarela kepada orang lain.[12]
2.      Akad Tijarah
Akad tijarah atau mu’awadah adalah segala macam perjanjian for profit transaction. Akad-akad ini dilakukan dengan tujuan mencari keuntungan, karena bersifat komersial. Contoh akad tijarah adalah akad-akad investasi, jual-beli, sewa-menyewa.[13]
Kemudian, berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperoleh akad tijarah pun dapat kita bagi menjadi dua kelompok yakni:
1)      Natural uncertainty contracts
Dalam NUC, pihak-pihak yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya (baik real assets maupun financial assets) menjadi satu kesatuan, dan kemudian menanggung risiko bersama-bersama untuk mendapatkan keuntungan. Di sini, keuntungan dan kerugian ditanggung bersama. Karena itu, kontrak ini tidak memberikan kepastian pendapatan (return), baik dari segi jumlah (amount) maupun waktu (timing)-nya. Yang termasuk dalam kontrak ini adalah kontrak-kontrak investasi ini secara “sunnatullah” (by their nature) tidak menawarkan return yang tetap dan pasti. Jadi sifatnya tidak fixed and predetermined.
Contoh-contoh NUC adalah sebagai berikut:
a.       Musyarakah (wujuh, ‘inan, abdan, muwafadhah, mudarabah)
b.      Muzara’ah
c.       Musaqah
d.      Mukahabarah.[14]
2)      Natural certainty cantracts
Dalam NCC, kedua bela pihak saling mempertukarkan asset yang dimilikinya, karena itu objek pertukarannya (baik barang maupun jasa) pun harus ditetapkan di awal akad dengan pasti, baik jumlahnya (quantity), mutunya (quality), harganya (price), dan waktu penyerahannya (time of delivery). Jadi kontrak-kontrak ini secara “sunnatullah” (by their nature) menawarkan return yang tetap dan pasti. Yang termasuk dalam kategori ini adalah kontrak-kontrak jual-beli, upah-mengupah, sewa-menyewa, dan lain-lain yakni sebagai berikut
a.       al-Bai’ Naqdan adalah akad jual beli biasanya dilakukan secara tunai. (al-Bai’ artinya jual beli, sedangkan naqdan artinya tunai)
b.      al-Bai’ Muajjal adalah jual beli dapat juga dilaksanakan tidak secara tunai, tapi dengan cicilan.[15]
c.       al-Bai’ Taqsith adalah jual beli yang pembayarannya dilakukan secara cicilan selama periode utang.
d.      Salam adalah uang diserahkan sekaligus dimuka sedangkan barangnya diserahkan diakhir periode pembiayaan.[16]
e.       Istisnah sebenarnya adalah akad salam yang pembayaran atas barangnya dilakukan secara cicilan selama periode pembiayaan (jadi tidak dilakukan secara lump-sum diawal).[17]
B.  Produk Bank Syariah
1.    Produk Penghimpunan Dana ( Funding)
Penghimpunan dana di bank umum syariah dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito, mekanisme operasional penghimpunan dana ini harus disesuaikan dengan prinsip syariah Yaitu Prinsip wadiah dan prinsip mudharabah.[18]
a.    Prinsip wadiah
Wadiah dapat diartikan sebagai titipan dari satu pihak kepihak yang lain, baik individu maupun badan hokum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penyimpang menghendakinya. Wadiah terbagi 2 jenis yaitu:
1)   Wadiah yad dhamanah
Wadiah yad dhamanah merupakan titipan dimana barang titipan selama belum dikembalikan kepada penitip dapat dimanfaatkan oleh penerimah titipan. Apabila dari hasil pemanfaatan tersebut memperoleh keuntungan maka seluruhnya menjadi hak sipenerima titipan.
2)   Wadiah yad amanah
Wadiah yad amanah merupakan titipan dimana penerimah titipan tidak boleh memanfaatkan barang titipan tersebut sampai diambil kembali oleh penitip.[19]
Prinsip wadia dalam perbankan syariah diaplikasikan dengan;
a)        Giro wadiah
Dalam Fatwa Dewan Syariah  Nasional ditetapkan ketentuan mengenai giro wadiah (fatwa 2006) sebagi berikut:
(1)     Bersifat titipan
(2)     Titipan bias diambil kapan saja (on call)
(3)     Tidak ada imbalan yang disyaratkan kecuali dalam bentuk pemberian (athya)  yang bersifat sukarela.
Giro atas dasar akad wadiah
(a)      Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertindak sebagai penitip dana
(b)     Bank tidak diperkenakan menjanjikan pemberikan imbalan atau bonus  kepada nasabah.
(c)      Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya cet/bilyet giro, biaya materai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening
(d)     Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah
(e)      Dana titipan dapat diambil kapan saja oleh nasabah.
b)        Tabungan wadiah
Dalam Fatwa Dewan Syariah  Nasional ditetapkan ketentuan mengenai tabungan wadiah (fatwa 2006) sebagi berikut:
(1)     Bersifat simpanan
(2)     Simpanan bias di ambil kapan saja (on call) atau berdasasrkan kesepakatan
(3)     Tidak ada imbalan yang disyaratkan kecuali dalam bentuk pemberian (athya)  yang bersifat sukarela.
Tabungan atas dasar akad wadiah
(a)      Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertindak sebagai penitip dana
(b)      Bank tidak diperkenakan menjanjikan pemberikan imbalan atau bonus kepada nasabah.
(c)      Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya materai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening
(d)     Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah
(e)      Dana titipan dapat diambil kapan saja oleh nasabah.[20]
b.   Prinsip Mudharabah
Mudharabah bias disebut dengan al-qiradh yang berarti potongan(al-qathu), karena pemilik modal memotong apabila hartanya untuk perdagangkan dengan sebagia keuntungannya.
Dalam bahasa sedarhana, mudharabah merupakan akad kerja sama antara dua pihak,  satu pihak member modal kepada yang lainnya untuk berniaga. Kemudian keuntungan dibagi antara mereka sesuai dengan yang telah disepakati.[21] Mudharabah terbagi atas dua jenis yaitu
1)   Mudharabah muqayyadah
Mudharabah muqayyadah merupakan akad kerja sama dimana shahibul mal membatasi kepada mudharib dengan batasan jenis usaha, waktu dan tempat usaha.
2)   Mudharabah muthlaqah
Mudharabah muthlaqah merupakan bentuk kerja sama antara sahahibul mal dan mudarib yang cakupannya sangta luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha , waktu dan daerah bisnis.
          Prinsip mudharabah dalam perbankan syariah diaplikasikan dengan;
(1)   Tabungan mudharabah
Tabungan mudharabah dipergunakan oleh bankdalam mengelola jasa simpanan dari nasabah yang ingin menitipkan dananya untuk tujuan –tujuan tertentu.
Tujuan yang dimaksud biasanya berkaitan dengan hajat beribadah yang dibutuhkan dana besar dan tidak berjangkau, seperti ibadah qurban, ibadah haji, atau pendidikann.
Atas dasar tujuan tersebut, tabungan mudharabah sering disebut jenis tabungan berjangka (targeted saving).
(2)   Deposito mudharabah
Deposito adalah harta benda atau uang yang diberikan ke dalam penguasaan bank untuk pengamatan, investasi, atau sebagai agunan.
Dalam bank syariah, praktik deposito mudharabah merupakan kategori investasi sehingga disebut investment accounts bukan saving account sebagaimana pada  tabungan, dan deposito boleh diperdayakan pihak bank, dan deposan akan mendapatkan bagi hasil, serta dana deposito  pada prisip dasarnya tidak boleh diambil sesuai dengan permintaan deposan (off call), kecuali pada tanggal yang telah disepakati.[22]
2.   Produk Penyaluran dana (Financing)
Dalam menyalurkan dananhya pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi kedalam empat kategori yang dibedahkan berdasarkan tujuan penggunaannya yaitu:[23]
a.      Pembiayaan dengan prinsip jual beli
Pembiauyaan dengan prisip jual beli ditunjuhkan untuk memiliki barang. Produk yang menggunakan prinsip jual beli ada tiga yaitu:
1)      Murabahah
Murabaha merupakan bagian akad dalam jual beli. Secara transaksional, dalam fiqh disebut dengan  bay al-mura-baha, sedangkan menurut imam asy-syafi’I menekankan transaksi sejenis bay’ al-murabahah dengan al-amir bissyira.[24]
Murabahah ( al-bai’ bi tsaman ajil) lebih dikenal sebagai murabaha saja. Murabahah  yang berasal dari kata ribhu (keuntungan), adalah transaksi beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli.[25]
Praktiknya
                 Pembiayaan dengan prinsip jual beli diaplikasikan dalam murabahah (deferred paytment sale,) yaitu pembelian barang oleh bank untuk nasabah dalam rangka memenuhi kebutuhan produksi (inventory) dengan pembayaran ditangguhkan dalam jangka di bawah satu tahun (short run financing).[26] Sesuai kesepakatan kedua belah pihak mengenai harga jual dan jangka waktunya.
2)   Pembiayaan salam
Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjual belikan belum ada. Oleh karna itu barang diserahkan secara tangguh sementara pembayaran dialkukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli sementara nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip dengan transaksi ijon, namun dalam transaksi ini kuantisa, kualitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.[27]
Dalam fatwa DSN No. 05/DSN-MUI/IV/2000 disebutkan dalam jual beli salam yang merupakan jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu.[28]
Aplikasinya
Pembiayaan dengan bay as-salam dibank syariah diperuntuhkan pada pada pembiayaan pertanian jangka pendek. Bank bertindak sebagai pembeli dan nasabah sebagai penjual. Bank lalu membayar harga yang disepaki diawal kontrak, sementara nasabah akan mengirim barang yang telah dipesan setelah jatuh tempo.
3)   Pembiayaan istishna
Secara terminology, berarti suatu kontrak jual beli antara pembeli (mustashni) dan penjual (shani), dan barang uang dipesan disebut mashnu. Pembayaran dimuka dengan kontan atau cicilan, sedangkan barang diserahkan kemudian.[29]
Ketentuan umum pembiayaan istisnha adalah spesifikasi barang pesanan harus jelas seperti jenis, macam, ukuran mutu dan jumlahnya.
Aplikasinya
Pembiayaan bank syariah dengan akad jual beli istisnha’ dipraktikan untuk pembiayaan kontruksi dan barang-barang manufaktur jangka pendek. Bank syariah bertindak sebagai pemesan (pembeli) sedangkan nasabah sebagai penjual (pembuat)
b.      Pembiayaan dengan prinsip sewa
1)      Ijarah
Pembiayaan dalam bentuk ijarah yaitu pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership, milkiyyah) atas barang tersebut.[30]
Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewahkannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal ijarah muntahhiyah bittamlik (sewa yaitu sewa yang diikuti dengan perpindahannya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.[31]
2)      Pembiayaan Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT)
Merupakan akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa (bank syariah) dengan penyewa (nasabah) untuk mendapatkan imbalan jasa atas objek sewa yang disewakannya dengan opsi pemindahan hak milik obyek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad yang disepakati di awal. Pemindahan hak milik dalam IMBT dapat melalui .
a)        Hadiah
b)         Penjualan sebelum akad berakhir sebesar harga yang sebanding dengan sisa cicilan sewa
c)        Penjualan pada akhir masa sewa dengan pembayaran tertentu yang disepakati pada awal akad
d)       Penjualan secara bertahap sebesar harga tertentu yang disepakati dalam akad
Pihak yang melakukan akad IMBT harus melaksanakan akad ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian hanya dapat dilakukan detelah masa ijarah selesai. Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad ijarah adalah wa’d yang hukumnya tidak mengikat. Apabila perjanjian itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa ijarah selesai. Bank syariah boleh meminta nasabah untuk mnyediakan jaminan atas barang yang disewa untuk menghindari risiko yang merugikan bank.
c.       Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
1)      Pembiayaan Musyarakah
Musyaraka (join venture profit sharing) adalah kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu. Masing-masing pihak mermberikan kontribusi dana (al-mal, capital), atau keahlian/manajerial (a’mal, expertise) dengan kesepakatan keuntungan dibagi bersama, dan jika terjadi kerugian ditanggung bersama.[32]
Dua jenis musyarakah:
a)      Musyarakah pemilikan, tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih.
b)    Musyarakah akad, tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah.[33]
2)      Pembiayaan Mudharabah
Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahib al-maal) mempercyakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama dalam panduan kontribusi 100% modal kas dari shahib al-maal dan keahlian mudarib.[34] Akad mudharabah secara umum terbagi menjadi dua jenis:
a)      Mudharabah mutlaqah
Akad mudharabah tanpa pembatasan yaitu bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannyansangat luasdan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis.
b)      Mudharabah Muqayyadah, akad mudharabah dengan pembatasan yaitu bentuk kerja sama antara shahibul mal dan mudharib yang cakupannyadibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis.[35]          
d.      Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
1)      Qardh
Qardh  adalah  pemberian  harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Produk ini digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh dari dana zakat, infaq dan shadaqah.
Pembiayaan  yang menggunakan  akad  qardh  hanya untuk membantu dan memberikan kemudahan kepada orang yang sedang mengalami kesusahan dalam keuangan. Menurut Sabiq haram bagi yang memberikan bantuan untuk mengambil keuntungan, apalagi mengeksploitasi karena ini digolongkan kepada riba. Ketentuan ini berdasarkan sabda Rasulullah saw sebagaimana riwayat dari al-Harith bin Abi Usamah dari Ali r.a yang artinya: “setiap akad qardh dilaksanakan dengan mengambil keuntungan , maka ia tergolong kepada riba.”
2)      Qardhul Hasan
Pinjam meminjam uang atau barang dimana peminjam berkewajiban  mengembalikan pokok pinjaman saja tanpa imbalan atas dasar kebajikan dengan tujuan untuk membantuk peneima pinjaman.
3.   Jasa Perbankan
Bank syariah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa fee atau komisi. Jasa perbankan tersebut antara lain:
a.      Wakalah (Perwakilan)
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nesabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso dan transfer uang.
b.      Kafalah (Gransi Bank)
Kafalah merupakan pemberian jaminan dari satu pihak kepada pihak lain  atau garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mensyaratkan nasabah untuk mendapatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn.
c.       Sharf (Pertukaran Mata Uang)
pada prinsipnya jual beli valuatan asing sejalan dengan sharf. Jual beli mata uang yang sejenis ini, penyerahan harus dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valutan asing ini.[36]
d.      Rhan (Gadai)
Penyerahan suatu barang/harta dari satu pihak kepada pihak lain sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang bagi pihak yang menyerahkan barang/harta tersebut .
e.       Hiwalah (Alih Utang Piutang)
Penyerahan suatu barang/harta dari satu pihak kepada pihak lain sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang bagi pihak yang menyerahkan barang/harta tersebut
A.  Kegiatan Bank Syariah di Booklet Perbankan Indonesia
Kegiatan usaha bank syariah di dalam Booklet Perbankan Indonesia, yaitu: [37]
1)   Menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
2)   Menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
3)   Menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, akad musyarakah, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
4)   Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad salam, akad istishna’, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
5)   Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
6)   Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
7)   Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
8)   Melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
9)   Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan prinsip syariah, antara lain, seperti akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah.
10)    Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau BI.
11)    Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip syariah.
12)    Melakukan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu akad yang berdasarkan pinsip syariah.
13)    Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan prinsip syariah.
14)    Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah berdasarkan prinsip syariah.
15)    Melakukan fungsi sebagai wali amanat berdasarkan akad wakalah.
16)    Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan prinsip syariah.
17)    Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
18)     Melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan prinsip syariah.
19)     Melakukan kegiatan penyertaan modal pada Bank Umum Syariah atau lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
20)    Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya.
21)    Bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun berdasarkan prinsip syariah.
22)    Melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
23)    Menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan sarana elektronik.
24)    Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek berdasarkan prinsip syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang.
25)    Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar modal.
26)    Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha bank umum syariah lainnya yang berdasarkan prinsip syariah.
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa akad dan produk bank syariah merupakan dua hal yang tak dapat terpisahkan. Karena setiap produk yang ada di bank syariah selalu berdasarkan kepada akad dan prinsip-prinsip syariah Islam. Diantaranya adalah :
1.        Produk penghimpunan dana terdiri dari:
a. Prinsip wadiah
1) Giro wadiah
2) Tabungan wadiah                                   
b. Prinsip Mudharabah
1) Tabungan mudharabah
2) Deposito mudharabah
2.    Produk penyaluran dana terdiri dari :
a. Pembiayaan dengan prinsip jual beli
akad yang digunakan yaitu murabaha, salam, istisnha
c.       Pembiayaan dengan prinsip sewa
Akad yang digunakan yaitu ijarah dan IMBT
d.      Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
Akad yang digunakan yaitu mudharabah, musyarakah
e.       Pembiayaan dengan prinsip pinjaman
Akad yang digunakan yaitu qardh dan qardhul hasan
3.    Produk jasa terdiri dari : jasa-jasa yang menggunakan akad Wakalah, Kafalah, Hiwalah, Rahn  dan Sharf

27)               
DAFTAR PUSTAKA
Abbdul Ghofur Ansori, Penerapan Prinsip Syariah: Dalam Lembga Keuangan Lembaga Pembiayaan Dan Perusahaan Pembiayaan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008

Adiwarman Karim, Bank Islam (Analisis Fiqih dan Keuangan), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2007

Ahmad dahlan, bank syariah (Teoritik, praktik, kritik), Yogyakarta: Teras, 2012

Abu Muhammad Dwiono Koesen Al Jambi, Ayo Ke Bank Syariah: Persembahan BNI Syariah memberikan yang terbaik sesuai kaidah  Jakarta: Pustaka Ishlahul Ummuh, 2013.
Booklet, Bank Indonesia, 2012,

Junaidi, “Pelaksanaan Bagi Hasil Dalam Penyaluran Dana Mudhorobah Pada Bank Syariah Mandiri (Study Di Bank Syariah Mandiri Kudus)”, Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang, 2006,

kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005

Karnaen perwataatmadja dkk,apa dan bagaimana bank islam Yogyakarta: dana bakti wakaf UII,1992

Muhammad,  Lembaga  Ekonomi  Syariah, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007

Nurul huda dan mohamad heykal, lembaga keuangan islam ( Jakarta: kencana, 2010

Syafi’i Antonio, M. Akbar Adnan, Dkk, Bank Syariah: Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang Dan Ancaman, Yogyakarta: Ekonisia, 2004

Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan  Islam Dan Lembaga-Lembaga Yang Terkait: Bmi Dan Tafakul Di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002

Wiroso, produk perbankan syariah, Jakarta: LPFE Usakti; 2009




[1]Muhammad,  Lembaga  Ekonomi  Syariah, Ed. 1  (Cet. 1; Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), h. 6.
[2]Syafi’i Antonio, M. Akbar Adnan, Dkk, Bank Syariah: Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang Dan Ancaman, Ed. 1 (Cet. 3; Yogyakarta: Ekonisia, 2004), h. 65.
[3]Abbdul Ghofur Ansori, Penerapan Prinsip Syariah: Dalam Lembga Keuangan Lembaga Pembiayaan Dan Perusahaan Pembiayaan, Cet.1 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 1-2.
[4]Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan  Islam Dan Lembaga-Lembaga Yang Terkait: Bmi Dan Tafakul Di Indonesia, Ed, 1 (Cet. 3; Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002) , h. 49.
[5]kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, Ed. 1 (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 41.
[6]  Adiwarman Karim, bank islam h. 18
[7]Ahmad dahlan, bank syariah (Teoritik, praktik, kritik), ( Cet. 1; Yogyakarta: Teras, 2012). h. 101
[8]Abu Muhammad Dwiono Koesen Al Jambi, Ayo Ke Bank Syariah: Persembahan BNI Syariah memberikan yang terbaik sesuai kaidah  (Cet. 1; Jakarta: Pustaka Ishlahul Ummuh, 2013), h. 5.
[9] Adiwarman Karim, bank islam h. 25
[10]Adiwarman Karim, Bank Islam (Analisis Fiqih dan Keuangan), (Ed.3; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2007). h. 97
[11]Adiwarman Karim, Bank Islam, h. 97
[12] Adiwarman Karim, bank islam h. 69
[13] Adiwarman Karim, bank islam h.70
[14] Adiwarman Karim, bank islam h.75
[15] Adiwarman Karim, bank islam h72
[16] Adiwarman Karim, bank islam h.73
[17] Adiwarman Karim, bank islam h.74
[18]Junaidi, “Pelaksanaan Bagi Hasil Dalam Penyaluran Dana Mudhorobah Pada Bank Syariah Mandiri (Study Di Bank Syariah Mandiri Kudus)”, Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang, 2006, h. 27.
[19] Wiroso, produk perbankan syariah, h. 119
[20]  Wiroso, produk perbankan syariah, h.  125 dan 138-139
[21] Ahmad dahlan, bank syariah, h128 dan 129
[22] Ahmad dahlan, bank syariah, h. 146 dan 151
[23] Adiwarman Karim, bank islam h. 97
[24] Ahmad dahlan, bank syariah. H. 190
[25] Adiwarman Karim, bank islam h. 98
[26]  Karnaen perwataatmadja dkk,apa dan bagaimana bank islam (Yogyakarta: dana bakti wakaf UII,1992), h. 25.
[27] Adiwarman Karim, bank islam h. 99
[28] Ahmad dahlan, bank syariah. H. 195
[29] Nurul huda dan mohamad heykal, lembaga keuangan islam ( Jakarta: kencana, 2010), h.52.
[30] Muhammad syafe’I antoni. Bank syariah wacana ulama dan cendikiawan (Jakarta: bank Indonesia dan tazkia institute, 1999). h. 175
[31]  Adiwarman Karim, bank islam h. 101
[32]  Ahmad dahlan, bank syariah. H. 169
[33] Mervyn K. Lewis dan Latifa M. Algaoud, Perbankan Syariah : Prinsip, Praktik dan Prospek, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), hlm. 63  
[34]  Adiwarman Karim, bank islam h. 103
[35] Wiroso, produk perbankan syariah, ED,.1,( Cet. 1, Jakarta: LPFE Usakti; 2009), h. 319.
[36]  Adiwarman a. karim bank islam, h.112.
[37]Booklet, Bank Indonesia, 2012, h. 4-6.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar