AKAD DAN PRODUK/JASA PERBANKAN SYARIAH
Oleh
Muh.
Syafri
01133132 | Ekonomi Syariah | Stain Watampone |
syafri0404@gmail.com
Abstrak
Kontrak dan
produk di perbankan syariah adalah dua hal yang tak terpisahkan karena setiap
produk di perbankan syariah harus didasarkan pada kontrak dan prinsip syariah
Islam. Jika melihat dari aspek produk, aspek kontrak dan prinsip syariah yang
membedakan antara produk perbankan syariah dan produk perbankan konvensional.
Berdasarkan tujuan bank syariah, ada untuk mendapatkan keuntungan di dunia dan
keuntungan di akhirat (profit dan Fallah oriented). Jadi kontrak di bank
syariah juga menjadi dua, ada 'kontrak tabarru (berorientasi Fallah) dan
tijarah kontrak (profit oriented). Kontrak tabarru 'umumnya digunakan pada
kegiatan perbankan syariah di sektor sosial seperti sebagai produk layanan dan
memberikan pinjaman perbuatan baik kepada pelanggan mereka. Kontrak tijarah
umumnya digunakan pada produk pembiayaan berbasis bagi hasil, perdagangan,
bisnis menyewa segala sesuatunya.
Kata
Kunci: Akad,
produk/jasa, perbankan syariah.
PENDAHULUAN
Perkembangan ekonomi suatu negara secara keseluruhan tidak dapat di
pisahkan dari perkembangan perbankan di negara yang bersangkutan. Sebab
industri perbankan yang maju merupakan sumber pendanaan pembangunan jangka
panjang yang stabil. Perbankan mendukung kegiatan perekonomian melalui
pembiayaan kegiatan usaha yang dilakukan melalui pemberian kesempatan kepada
masyarakat guna memperoleh modal untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi
nasional. Karena itu, perbankan merupakan unsur yang memegang peran sangat
penting dalam sistem keuangan dan perekonomian suatu negara.[1]
Perkembangan lembaga keuangan khususnya sektor perbankan menempati
posisi sangat strategis dalam menjembatani kebutuhan modal kerja dan investasi
di sektor riil dengan pemilik dana (agent of economic development).
Dengan demikian, fungsi utama sektor perbankan dalam infrastruktur kebijakan
makro ekonomi memang diarahkan dalam konteks how to make money effective and
efficient to increase economic value.[2]
Adanya lembaga keuangan pada hakikatnya adalah untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat akan dana sebagai sarana untuk melakukan kegiatan ekonomi
(kegiatan usaha), seperti mengkomsumsi suatu barang, tambahan modal kerja
sehinga memperoleh keuntungan dari kegiatan usahanya, mendapatkan manfaat atau
nilai guna suatu barang, atau bahkan untuk permodalan awal bagi seseorang yang mempuyai usaha prosfektif namun padanya
tidak memiliki permodalan berupa keuangan yang madani.[3]
Dengan lahirnya bank syariah yang beroperasi berdasarkan sistem
bagi hasil sebagai alternatif pengganti bunga pada bank-bank konvensional,
merupakan peluang bagi umat Islam untuk memanfaatkan jasa bank seoptimal
mungkin. Merupakan peluang, karena ummat Islam akan berhubungan dengan
perbankan dengan tenang, tanpa keraguan dan didasari oleh motivasi keagamaan
yang kuat di dalam memobiliasi dana masyarakat untuk pembiayaan pembangunan
ekonomi umat.[4]
Operasional bank syariah didasarkan pada prinsip-prinsip jual beli
dan bagi hasil sesuai dengan syariah Islam.
Semua bentuk lembaga keuangan syariah (bank syariah) dalam operasinya berpijak
pada landasan nilai-nilai Islam.
Sebagai lembaga keuangan, kegiatan bank sehari-hari tidak akan
terlepas dari bidang keuangan. Kegiatan perbankan yang paling pokok adalah
membeli uang dengan cara menghimpun dana dari masyarakat luas. Kemudian menjual
uang yang berhasil dihimpun dengan cara menyalurkan kembali kepada masyarakat
dengan cara memberikan pinjaman atau
kredit.
Fungsi utama bank adalah mempertemukan dua pihak atau lebih yaitu
pihak yang membutuhkan dana (borrower) di satu sisi, dan pihak yang
mempunyai kelebihan dana (saver) pada sisi lain. Menurut Krisna Wijaya
sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad menegaskan bahwa core bisnis
perbankan adalah menjadi financial intermediary antara surplus unit
dengan deficit unit, yaitu pihak-pihak yang memberikan dana berupa
kredit atau nasabah kredit.
Dengan menjalankan peran dan fungsi tersebut lembaga perbankan disebut juga sebagai lembaga
kepercayaan. Artinya, pihak surplus unit
(pihak yang mempunyai dana yang lebih) mempercayakan sepenuhnya kepada
bank untuk mengelola dananya termasuk menyalurkannya kepada pihak defisit
unit .
Kesehatan merupakan hal yang paling penting di dalam berbagai
bidang kehidupan, baik bagi manusia maupun perusahaan. Kondisi yang sehat akan
meningkatkan gairah kerja dan kemampuan kerja serta kemampuan lainnya. Sama
seperti halnya manusia yang harus selalu menjaga kesehatannya, perbankan juga
harus selalu di nilai kesehatannya agar tetap prima dalam melayani nasabahnya.
Bank yang tidak sehat bukan hanya membahayakan dirinya sendiri, akan tetapi
pihak lain. Penilaian kesehatan bank amat penting disebabkan karena bank
mengelola dana masyarakat yang dipercayakan kepada bank. Masyarakat pemilik
dana dapat saja menarik dana yang dimilikinya setiap saat dan bank harus
sanggup mengembalikan dana yang dipakainya jika ingin tetap dipercaya oleh
masyarakat.[5]
Bank
konvensional dan Bank Syariah masing-masing mempunyai keunggulan dalam setiap
produk yang ditawarkan kepada nasabah, sehingga dengan hal ini nasabah
mempunyai banyak pilihan dalam menggunakan produk-produk yang ditawarkan oleh
masing-masing bank, baik bank konvensional maupun bank syariah. Dengan
keunggulan produk yang ditawarkan oleh masing-masing bank baik bank
konvensional maupun bank syariah menuntut
masyarakat untuk memilih perbankan yang cocok untuk melaksanakan
sirkulasi dana yang ada, baik pada perorangan maupun organisasi. Mayarakat
mempunyai beberapa pertimbangan dan alasan untuk menentukan keputusan mereka
dalam memilih bank untuk sirkulasi dana mereka.
Pengertian
Bank Syariah
Secara umum bank merupakan lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama
yaitu menrima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman
uang.[6]
Bank syariah merupakan bank yang menjalankan kergiatan
usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas bank
umum syariah dan pembiayaan rakyat syariah.[7]
Bank Syariah adalah
segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan
kegiatan usahanya.[8]
Perkembangan bank syariah di Indonesia pertama
didirikan pada tahun 1992 adalah bank muamalat Indonesia (BMI). Walaupun
perkembangan agak terlambat bila dibandingkan dengan Negara-negara muslim
lainnya, perbankan syariah di Indonesia akan terus berkembang. Bila pada
periode tahun 1992-1998 hanya ada satu unit bank syariah, maka pada tahun 2005,
jumlah bank syariah diindonesia telah bertambah menjadi 20 unit, yaitu 3 bank
umum syariah dan 17 unit usaha syariah, sementara itu, jumlah bank perkreditan
syariah rakyat syariah (BPRS) hingga
akhir tahun 2004 bertambah menjadi 88 buah.[9]
Pada dasarnya, produk yang ditawarkan oleh perbankan
syariah dapat dibagi menjadi tiga besar yaitu, produk penghimpun dana (funding), produk penyaluran dana (financing), dan produk jasa (service).[10]
Dalam produk penyaluran dana meliputi pembiayaan
dengan prinsip jual beli, sewa, dan bagi hasil, dan produk penghimpun dana
meliputi prinsip wadiah dan mudharabah, sedangkan produk jasa
meliputi sharf (jual beli valuta
asing), dan ijarah.[11]
PEMBAHASAN
A. Akad Bank
Syariah
1. Akad Tabbarru’
Akad tabbarru (gratuitous contract) merupakan segala macam perjanjian
yang menyangkut not-for profit transaction (transaksi nirlaba). Transaksi ini
pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan komersial. Akad
Tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong
menolong dalam rangka berbuat kebaikan ( Tabarru’ berasal dari kata birr’ dalam
bahasa Arab, yang artinya kebaikan).
Dalam akad tabarru’, pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak
mensyaratkan imbalan apa pun kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad tabarru’,
adalah dari Allah Swt., bukan dari manusia. Namun demikian, pihak yang berbuat
kebaikan tersebut boleh meminta kepada counter-part-nya untuk sekedar menutupi
biaya (cover the cost) yang dikeluarkan untuk dapat melakukan akad tabarru’
tersebut. Namun ia tidak boleh sedikit pun mengambil laba dari akad tabarru
itu. Contoh akad tabarru adalah Qard,
Rhan, Hiwalah, Wakalah, Kafalah,Wadi’ah, Hibah, Waqf, Shadaqah, Hadiah
Akad Tabarru’ terbagi atas tiga
bentuk yaitu:
a. Memijamkan uang (Lending)
Akad meminjamkan uang ini ada 3 jenis yakni;
1) Bila pinjaman ini diberikan tanpa mensyaratkan apa pun, selain
mengembalikan pinjaman tersebut setelah jangka waktu tertentu maka bentuk
meminjamkan uang seperti ini disebut dengan Qard.
2) Jika dalam meminjamkan uang ini si pemberi pinjaman masyarakat suatu jaminan
dalam bentuk atau jumlah tertentu disebut dengan Rhan.
3) Akad Untuk mengambil alih piutang dari pihak lain
b. Meminjamkan Jasa (Lending)
Akad
meminjamkan Jasa ini ada 3 jenis yaitu:
1) Wakalah
2) Kafalah
3) Wadi’ah
c. Memberikan sesuatu (Giving Something)
Yang
termasuk kedalam golongan ini adalah akad-akad sebagai berikut: hibah, waqf,
shadaqah, hadiah, dan lainnya. Dalam semua akad-akad tersebut, si pelaku
memberikan sesuatu kepada orang lain.
Bila
penggunaan penggunaannya untuk kepentingan umum dan agama, akadnya dinamakan
waaf. Objek waaf ini tidak boleh diperjualbelikan begitu dinyatakan sebagai
asset waaf. Sedangkan hibah dan hadiah adalah pemberian sesuartu secara
sukarela kepada orang lain.[12]
2. Akad Tijarah
Akad tijarah atau mu’awadah adalah segala macam perjanjian for profit
transaction. Akad-akad ini dilakukan dengan tujuan mencari keuntungan, karena
bersifat komersial. Contoh akad tijarah adalah akad-akad investasi, jual-beli,
sewa-menyewa.[13]
Kemudian, berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperoleh akad
tijarah pun dapat kita bagi menjadi dua kelompok yakni:
1) Natural uncertainty contracts
Dalam NUC, pihak-pihak yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya
(baik real assets maupun financial assets) menjadi satu kesatuan, dan kemudian
menanggung risiko bersama-bersama untuk mendapatkan keuntungan. Di sini,
keuntungan dan kerugian ditanggung bersama. Karena itu, kontrak ini tidak
memberikan kepastian pendapatan (return), baik dari segi jumlah (amount) maupun
waktu (timing)-nya. Yang termasuk dalam kontrak ini adalah kontrak-kontrak
investasi ini secara “sunnatullah” (by their nature) tidak menawarkan return
yang tetap dan pasti. Jadi sifatnya tidak fixed and predetermined.
Contoh-contoh NUC adalah sebagai berikut:
a. Musyarakah (wujuh, ‘inan, abdan, muwafadhah, mudarabah)
b. Muzara’ah
c. Musaqah
d. Mukahabarah.[14]
2) Natural certainty cantracts
Dalam NCC,
kedua bela pihak saling mempertukarkan asset yang dimilikinya, karena itu objek
pertukarannya (baik barang maupun jasa) pun harus ditetapkan di awal akad
dengan pasti, baik jumlahnya (quantity), mutunya (quality), harganya (price),
dan waktu penyerahannya (time of delivery). Jadi kontrak-kontrak ini secara
“sunnatullah” (by their nature) menawarkan return yang tetap dan pasti. Yang
termasuk dalam kategori ini adalah kontrak-kontrak jual-beli, upah-mengupah,
sewa-menyewa, dan lain-lain yakni sebagai berikut
a. al-Bai’ Naqdan adalah akad jual beli biasanya dilakukan secara tunai.
(al-Bai’ artinya jual beli, sedangkan naqdan artinya tunai)
b. al-Bai’ Muajjal adalah jual beli dapat juga dilaksanakan tidak secara
tunai, tapi dengan cicilan.[15]
c. al-Bai’ Taqsith adalah jual beli yang pembayarannya dilakukan secara
cicilan selama periode utang.
d. Salam adalah uang diserahkan sekaligus dimuka sedangkan barangnya
diserahkan diakhir periode pembiayaan.[16]
e. Istisnah sebenarnya adalah akad salam yang pembayaran atas barangnya
dilakukan secara cicilan selama periode pembiayaan (jadi tidak dilakukan secara
lump-sum diawal).[17]
B. Produk Bank
Syariah
1.
Produk Penghimpunan
Dana ( Funding)
Penghimpunan
dana di bank umum syariah dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito,
mekanisme operasional penghimpunan dana ini harus disesuaikan dengan prinsip
syariah Yaitu Prinsip wadiah dan prinsip mudharabah.[18]
a. Prinsip wadiah
Wadiah
dapat diartikan sebagai titipan dari satu pihak kepihak yang lain, baik
individu maupun badan hokum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si
penyimpang menghendakinya. Wadiah terbagi 2 jenis yaitu:
1)
Wadiah yad dhamanah
Wadiah yad
dhamanah merupakan titipan dimana barang titipan selama belum dikembalikan
kepada penitip dapat dimanfaatkan oleh penerimah titipan. Apabila dari hasil
pemanfaatan tersebut memperoleh keuntungan maka seluruhnya menjadi hak
sipenerima titipan.
2)
Wadiah yad amanah
Wadiah yad
amanah merupakan titipan dimana penerimah titipan tidak boleh memanfaatkan
barang titipan tersebut sampai diambil kembali oleh penitip.[19]
Prinsip wadia dalam perbankan syariah diaplikasikan
dengan;
a)
Giro wadiah
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional ditetapkan ketentuan mengenai giro
wadiah (fatwa 2006) sebagi berikut:
(1)
Bersifat titipan
(2)
Titipan bias diambil kapan saja (on call)
(3)
Tidak ada imbalan yang disyaratkan kecuali dalam
bentuk pemberian (athya) yang bersifat
sukarela.
Giro atas dasar akad wadiah
(a)
Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan
nasabah bertindak sebagai penitip dana
(b)
Bank tidak diperkenakan menjanjikan pemberikan imbalan
atau bonus kepada nasabah.
(c)
Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya
administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan
rekening antara lain biaya cet/bilyet giro, biaya materai, cetak laporan
transaksi dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening
(d)
Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah
(e)
Dana titipan dapat diambil kapan saja oleh nasabah.
b)
Tabungan wadiah
Dalam Fatwa
Dewan Syariah Nasional ditetapkan
ketentuan mengenai tabungan wadiah (fatwa 2006) sebagi berikut:
(1)
Bersifat simpanan
(2)
Simpanan bias di ambil kapan saja (on call) atau
berdasasrkan kesepakatan
(3)
Tidak ada imbalan yang disyaratkan kecuali dalam
bentuk pemberian (athya) yang bersifat
sukarela.
Tabungan atas dasar akad wadiah
(a)
Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan
nasabah bertindak sebagai penitip dana
(b)
Bank tidak diperkenakan menjanjikan pemberikan imbalan
atau bonus kepada nasabah.
(c)
Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya
administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan
rekening antara lain biaya materai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening,
pembukaan dan penutupan rekening
(d)
Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah
(e)
Dana titipan dapat diambil kapan saja oleh nasabah.[20]
b. Prinsip Mudharabah
Mudharabah
bias disebut dengan al-qiradh yang berarti potongan(al-qathu), karena pemilik
modal memotong apabila hartanya untuk perdagangkan dengan sebagia
keuntungannya.
Dalam
bahasa sedarhana, mudharabah merupakan akad kerja sama antara dua pihak, satu pihak member modal kepada yang lainnya
untuk berniaga. Kemudian keuntungan dibagi antara mereka sesuai dengan yang telah
disepakati.[21]
Mudharabah terbagi atas dua jenis yaitu
1)
Mudharabah muqayyadah
Mudharabah
muqayyadah merupakan akad kerja sama dimana shahibul mal membatasi kepada
mudharib dengan batasan jenis usaha, waktu dan tempat usaha.
2)
Mudharabah muthlaqah
Mudharabah muthlaqah
merupakan bentuk kerja sama antara sahahibul mal dan mudarib yang cakupannya
sangta luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha , waktu dan daerah
bisnis.
Prinsip
mudharabah dalam perbankan syariah diaplikasikan dengan;
(1)
Tabungan mudharabah
Tabungan
mudharabah dipergunakan oleh bankdalam mengelola jasa simpanan dari nasabah
yang ingin menitipkan dananya untuk tujuan –tujuan tertentu.
Tujuan yang
dimaksud biasanya berkaitan dengan hajat beribadah yang dibutuhkan dana besar
dan tidak berjangkau, seperti ibadah qurban, ibadah haji, atau pendidikann.
Atas dasar
tujuan tersebut, tabungan mudharabah sering disebut jenis tabungan berjangka
(targeted saving).
(2)
Deposito mudharabah
Deposito
adalah harta benda atau uang yang diberikan ke dalam penguasaan bank untuk
pengamatan, investasi, atau sebagai agunan.
Dalam bank
syariah, praktik deposito mudharabah merupakan kategori investasi sehingga
disebut investment accounts bukan saving account sebagaimana pada tabungan, dan deposito boleh diperdayakan
pihak bank, dan deposan akan mendapatkan bagi hasil, serta dana deposito pada prisip dasarnya tidak boleh diambil
sesuai dengan permintaan deposan (off call), kecuali pada tanggal yang telah
disepakati.[22]
2.
Produk Penyaluran dana
(Financing)
Dalam menyalurkan dananhya pada nasabah, secara garis besar produk
pembiayaan syariah terbagi kedalam empat kategori yang dibedahkan berdasarkan
tujuan penggunaannya yaitu:[23]
a. Pembiayaan dengan prinsip jual beli
Pembiauyaan dengan prisip jual beli ditunjuhkan untuk memiliki barang.
Produk yang menggunakan prinsip jual beli ada tiga yaitu:
1) Murabahah
Murabaha merupakan bagian akad dalam jual beli. Secara transaksional,
dalam fiqh disebut dengan bay
al-mura-baha, sedangkan menurut imam asy-syafi’I menekankan transaksi sejenis
bay’ al-murabahah dengan al-amir bissyira.[24]
Murabahah ( al-bai’ bi tsaman ajil) lebih dikenal sebagai murabaha saja.
Murabahah yang berasal dari kata ribhu
(keuntungan), adalah transaksi beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya.
Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli.[25]
Praktiknya
Pembiayaan dengan prinsip jual beli
diaplikasikan dalam murabahah (deferred paytment sale,) yaitu pembelian barang
oleh bank untuk nasabah dalam rangka memenuhi kebutuhan produksi (inventory)
dengan pembayaran ditangguhkan dalam jangka di bawah satu tahun (short run
financing).[26]
Sesuai kesepakatan kedua belah pihak mengenai harga jual dan jangka waktunya.
2) Pembiayaan salam
Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjual belikan
belum ada. Oleh karna itu barang diserahkan secara tangguh sementara pembayaran
dialkukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli sementara nasabah sebagai
penjual. Sekilas transaksi ini mirip dengan transaksi ijon, namun dalam
transaksi ini kuantisa, kualitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus
ditentukan secara pasti.[27]
Dalam fatwa DSN No. 05/DSN-MUI/IV/2000 disebutkan dalam jual beli salam
yang merupakan jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga
lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu.[28]
Aplikasinya
Pembiayaan dengan bay as-salam dibank
syariah diperuntuhkan pada pada pembiayaan pertanian jangka pendek. Bank
bertindak sebagai pembeli dan nasabah sebagai penjual. Bank lalu membayar harga
yang disepaki diawal kontrak, sementara nasabah akan mengirim barang yang telah
dipesan setelah jatuh tempo.
3) Pembiayaan istishna
Secara terminology, berarti suatu kontrak jual beli antara pembeli
(mustashni) dan penjual (shani), dan barang uang dipesan disebut mashnu. Pembayaran dimuka dengan kontan
atau cicilan, sedangkan barang diserahkan kemudian.[29]
Ketentuan umum pembiayaan istisnha adalah spesifikasi barang pesanan
harus jelas seperti jenis, macam, ukuran mutu dan jumlahnya.
Aplikasinya
Pembiayaan bank syariah dengan akad jual beli istisnha’ dipraktikan
untuk pembiayaan kontruksi dan barang-barang manufaktur jangka pendek. Bank
syariah bertindak sebagai pemesan (pembeli) sedangkan nasabah sebagai penjual (pembuat)
b. Pembiayaan dengan prinsip sewa
1) Ijarah
Pembiayaan dalam bentuk ijarah yaitu pemindahan hak guna atas barang
atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan (ownership, milkiyyah) atas barang tersebut.[30]
Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewahkannya
kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal ijarah muntahhiyah bittamlik
(sewa yaitu sewa yang diikuti dengan perpindahannya kepemilikan). Harga sewa
dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.[31]
2) Pembiayaan Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT)
Merupakan akad sewa menyewa
antara pemilik objek sewa (bank syariah) dengan penyewa (nasabah) untuk
mendapatkan imbalan jasa atas objek sewa yang disewakannya dengan opsi
pemindahan hak milik obyek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad yang
disepakati di awal. Pemindahan hak milik dalam IMBT dapat melalui .
a)
Hadiah
b)
Penjualan sebelum akad berakhir sebesar harga
yang sebanding dengan sisa cicilan sewa
c)
Penjualan pada akhir masa
sewa dengan pembayaran tertentu yang disepakati pada awal akad
d) Penjualan secara bertahap sebesar harga tertentu yang disepakati dalam
akad
Pihak yang melakukan akad IMBT harus melaksanakan akad ijarah terlebih
dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian hanya
dapat dilakukan detelah masa ijarah selesai. Janji pemindahan
kepemilikan yang disepakati di awal akad ijarah adalah wa’d yang
hukumnya tidak mengikat. Apabila perjanjian itu ingin dilaksanakan, maka harus
ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa ijarah selesai.
Bank syariah boleh meminta nasabah untuk mnyediakan jaminan atas barang yang disewa
untuk menghindari risiko yang merugikan bank.
c. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
1) Pembiayaan Musyarakah
Musyaraka
(join venture profit sharing) adalah kerja sama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu. Masing-masing pihak mermberikan kontribusi dana
(al-mal, capital), atau keahlian/manajerial (a’mal, expertise) dengan
kesepakatan keuntungan dibagi bersama, dan jika terjadi kerugian ditanggung
bersama.[32]
Dua jenis musyarakah:
a)
Musyarakah pemilikan,
tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan
pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih.
b) Musyarakah akad, tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua
orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal
musyarakah.[33]
2) Pembiayaan Mudharabah
Mudharabah
adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal
(shahib al-maal) mempercyakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan
suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama dalam
panduan kontribusi 100% modal kas dari shahib al-maal dan keahlian mudarib.[34] Akad mudharabah secara umum terbagi menjadi
dua jenis:
a) Mudharabah mutlaqah
Akad
mudharabah tanpa pembatasan yaitu bentuk kerjasama antara shahibul maal dan
mudharib yang cakupannyansangat luasdan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis
usaha, waktu dan daerah bisnis.
b) Mudharabah Muqayyadah, akad mudharabah dengan pembatasan yaitu bentuk
kerja sama antara shahibul mal dan mudharib yang cakupannyadibatasi oleh
spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis.[35]
d. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
1) Qardh
Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih
atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan
imbalan. Produk ini digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan sosial.
Dana ini diperoleh dari dana zakat, infaq dan shadaqah.
Pembiayaan yang menggunakan akad qardh
hanya untuk membantu dan memberikan
kemudahan kepada orang yang sedang mengalami kesusahan dalam keuangan. Menurut
Sabiq haram bagi yang memberikan bantuan untuk mengambil keuntungan, apalagi
mengeksploitasi karena ini digolongkan kepada riba. Ketentuan ini berdasarkan
sabda Rasulullah saw sebagaimana riwayat dari al-Harith bin Abi Usamah dari Ali
r.a yang artinya: “setiap akad qardh dilaksanakan dengan mengambil
keuntungan , maka ia tergolong kepada riba.”
2)
Qardhul Hasan
Pinjam meminjam uang atau
barang dimana peminjam berkewajiban
mengembalikan pokok pinjaman saja tanpa imbalan atas dasar kebajikan
dengan tujuan untuk membantuk peneima pinjaman.
3.
Jasa Perbankan
Bank syariah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan
kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa fee atau komisi. Jasa
perbankan tersebut antara lain:
a. Wakalah (Perwakilan)
Wakalah
dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nesabah memberikan kuasa kepada bank
untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan
L/C, inkaso dan transfer uang.
b. Kafalah (Gransi Bank)
Kafalah
merupakan pemberian jaminan dari satu pihak kepada pihak lain atau garansi bank dapat diberikan dengan
tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat
mensyaratkan nasabah untuk mendapatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini
sebagai rahn.
c. Sharf (Pertukaran Mata Uang)
pada
prinsipnya jual beli valuatan asing sejalan dengan sharf. Jual beli mata uang
yang sejenis ini, penyerahan harus dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank
mengambil keuntungan dari jual beli valutan asing ini.[36]
d. Rhan (Gadai)
Penyerahan suatu barang/harta dari satu pihak kepada
pihak lain sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang bagi pihak yang
menyerahkan barang/harta tersebut .
e. Hiwalah (Alih Utang Piutang)
Penyerahan suatu barang/harta dari satu pihak kepada
pihak lain sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang bagi pihak yang
menyerahkan barang/harta tersebut
A. Kegiatan Bank
Syariah di Booklet Perbankan Indonesia
Kegiatan usaha
bank syariah di dalam Booklet Perbankan Indonesia, yaitu: [37]
1)
Menghimpun
dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
2)
Menghimpun
dana dalam bentuk investasi berupa Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
3)
Menyalurkan
pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, akad musyarakah, atau akad
lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
4)
Menyalurkan
pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad salam, akad istishna’, atau akad
lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
5)
Menyalurkan
pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah.
6)
Menyalurkan
pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah
berdasarkan akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya
bittamlik atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
7)
Melakukan
pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
8)
Melakukan
usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
9)
Membeli,
menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang
diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan prinsip syariah, antara
lain, seperti akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau
hawalah.
10)
Membeli
surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh pemerintah
dan/atau BI.
11)
Menerima
pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan
pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip syariah.
12)
Melakukan
penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu akad yang berdasarkan
pinsip syariah.
13)
Menyediakan
tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan prinsip syariah.
14)
Memindahkan
uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah
berdasarkan prinsip syariah.
15)
Melakukan
fungsi sebagai wali amanat berdasarkan akad wakalah.
16)
Memberikan
fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan prinsip syariah.
17)
Melakukan
kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
18)
Melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan
prinsip syariah.
19)
Melakukan kegiatan penyertaan modal pada Bank
Umum Syariah atau lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah.
20)
Melakukan
kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya.
21)
Bertindak
sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun berdasarkan prinsip syariah.
22)
Melakukan
kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
23)
Menyelenggarakan
kegiatan atau produk bank yang berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan
sarana elektronik.
24)
Menerbitkan,
menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek berdasarkan
prinsip syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang.
25)
Menerbitkan,
menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka panjang berdasarkan
prinsip syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar
modal.
26)
Menyediakan
produk atau melakukan kegiatan usaha bank umum syariah lainnya yang berdasarkan
prinsip syariah.
PENUTUP
Berdasarkan
pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa akad dan produk bank syariah
merupakan dua hal yang tak dapat terpisahkan. Karena setiap produk yang ada di
bank syariah selalu berdasarkan kepada akad dan prinsip-prinsip syariah Islam.
Diantaranya adalah :
1.
Produk penghimpunan dana terdiri
dari:
a. Prinsip wadiah
1) Giro wadiah
2) Tabungan wadiah
b. Prinsip Mudharabah
1) Tabungan mudharabah
2) Deposito mudharabah
2. Produk penyaluran dana terdiri dari :
a.
Pembiayaan dengan prinsip jual beli
akad yang digunakan yaitu murabaha, salam, istisnha
c. Pembiayaan dengan prinsip sewa
Akad yang digunakan yaitu ijarah dan IMBT
d. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
Akad yang digunakan yaitu mudharabah, musyarakah
e.
Pembiayaan dengan prinsip pinjaman
Akad yang digunakan yaitu qardh dan qardhul hasan
3. Produk jasa terdiri dari : jasa-jasa yang
menggunakan akad Wakalah, Kafalah, Hiwalah, Rahn dan Sharf
27)
DAFTAR
PUSTAKA
Abbdul
Ghofur Ansori, Penerapan Prinsip Syariah: Dalam Lembga Keuangan Lembaga
Pembiayaan Dan Perusahaan Pembiayaan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008
Adiwarman Karim, Bank
Islam (Analisis Fiqih dan Keuangan), Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,2007
Ahmad dahlan, bank syariah (Teoritik, praktik, kritik), Yogyakarta:
Teras, 2012
Abu
Muhammad Dwiono Koesen Al Jambi, Ayo Ke Bank Syariah: Persembahan BNI
Syariah memberikan yang terbaik sesuai kaidah Jakarta: Pustaka Ishlahul Ummuh, 2013.
Booklet, Bank Indonesia, 2012,
Junaidi, “Pelaksanaan Bagi Hasil Dalam Penyaluran
Dana Mudhorobah Pada Bank Syariah Mandiri (Study Di Bank Syariah Mandiri
Kudus)”, Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang, 2006,
kasmir,
Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005
Karnaen perwataatmadja dkk,apa dan bagaimana bank
islam Yogyakarta: dana bakti wakaf UII,1992
Muhammad, Lembaga
Ekonomi Syariah, Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2007
Nurul huda dan mohamad heykal, lembaga keuangan islam
( Jakarta: kencana, 2010
Syafi’i
Antonio, M. Akbar Adnan, Dkk, Bank Syariah: Analisis Kekuatan, Kelemahan,
Peluang Dan Ancaman, Yogyakarta: Ekonisia, 2004
Warkum
Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam
Dan Lembaga-Lembaga Yang Terkait: Bmi Dan Tafakul Di Indonesia, Jakarta: PT
Raja Grafindo, 2002
Wiroso, produk
perbankan syariah, Jakarta: LPFE
Usakti; 2009
[1]Muhammad, Lembaga
Ekonomi Syariah, Ed. 1 (Cet. 1; Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), h. 6.
[2]Syafi’i Antonio, M. Akbar Adnan,
Dkk, Bank Syariah: Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang Dan Ancaman,
Ed. 1 (Cet. 3; Yogyakarta: Ekonisia, 2004), h. 65.
[3]Abbdul Ghofur Ansori, Penerapan
Prinsip Syariah: Dalam Lembga Keuangan Lembaga Pembiayaan Dan Perusahaan
Pembiayaan, Cet.1 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 1-2.
[4]Warkum Sumitro, Asas-Asas
Perbankan Islam Dan Lembaga-Lembaga Yang
Terkait: Bmi Dan Tafakul Di Indonesia, Ed, 1 (Cet. 3; Jakarta: PT Raja
Grafindo, 2002) , h. 49.
[5]kasmir, Dasar-Dasar Perbankan,
Ed. 1 (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 41.
[7]Ahmad
dahlan, bank syariah (Teoritik, praktik, kritik), ( Cet. 1; Yogyakarta: Teras,
2012). h. 101
[8]Abu Muhammad Dwiono Koesen Al
Jambi, Ayo Ke Bank Syariah: Persembahan BNI Syariah memberikan yang terbaik
sesuai kaidah (Cet. 1; Jakarta:
Pustaka Ishlahul Ummuh, 2013), h. 5.
[10]Adiwarman
Karim, Bank Islam (Analisis Fiqih dan
Keuangan), (Ed.3; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2007). h. 97
[11]Adiwarman
Karim, Bank Islam, h. 97
[18]Junaidi,
“Pelaksanaan Bagi Hasil Dalam Penyaluran Dana Mudhorobah Pada Bank Syariah
Mandiri (Study Di Bank Syariah Mandiri Kudus)”, Tesis, Universitas
Diponegoro, Semarang, 2006, h. 27.
[26] Karnaen perwataatmadja dkk,apa
dan bagaimana bank islam (Yogyakarta: dana bakti wakaf UII,1992), h. 25.
[30]
Muhammad syafe’I antoni. Bank syariah wacana ulama dan cendikiawan (Jakarta:
bank Indonesia dan tazkia institute, 1999). h. 175
[33] Mervyn
K. Lewis dan Latifa M. Algaoud, Perbankan Syariah : Prinsip, Praktik dan
Prospek, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), hlm. 63
[36]
Adiwarman a. karim bank islam, h.112.
[37]Booklet, Bank
Indonesia, 2012, h. 4-6.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar