Rabu, 25 Januari 2017

PENGELOLAAN MANAJEMEN LIKUIDITAS BANK SYARIAH



PENGELOLAAN MANAJEMEN LIKUIDITAS BANK SYARIAH
*ELNI DIANNO VITASARI*
01133120

Abstrak
Tulisan ini berkenaan dengan manajemen likuiditas yang membahas mengenai pengelolaan uang kas suatu perusahaan dan kemampuannya untuk memenuhi kewajiban (membayar utang) tepat waktu. Manajemen likuiditas merupakan salah satu fungsi terpenting yang dilaksanakan oleh lembaga perbankan, dan di dalam pengelolaannya yang secara efisien ini diperlukan adanya instrumen dan pasar keuangan baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang, baik itu untuk perbankan konvensional maupun syariah. Likuiditas berkaitan dengan kemampuan untuk memperoleh uang tunai pada saat dibutuhkan. Beberapa sekuritas sekunder dibeli sektor usaha dan rumah tangga terutama dimaksudkan untuk tujuan likuiditas. Sekuritas sekunder seperti tabungan, deposito, sertifikat deposito yang diterbitkan bank umum memberikan tingkat keamanan dan likuiditas yang tinggi, di samping tambahan pendapatan. Untuk keperluan yang bersifat mendasar itu, (yaitu penempatan dan pemenuhan kebutuhan jangka pendek) bagi perbankan syariah di Indonesia telah tersedia beberapa instrumen seperti (IMA) sertifikat investasi mudharabah antar bank, (PUAS) aturan-aturan tentang pasar keuangan antar bank dengan prinsip syariah, (SWBI) sertifikat wadiah bank Indonesia, serta (FPJPS) ketentuan tentang Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi bank syariah.

Kata Kunci: Penelolaan Likuiditas Bank Syariah


LATAR BELAKANG
Di dunia modern, peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hampir semua sektor usaha, yang meliputi sektor industri, perdagangan pertanian, perkebunan, jasa, dan perumahan sangat membutuhkan bank sebagai mitra dalam melakukan transaksi keuangan. Semua sektor usaha maupun individu saat ini dan masa yang akan datang tidak akan lepas dari sektor perbankan bahkan menjadi kebutuhan dalam menjalankan aktivitas keuangan dalam mendukung kelancaran usaha. Peran bank bagi masyarakat individu, maupun masyarakat bisnis sangat penting bahkan bagi suatu negara, karena bank sebagai suatu lembaga yang sangat berperan dan berpengaruh dalam perekonomian suatu negara.[1]
Seperti telah kita ketahui bahwa perkembangan perbankan syariah di Indonesia dari segi yuridis dimulai dengan diungkapkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang mengatur tentang bank umum yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan konsep bagi hasil (profit sharing). Undang-undang tersebut sifatnya baru memperkenalkan (introducing) alternatif bank selain bank berdasarkan bunga, yakni bank berdasarkan prinsip bagi hasil.[2]
Dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2008 diterangkan bahwa yang dimaksud dengan perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.[3] Produk yang ditawarkan oleh perbankan Syariah terbagi menjadi tiga bagian besar, yaitu produk penghimpunan dana (funding), produk penyaluran dana (financing), produk jasa (service).[4]
Pembiayaan merupakan aktivitas bank syariah dalam menyalurkan danan kepada pihak lain selain bank berdasarkan prinsip syariah.[5]

A.                KONSEP LIKUIDITAS
Likuiditas bank adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya, terutama kewajiban dana jangka pendek. Dari sudut aktiva, likuiditas adalah kemampuan untuk mengubah seluruh aset menjadi tunai (cash). Sedangkan dari sudut pasiva, likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi kebutuhan dana melalui peningkatan portofolio liabilitas.[6]
Dalam pengembangan sektor ekonomi pembangunan sekarang ditemui banyak metode dalam manajemen dana khususnya pengelolaan likuiditas pada lembaga lembaga keuangan, baik itu bank maupun non bank, baik itu syariah maupun konvensional. Pengelolaan likuiditas ini sangatlah berpengaruh pada perkembangan lembaga itu sendiri dan perekonomian negara secara luas. Seperti krisis sektor keuangan di tahun 1997 (krismon), yang terjadi pada waktu itu merupakan salah satu dampak dari masalah likuiditas suatu lembaga keuangan dalam menangani aliran sumber dana dan pengarunya secara luas terlihat pada perkembangan pasar surat-surat berharga, sektor perbankan dan lebih jauh lagi pada sektor riil, dan berdampak krisis ekonomi global.
Masalah pengelolan likuiditas adalah masalah yang berhubungan dengan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi. Jumlah alat-alat pembayaran (alat likuid) yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada suatu saat merupakan kekuatan membayar dari perusahaan yang bersangkutan. Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar belum tentu dapat memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi atau dengan kata lain perusahaan tersebut belum tentu memiliki kemampuan membayar.
Kemampuan membayar baru terdapat pada perusahaan apabila kekuatan membayarnya adalah demikian besarnya sehingga dapat memenuhi semua kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi (Riyanto, 2001). Dengan demikian, maka kemampuan membayar itu dapat diketahui setelah membandingkan kekuatan membayarnya di satu pihak dengan kewajiban-kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi di lain pihak.
Secara umum, pengertian likuditas adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dana (cash flow) dengan segera dan dengan biaya yang sesuai, dimana fungsi dari likuditas secara umum untuk (Riyanto, 2001): pertama, enjalankan transaksi bisnisnya sehari-hari. Kedua, mengatasi kebutuhan dana yang mendesak. Ketiga, memuaskan permintaan nasabah akan pinjaman dan memberikan fleksibiltas dalam meraih kesempatan investasi menarik yang menguntungkan.
Sedangkan menurut kamus besar Bahasa Indonesia pengertian likuiditas pada umumnya adalah mengenai posisi uang kas suatu perusahaan dan kemampuannya untuk memenuhi kewajiban (membayar utang) yang jatuh tempo tepat pada waktunya. Apabila dikaitkan dengan lembaga bank, berarti kemampuan bank setiap waktu umtuk membayar utang jangka pendeknya apabila tiba-tiba ditagih oleh nasabah atau pihak-pihak terkait. Jadi, yang dimaksud likuiditas disini adalah kemudahan mengubah aset menjadi uang tunai dari masing-masing bank yang bersangkutan.
Konsep likuiditas ini juga diperluas dengan memasukan unsur pinjaman, yaitu kemampuan untuk mendapatkan likuiditas baik tunai maupun non tunai melalui pinjaman dari sumber-sumber ekstern perusahaan. Kemudahan mendapatkan likuiditas adalah merupakan hal yang sangat penting bagi manajemen keuangan, semua jenis kegiatan bisnis, namun pada lembaga keuangan bank penyedian llikuiditas merupakan hal yang lebih penting karena untuk memenuhi adanya permintaan penarikan dana sewaktu-waktu para nasabah. Selain menjaga ketersediaan likuiditas, setiap bank juga harus mematuhi ketentuan atau syarat yang diterapkan oleh BI yakni Giro Wajib Minimum (GWM).
Pengelolaan likuiditas bagi suatu bank mengacu pada kemampuan bank menyediakan dana dalam jumlah cukup, tepat waktu untuk memenuhi kewajiban kewajibannya terutama memenuhi ketentuan bank sentral atau pemerintah, terbinanya hubungan baik dengan bank koresponden agar saldo seimbang, memenuhi kebutuhan penarikan dana oleh penabung, pemilik rekening giro maupun debitur dan membayar kewajiban jangka panjang yang telah jatuh tempo (Leon dan Ericson, 2007).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manajemen likuiditas bank adalah kemampuan dari suatu bank untuk membiayai peningkatan aset yang sesuai dengan kewajibannya pada saat jatuh tempo. Likuiditas sangat penting bagi keberlangsungan operasi bank karena itu di perlu manajemen dan pengelolaan yang efektif untuk menghindari terjadinya permasalahan yang serius dikemudian hari. Kekurangan likuiditas pada suatu bank dapat mengakibatkan pengaruh yang lebih luas dan berdampak negatif pada sistem perbankan. Pengelolaan likuiditas adalah kegiatan yang rutin dalam operasi bank dimana dana yang dikelola sebagian besar adalah dana pihak ketiga yang sifatnya sangat berfluktuasi. Bank harus memperhitungkan dengan cermat kebutuhan likuiditas untuk suatu jangka waktu tertentu karena kebutuhan likuiditas sangat dipengaruhi oleh perilaku nasabah dan jenis sumber dana yang dikelola bank.[7]
Manajemen likuiditas
1.      Sisi penghimpunan dana
Sebagian besar dana masyarakat yang diterima bank sifatnya jangka pendek.
a.       Produk Giro, misalnya, dengan media penarikan berupa cek atau bilyet giro, memang dimaksudkan untuk kemudahan nasabah melakukan transaksi, baik menerima uang atau membayar uang kepada mitranya. Sehingga periode waktu pengendapan dana-dana giro di bank bersifat sangat jangka pendek.
b.      Produk tabungan relatif lebih lama mengendap di bank karena tidak menggunakan alat tarik cek dan bilyet giro. Di masa lalu, nasabah harus datang ke kantor bank untuk manarik atau menyetor uangnya ke rekening tabungan. Namun, dengan semakin luasnya jaringan ATM (Anjungan Tunai Mandiri/Automatic Teller Machine), maka nasabah menjadi semakin mudah menarik dana tabungannya. Semakin luasnya akses ATM yang dilengkapi pula dengan Electronic Debet Card (EDC), yaitu alat pembayaran elektronik kartu tabungan, membuat FR produk tabungan meningkat signifikan.
c.       Produk deposito relatif lebih dapat diprediksi waktu pengendapnya karena telah jelas tonornya. Saat ini tenor deposito di Indonesia terdiri dari 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan. Untuk mengurangi dorongan nasabah mencairkan depositonya sebelum waktu yang diperjanjikan, biasanya bank mengenakan “denda pencarian sebelum jatuh tempo”. Secara statistik, FR untuk produk deposito mendekati nihil.
2.      Sisi penyaluran dana
Sebagian besar dana yang disalurkan bank kepada masyarakat sifatnya jangka menengah panjang.
1)      Pembiayaan konsumer biasanya ditawarkan dengan menggunakan akad murabahah atau akad ijarah.
2)      Pembiayaan modal kerja biasanya ditawarkan dengan menggunakan akad murabahah untuk pengadaan barang, akad ijarah untuk pengadaan jasa, atau akad mudharabah untuk membiayai bisnis yang mempunyai tingkat prediktabilitas hasil yang akurat. Biasanya jangka waktu pembiayaan jenis ini antara 1-3 tahun.
3)      Pembiayaan investasi biasanya ditawarkan dengan menggunakan murabahah, ijarah muntahiya bit tamlik (IMBT) , mudharabah, atau musyarakah mutanaqisah. Akad mudharabah biasanya digunakan untuk jangka waktu yang lebih pendek, sedangkan akad-akad lainnya digunakan untuk jangka waktu yang lebih panjang.
Dari uraian ini tampak sebagian besar dana yang disalurkan bank kepada masyarakat sifatnya jangka menengah panjang.[8]
Instrumen manajemen likuiditas
Instrumen yang saat ini tersedia untuk melakukan manajemen likuiditas Bank Syariah melalui pasar uang antarbank syariah antara lain sebagai berikut:
1.      Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
2.      Deposito Antar-Bank Syariah
3.      Sertifikat Investasi Mudharabah Antar-Bank Syariah (SIMA)
4.      Fasilitas Bank Indonesia Syariah (FASBIS)
5.      Fasilitas pembiayaan jangka pendek bagi Bank Syariah (FPJPS)
6.      Fasilitas Likuiditas Intrahari bagi Bank Umum berdasarkan prinsip Syariah (FLIS)

B.                 MANAJEMEN LIKUIDITAS BANK
Manajemen likuiditas merupakan suatu proses pengendalian dari alat-alat likuid yang mudah ditunaikan guna memenuhi semua kewajiban bank yang segera harus dibayar sesuai hari jatuh temponya. Pengendalian likuiditas bank dilaksanakan setiap hari berupa jaminan agar semua alat-alat likuid yang dapat dikuasai oleh bank seperti uang kas dan saldo giro pada BI dapat dimanfaatkan guna memenuhi tagihan dari nasabah atau masyarakat yang datang setiap saat misalnya dana simpanan giro, para deposan dan pinjaman dari bank lain yang jatuh tempo.[9]
Manajemen likuiditas adalah mengelola bagaimana bank dapat memenuhi baik kewajiban yang sekarang maupun kewajiban yang akan datang bila terjadi penarikan atau pelunasan asset liability yang sesuai perjanjian atau pun yang belum diperjanjikan (tidak ter duga).
Suatu bank syariah dapat dikatakan likuid apabila:
1.      Dapat memelihara Giro Wajib Minimum di Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2.       Dapat memelihara Giro di Bank Koresponden Giro di Bank Koresponden ada lah rekening yang dipelihara di Bank Koresponden yang besarnya ditetapkan berdasarkan Saldo Minimum.
3.       Dapat memelihara sejumlah Kas secukupnya untuk memenuhi pengambilan uang tunai.[10]
Setiap bank selalu menyediakan alat likuid dengan jumlah yang cukup untuk dapat memenuhi kewajiban bank setiap saat atau supaya likuiditas bank cukup tinggi kewajiban bank berupa pembayaran pada pihak ketiga dan biaya-biaya bank. Penyediaan alat likuid dapat berupa uang kas, uang yang ditempatkan di bank lain, perencanaan angsuran pokok dan bunga, pelunasan kredit, dan lain-lainnya.[11]
Kesulitan likuiditas seringkali menjadi tanda-tanda awal bahwa suatu bank akan mengalami kesulitan finansial yang lebih serius. Kesulitan ini biasanya diawali dengan turunnya simpanan (depposite) masyarakat yang menyebabkan kekurangan alat likuid sehingga terpaksa harus melakukan pinjaman antar bank dan menjual aktiva cadangannya. Kesulitan itu akan bertambah parah jika bank-bank lain mulai menolak memberikan bantuan atau pinjaman kepada bank-bank yang bermasalah. Dalam keadaan sulit bank cenderung akan berusaha memperoleh pinjaman dana dengan biaya berapapun untuk menjaga citranya. Kemampuan ini berarti bank mengorbankan profit untuk kepentingan likuiditas. Kemampuan bank dalam mengelola likuiditasnya secara baik dapat menjamin terpenuhinya kewajiban secara tertib sehingga bank itu akan terhindar dari resiko biaya pinjaman yang tinggi.
Adapun tujuan manajemen likuiditas adalah untuk (Leon dan Ericson, 2007): pertama, menjaga posisi likuiditas bank agar selalu berada pada posisi yang ditentukan oleh otoritas moneter yaitu Bank Indonesia. Kedua, mengelola alat alat likuid agar selalu memenuhi semua kebutuhan arus kas termasuk kebutuhan yang tidak diperkirakan, misalnya penarikan yang tiba-tiba terhadap sejumlah giro atau deposito berjangka yang belum jatuh tempo. Ketiga, meminimalkan idle fund (dana yang menganggur). Keempat, menjaga posisi likuiditas dan proyeksi arus kas agar selalu dalam posisi aman terutama dalam tingkat bunga berfluktuatif. Selain tujuan di atas, menurut Sinkey ada lima fungsi utama manajemen likuiditas bank, yaitu (Latumaerisa: 1999):
1.      Menunjukan dirinya sebagai tempat yang aman untuk menyimpan uang. Mampu memberikan rasa aman kepada para nasabah deposan, penabung, maupun kreditor lainnya. Fungsi utama likuiditas adalah jaminan bahwa uang yang disimpan/dipinjamkan kepada bank dapat dibayar kembali oleh bank ersebut pada saat jatuh tempo.
2.      Memungkinkan bank memenuhi komitmen pinjamannya. Menjamin tersedianya dana bagi setiap pemohon kredit yang telah disetujui. Jika bank menolak untuk menyediakan dana atas permohonan kredit yang telah disetujui, mungkin debitor akan lari ke bank lain. Sebaiknya bank mampu mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan para debitor di masa mendatang.
3.      Untuk menghindari penjualan aktiva yang tidak menguntungkan Mencegah penjualan asset secara terpaksa. Apabila bank tidak dapat memperpanjang pinjaman yang diterima dari bank lain, salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan terpaksa menjual surat berharga yang umumnya dengan harga rendah. Hal itu jelas akan memperburuk tingkat modal bank tersebut.
4.      Untuk menghindarkan diri dari penyalahgunaan kemudahan atau kesan “negative” dari penguasa moneter karena meminjam dana likuiditas dari bank sentral.
Menghindari diri dari kewajiban membayar suku bunga yang tinggi atas dana yang diperoleh di pasar uang. Pemilik dana menganggap bahwa menempatkan/ meminjamkan dana pada bank beresiko tinggi. Oleh karena itu, pemilik dana akan selektif dan mungkin akan menempatkan dananya dengan suku bunga yang tinggi.
5.      Memperkecil penilaian risiko ketidakmampuan membayar kewajiban penarikan dana.
Menghindarkan diri dari penggunaan fasilitas discount window secara terpaksa. Semakin sering suatu bank menggunakan fasilitas discount window, semakin tidak bebas manajemen bank tersebut menentukan dan melaksanakan kebijakan usahanya. Hal itu karena bank sentral akan mendikte manajemen bank tersebut untuk memperbaiki tingkat kesehatan banknya.
Dengan demikian ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengelola likuiditas, yaitu:
a)      Posisi likuiditas harian/mingguan harus dapat dijaga sesuai dengan ketentuan bank sentral.
b)      Memelihara alat likuiditas secukupnya agar bank selalu dapat melindungi kebutuhan kas keluar yang tidak terduga sebelumnya.
c)      Mengoperasikan kelebihan likuiditas secara efektif agar bank selalu dapat melindungi kebutuhan kas keluar yang tidak terduga sebelumnya.
d)     Menentukan besarnya reserve yang diperlukan dalam primary reserve dan secondary reserve.
Teori manajemen likuiditas pada dasarnya adalah teori yang berkaitan dengan bagaimana mengelola dana dan sumber-sumber dana bank agar dapat memelihara posisi likuiditas dan memenuhi segala kebutuhan likuiditas dalam kegiatan operasional bank sehari-sehari. Beberapa teori manajemen likuiditas yang dikenal dalam dunia perbankan antara lain dibawah ini (Sinungan, 1993):
1.      Commercial loan theory.
Teori ini beranggapan bahwa bank-bank hanya boleh memberikan pinjaman dengan surat dagang jangka pendek yang dapat dicairkan dengan sendirinya (self liquidating).
Teori ini dikenal juga dengan istilah productive theory of credit, atau sering disebut real bills doctrine yang diperkenalkan sejak abad 18. Teori ini cukup dominan sampai tahun 1920-an. Pada prinsipnya teori ini menitikberatkan sisi aktiva dari neraca bank dalam memenuhi kebutuhan likuiditas bank. Likuiditas bank menurut teori ini akan dapat terjamin apabila aktiva produktif bank yang terdiri dari kredit jangka pendek dicairkan dalam kegiatan usaha yang berjalan secara normal. Dan apabila bank yang bersangkutan akan memberikan kredit yang lebih panjang, hendaknya sumber data diambil dari modal bank dan sumber dana jangka panjang. Secara khusus teori menyatakan bahwa bank harus memberikan kredit jangka pendek atau self- liquidating loans, seperti kredit yang digunakan untuk modal kerja usaha untuk memproses suatu produksi secara musiman atau yang bersifat sementara, misalnya pertanian. Sebelum tahun 1920an bank-bank menitikberatkan portofolio kreditnya sebagai sumber tambahan likuiditas karena saat itu tidak banyak alternative lain sebagai sumber-sumber likuiditas. Suratsurat berharga jangka pendek yang dapat dijual kembali bila bank membutuhkan likuiditas jumlahnya belum memadai untuk dapat dijadikan sebagai cadangan likuiditas (Siamat, 2005). Kelemahan commercial loan theory ini sebagai sumber likuiditas bank adalah:
a)      Banyak kredit bukan jangka pendek dan tidak self liquidating
b)       Dalam situasi ekonomi yang sedang lesu, kredit modal kerja,yang pelunasannya berasal dari arus kas nasabah debitur, akan menjadi tidak lancar.
c)      Kredit jangka pendek dapat menjadi jangka panjang melalui perpanjangan waktu secara terus menerus
d)     Dalam perekonomian yang semakin maju, kredit jangka menengah/panjang akan menjadi semakin penting dan dibutuhkan
e)      Teori ini mengabaikan kenyataan bahwa dalam keadaan normal atau stabil, sumber-sumber dana bank, misalnya : giro, deposito, tabungan dan sebagainya, memungkinkan untuk disalurkan sebagai kredit yang jangka waktunya lebih panjang.
Secara implisit teori ini menganggap bahwa likuiditas dapat terpenuhi dengan hanya mengandalakan sumber dari pelunasan dan atau pembayaran kredit oleh nasabah. Padahal penarikan simpanan dan pencairan kredit dapat melebihi likuiditas yang hanya bersumber dari pelunasan kredit.
2.       Shiftability theory.
Teori ini beranggapan bahwa likuiditas sebuah bank tergantung pada kemampuan bank untuk memindahkan aktivanya ke orang lain dengan harga yang dapat diramalkan.
Pada tahun 1920-an, bank mengembangkan teori likuiditas sebagai reaksi dari banyaknya kelemahan pada teori commercial loan, yaitu doctrine of asset shiftability. Menurut teori ini, bank dapat segera memenuhi kebutuhan likuiditasnya dengan memberikan shiftable loan atau call loan, yaitu pinjaman yang harus dibayar dengan pemberitahuan satu atau beberapa hari sebelumnya dengan jaminan surat surat berharga. Oleh karena itu, apabila bank membutuhkan likuiditas pada suatu waktu, maka kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dengan melakukan penagihan kepada peminjam atau debitur. Peminjam kemudian dapat melunasi pinjaman tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung dengan cara mengalihkan (shifting) pinjamannya tersebut kepada bank lain. Apabila karena satu dan lain alasan pinjaman tersebut tidak dapat dibayar kembali, maka bank dapat menjual barang jaminan berupa surat-surat berharga untuk pelunasannya. Doktrin ini akan dapat berfungsi apabila pasar keuangan sudah berkembang dan cukup aktif (likuid), dengan pengertian bahwa berapapun jumlah permintaan dan penawaran dapat diserap oleh pasar.
Kelemahan teori ini adalah apabila dalam waktu yang bersamaan bank-bank membutuhkan likuiditas dan menjual jaminan surat-surat berharga tersebut untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya. Dalam situasi seperti ini, bukan saja akan menyebabkan kredit tersebut tidak dapat dialihkan, tapi juga akan menyebabkan turunya harga surat berharga karena bank-bank menjual jaminannya (surat berharga) dalam waktu yang bersamaan.
3.      Anticipated income theory.
Disebut juga teori pendapatan yang diharapkan. Teori ini berkesimpulan bahwa sama sekali benar bagi sebuah bank untuk memberikan pinjaman-pinjaman jangka panjang dan pinjaman-pinjaman bukan untuk dagang.
Pada decade 1930 an dan 1940 an bank-bank mengembangkan teori baru yang disebut dengan anticipated income theory. Teori ini menyatakan bahwa bank-bank seharusnya dapat memberikan kredit jangka panjang dimana pelunasannya, yaitu cicilan pokok pinjaman ditambah bunga, dapat diharapkan dan dijadwalkan pembayarannya pada waktu yang akan datang sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan. Jadwal pembayaran kembali nasabah berupa angsuran pokok dan bunga akan memberikan cash flow secara teratur yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas bank. Timbulnya teori ini diawali oleh rendahnya permohonan kredit kepada bank yang mengakibatkan terjadinya kelebihan likuiditas dan rendahnya keuntungan yang diperoleh bank , khususnya pada saat terjadi depresi ekonomi. Dengan diperkenalkannya anticipated theory, bank-bank terdorong untuk lebih agresif dengan berani memberikan kredit yang berjangka panjang, misalnya: kredit real etate, kredit investasi dan kredit konsumsi.
Kelemahan anticipated income theory yaitu, teori ini menganggap semua kredit dapat ditagih sesuai dengan waktu yang dijadwalkan tanpa memperhatikan kemungkinan terjadinya kegagalan pengembalian kredit oleh debitur akibat factor ekstrern dan atau intern. Factor – factor ekstern terjadi diluar kendali nasabah, misalnya terjadi resesi ekonomi yang berkepanjangan dan kebijakan pemerintah yang kurang mendukung. Factor intern antara lain terjadinya mismanagement atau karena kurangnya tenaga yang berpengalaman dan terampil dalam perusahaan. Teori likuiditas ini sulit diharapkan sebagai sumber likuiditas minimum dan memenuhi kebutuhan permintaan kredit yang segera harus dipenuhi.
4.      Liabilty management theory. Teori ini melihat struktur aktiva bank mempunyai peran mencolok yang harus dimainkan dalam menyediakan likuiditas untuk bank. Teori ini juga terus melampaui cara pendekatan dengan satu dimensi dan menyatakan bahwa bank juga dapat menggunakan aktivanya untuk tujuan tujuan likuiditas.[12]

C.                RASIO LIKUIDITAS BANK
Likuiditas adalah suatu istilah yang dipakai untuk menunjukkan peresediaan uang tunai dan aset lain yang dengan mudah dijadikan uang tunai atau aset lainnya, untuk memungkinkannya memenuhi kewajiban pembayaran dan komitmen keuangan lain pada saat yang tepat.[13] Rasio likuiditas merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada saat ditagih.[14] Dengan kata lain dapat membayar kembali pencairan dana deposannya pada saat ditagih beserta dapat mencukupi permintaan kredit yang telah diajukan. Semakin besar rasio inis semakin likuid. Untuk melakukan pengukuran rasio ini memiliki beberapa jenis rasio yang masing-masing memiliki maksud dan tujuan tersendiri. Adapun jenis-jenis rasio likuiditas antara lain Quick Ratio, Investing Policy Ratio, Banking Ratio, Assets To Loan Ratio, Invesment Portofolio Ratio, Cash Ratio, Loan to deposit ratio (LDR)
Adapun Judiseno (2005) menulis rasio likuiditas hampr sama dengan diatas yaitu meliputi beberapa alat pengukuran seperti:
1.      Pengukuran kemampuan bank membayar kembali kewajibannya dengan harta lancar (kas asset) yang dimilikinya, disebut dengan istilah quick ratio.
2.      Pengukuran kemampuan bank membayar kembali kewajibannya dengan mencairkan surat-surat berharga, disebut dengan istilah investing policy ratio.
3.      Pengukuran kemampuan untuk membayar kembali kewajibannya dengan menarik kembali kredit-kredit yang pernah dicairkan oleh bank, disebut dengan istilah banking ratio.
4.      Pengukuran kemampuan bank untuk memenuhi permintaan kredit dengan harta bank yang tersedia, disebut dengan istilah loan to asset ratio.
5.      Pengukuran tingkat likuiditas penanaman dana dalam surat-surat berharga, disebut dengan istilah investment portfolio ratio.
6.      Pengukuran kemampuan bank membayar kembali kewajibannya yang sudah jatuh tempo dengan harta lancar yang dimilikinya disebut dengan istilah cash ratio.
Besar kecilnya masing-masing rasio menentukan likuid dan tidak likuidnya suatu bank. Namun, bukan berarti semakin besar rasio likuiditas otomatis menunjukan hasil yang baik, melainkan tergantung kepada masing-masing pengukuran dan kepentingan rasio itu sendiri pada pengukuran loan to asset ratio, hasil yang semakin rendah menunjukkan tingkat yang lebih baik. Secara umum penetapan rasio likuiditas yang baik adalah lebih dari 100%, dengan kata lain harta lancar adalah sama dengan atau lebih besar dari hutang lancarnya.
Sedangkan menurut Dahlan Siamat (2005), rasio-rasio yang umum digunakan untuk mengukur likuiditas bank antara lain sebagai berikut:
1.      Rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga. Rasio ini dapat dijadikan ukuran untuk menilai kemampuan bank dalam memenuhi kebutuhan likuiditas akibat penarikan dana oleh pihak ketiga dengan menggunakan alat-alat likuid bank yang tersedia. Alat likuid bank tersedia atas: uang kas, saldo giro pada bank sentral dan bank-bank koresponden. Semakin besar rasio ini semakin baik pula posisi likuiditas bank yang bersangkutan.
2.      Rasio kredit terhadap total dana pihak ketiga. Rasio likuiditas ini juga sering disebut dengan loan to deposit ratio atau LDR. Rasio ini memberikan indikasi mengenai jumlah dana pihak ketiga yang disalurkan dalam bentuk kredit. Rasio yang tinggi menggambarkan kurang baiknya posisi likuiditas bank. umumnya, rasio sampai dengan 100% memberikan gambaran yang cukup baik atas keadaan likuiditas bank. Namun berdasarkan ketentuan bank Indonesia, rasio likuiditas yang digunakan untuk menilai tingkat kesehatan bank adalah rasio kredit terhadap dana yang diterima bank dalam rupiah dan valas. Dana yang diterima bank meliputi: kredit likuiditas BI; giro, deposit, dan tabungan masyarakat; pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari 3 bulan dan tidak termasuk pinjaman subordinasi; deposito dan pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih 3 bulan; surat berharga yang diterbitkan bank yang berjangka waktu lebih dari 3 bulan; modal lain; dan modal pinjaman. Semakin tinggi rasio ini semakin buruk kondisi likuiditas bank. bank Indonesia memberi nilai kredit (0) bagi bank yang memiliki rasio sebesar 115% atau lebih berdasarkan ketentuan penilaian tingkat kesehatan bank untuk faktor likuiditas.
3.      Rasio kewajiban bersih call money terhadap aktiva lancar, dalam rupiah. Rasio ini menunjukkan besarnya call money bank terhadap total aktiva lancar yang meliputi: kas, giro pada Bank Indonesia, SBI dan SPBU yang telah di-endos bank lain. Menurut ketentuan Bank Indonesia maksimum rasio adalah 100%.
4.      Rasio surat-surat berharga jangka pendek terhadap total portfolio surat-surat berharga. Rasio ini memberikan informasi bahwa semakin besar porsi penanaman dana dalam surat-surat berharga yang jatuh temponya kurang dari satu tahun terhadap total portfolio surat-surat berharga semakin baik pula posisi likuiditas bank.
5.      Total kredit terhadap total asset. Rasio ini mengukur kemampuan bank memenuhi permintaan kredit dengan menggunakan asset bank. kenaikan rasio ini menunjukan rendahnya likuiditas bank.[15]

D.                MASALAH MANAJEMEN LIKUIDITAS BANK SYARIAH
Kendala operasional yang dihadapi oleh perbankan syariah adalah kesulitan dalam mengendalikan likuiditasnya secara efisien, hal itu terlihat pada beberapa gejala, antara lain (Arifin, 2009):
1.      Tidak tersedianya kesempatan investasi segera atas dana dana yang diterimanya. Dana dana tersebut terakumulasi dan menganggur untuk beberapa hari sehingga mengurangi rata rata pendapatan mereka
2.       Kesulitan mencairkan dana investasi yang sedang berjalan, pada saat ada penarikan dana dalam situasi kritis. Akibatnya bank bank syariah menahan alat likuidnya dalam jumlah yang lebih besar daripada rata rata perbankan konvensional.
 Pada umumnya bank syariah mengalami dua macam kendala bila dibandingkan dengan bank konvensional, yaitu: kurangnya akses untuk memperoleh pendanaan jangka pendek, khususnya dari BI sebagai bank sentral, dan kurangnya akses ke pasar uang sehingga bank syariah hanya dapat memelihara likuiditas dalam bentuk kas.[16]
Untuk mengantisipasi masalah tersebut, ada beberapa pilihan yang kebanyakan dilakuan oleh pengelola bank-bank syariah yang bersifat darurat yaitu: menolak mengambil bunga, mengambil uang dan menggunakannnya untuk tujuan sosial yang berdasarkan fatwa, menginvestasikan dalam bentuk emas dan atau logam mulia lainnya secara tunai dengan kontrak berjangka, dan membiarkan diri kehilangan kesempatan di pasar uang dan menyimpan dananya di bank konvensional tanpa menerima bunga sebagai imbangan dari servis yang diperolehnya.
Melakukan analisis perencanaan likuiditas bank syari’ah adalah mengidentifikasi kebutuhan utama terhadap likuiditas kemudian membandingkan kebutuhan tersebut dengan jumlah aktiva lancar yang dimiliki bank pada saat itu. Analisis ini dilakukan dengan 3 tahap sebagai berikut:
1)      Tahap pertama :
Klasifikasikan sumber-sumber dana utama bank berdasarkan tingkat kecepatan berputarnya. Kelompokkan dana yang sifatnya stabil atau tetap dan dana yang berfluktuasi. Estimasikan persentase pada masing-masing kelompok pada dana tersebut dilihat dari waktu penarikannya, maka terdapat dua jenis dana yaitu dana yang dapat ditarik sewaktu-waktu meliputi tabungan dan giro wadiah serta dana yang ditarik pada saat jatuh tempo meliputi investasi mudharabah. Untuk memperkirakan jumlah penarikan pada tabungan dan giro wadiah, bank syariah harus menganalisis dari pengalaman penarikan dana harian pada masa-masa sebelumnya (historical data),
2)      Tahap kedua :
Kelompokkan jenis aktiva yang likuid maupun yang tidak likuid. Pengelompokkan ini dimaksudkan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kebutuhan likuiditasnya dari aktiva lancar yang dimilikinya.
3)      Tahap ketiga :
Bandingkan total aktiva lancar dengan dana yang dianggap berubah-ubah (volatile). Apabila perbandingan tersebut hasilnya sama dengan satu berarti posisi kebutuhan likuiditas persis sama dengan jumlah aktiva lancar yang dimiliki bank saat itu (Balance liquidity position).
4)      Tahap ke empat:
Kebutuhan likuiditas bank yang biasanya dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini: Pertama, kewajiban reserve yang ditetapkan oleh Bank Sentral, yaitu merupakan Giro Wajib Minimum (GWM) yang merupakan ketentuan Bank Indonesia. Giro Wajib Minimum merupakan kewajiban cadangan (reserve requirement) yang ditetapkan oleh oleh Bank Indonesia sebesar prosentase dari dana pihak ketiga (DPK). Dana Pihak ketiga meliputi seluruh DPK dalam rupiah maupun valuta asing pada seluruh kantor bank yang bersangkutan di Indonesia. Kedua, kebutuhan dana operasional. Ketiga, rencana penyaluran pembiayaan termasuk komitment bank kepada nasabah atau pihak lain untuk memberikan fasilitas pembiayaan atau melakukan investasi. Bisnis di perbankan merupakan bisnis kepercayaan, oleh karenanya pemenuhan komitmen harus menjadi fokus Bank syariah. Keempat, estimasi penarikan dana oleh nasabah, baik yang reguler maupun irreguler. Kelima, saldo minimum pada bank koresponden.
Harus disadari bahwa perbankan syariah adalah industri yang masih dalam tahap permulaan sehingga belum mampu menjadi pemimpin dalam industri perbankan khususnya di Indonesia. Berdasarkan kenyataan tersebut maka di dalam issue likuiditas ini, disamping bersaing dengan sesama bank syariah, persaingan juga terjadi dengan bank konvensional yang sudah mapan. Untuk mengantisipasi dan mengatasi masalah likuiditas dikaitkan dengan upaya pengembangan bank syariah, tuntutan deposan, profesionalitas, tingkat profitabilitas dan kepatuhan terhadap sistem syariah, bank syariah harus melakukan strategi antara lain berikut ini:
1.      Menggiatkan pendidikan dan sosialisasi bank Islam khususnya menjelaskan tentang aspek-aspek ekonomi dan sistem nilai keislaman kepada masyarakat. Diharapkan dengan cara ini akan memberikan dampak positif berikut
a)      Deposan/investor baru akan datang mendeposit dananya ke bank Islam,
b)       Peningkatan dana baru yang masuk akan meningkatkan kemampuan ekspansi bisnis Bank Islam dan suatu saat diharapkan mampu mewarnai industri perbankan.
c)      Deposan tidak terpengaruh dengan Return tinggi yang tidak halal yang ditawarkan oleh Lembaga keuangan konvensional.
2.      Terus memperbaiki dan meningkatkan kinerja bank Islam. Mengintensifkan dan fokus pada equity based financing daripada debt based financing akan menyebabkan meningkatnya profit jangka pendek dan panjang. Saat ini terbuka kesempatan untuk menyalurkan equity based financing seperti joint financing untuk membiayai proyek-proyek pemerintah dan swasta, membeli sukuk pemerintah atau perusahaan, dll. Menawarkan return tinggi dan kompetitif adalah salah satu cara memelihara loyalitas segmen deposan rasional juga untuk menarik deposan baru.
3.      Memperkuat koordinasi, komunikasi dan pengertian dengan deposan/investor dan patner bisnis. Terkait dengan pendekatan syariah terhadap risiko likuiditas, proses mobilisasi dana dan proses penyaluran dana menyangkut tiga komponen penting yaitu :
a)       Tingkah laku masyarakat karena operasional bank syariah didasarkan pada amanah dan berbagi risiko dengan patner bisnis
b)      Harmonisasi asset dan liability
c)      Pengukuran dan monitoring dana
4.       Mengidentifikasi berapa banyak deposan rational yang dimiliki bank. Salah satu cara untuk mengidentifikasi rational deposan adalah dengan mengamati berapa banyak dari mereka yang menarik dananya dan memindahkan ke Bank Konvensional ketika tingkat suku bunga dari bank konvensional lebih tinggi dari return yang dihasilkan oleh bank Islam.
5.      Membentuk satuan tugas atau team khusus untuk memonitor, mengevaluasi dan mendeteksi kemungkinan terjadinya kesulitan likuiditas yang akan menimpa bank. Hal pertama yang harus dilakukan adalah meneliti aliran dana untuk mengantisipasi mismatch asset – likuiditas, menetapkan kebijakan internal mengenai ukuran default dari partner bisnis, mendesain strategi menghadapi masalah likuiditas sekaligus struktur birokrasi pengambilan keputusan di dalam memenuhi kebutuhan likuiditas yang mendesak.
6.      Menyiapkan kas dan cadangan likuiditas untuk kondisi tertentu. Bank membutuhkan likuiditas untuk transaksi reguler maupun irreguler. Transaksi reguler adalah operasional sehari-hari, sementara transaksi irreguler terdiri dari 2 hal ;
a)      Irreguler tetapi dapat diprediksi
b)      Irreguler dan tidak dapat diprediksi,
Kebutuhan likuiditas irreguler yang dapat diprediksi diantaranya adalah kewajiban menyediakan dana untuk kebutuhan keuangan untuk operasional pemerintah yang biasanya sangat besar. Tetapi kebutuhan likuiditas irreguler adalah penarikan yang tiba-tiba oleh deposan dalam jumlah besar yang disebabkan keadaan tertentu.
7.      Mendisain portofolio bank termasuk instrumen yang likuid. Likuid instrumen tersebut siap setiap saat untuk dicairkan kapanpun dibutuhkan. Alternatif lain adalah dengan mencari likuiditas dari pasar uang syariah atau didalam keadaan yang sangat mendesak bank dapat memohon bantuan likuiditas dari bank sentral.[17]


A.                KESIMPULAN
1.                  Likuiditas bank adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya, terutama kewajiban dana jangka pendek. Dari sudut aktiva, likuiditas adalah kemampuan untuk mengubah seluruh aset menjadi tunai (cash). Sedangkan dari sudut pasiva, likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi kebutuhan dana melalui peningkatan portofolio liabilitas
2.                  Setiap bank selalu menyediakan alat likuid dengan jumlah yang cukup untuk dapat memenuhi kewajiban bank setiap saat atau supaya likuiditas bank cukup tinggi kewajiban bank berupa pembayaran pada pihak ketiga dan biaya-biaya bank. Penyediaan alat likuid dapat berupa uang kas, uang yang ditempatkan di bank lain, perencanaan angsuran pokok dan bunga, pelunasan kredit, dan lain-lainnya.
3.                  Rasio likuiditas merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada saat ditagih.
4.                  Kendala operasional yang dihadapi oleh perbankan syariah adalah kesulitan dalam mengendalikan likuiditasnya secara efisien.

B.                 SARAN
Kami menyadari bahwa dalam penulisan  ini masih terdapat banyak kesalahan, namun kita sebagai manusia masih tetap harus memperbaiki dan terus memperbaiki dan memerlukan bantauan dari satu ke yang lain Maka kami menerima apabila terdapat kritik dan saran dari pembaca, sebagai acuan pembelajaran bagi kami dalam pembuatan penulisan selanjutnya. Atas perhatiannya kami ucapkan banyak terima kasih.












Daftar pustaka
Ismail, Manajemen Perbankan Dari Teori Menuju Aplikasi, Jakarta: Kencana, 2013.
Anshori Abdul Ghofur, Perbankan Syariah Di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009.
Al Arif M. Nur Rianto, Lembaga Keuangan Syariah Suatu Kajian Teoretis Praktis, Bandung: Alfabeta, 2012.
Al Arif Nur Rianto, Dasar-Dasar Pemasaran Bank Syariah, Bandung: Alfabeta, 2012.
Ismail, Perbankan Syariah, Jakarta: Kencana, 2013.
Arifin Zainul, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Azkia Publisher, 2009.
Karim Adiwarman A., Bank Islam Analisis Fiqih dan keuangan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014.
Martono, Bank & Lembaga Keuangan Lain, Yogyakarta: Ekonisia, 2010.
Jurnal Sulistyowati, Manajemen Likuiditas Bank Syari’ah (Upaya Peningkatan Good Corporate Governance).
Sudirman Wawan, Manajemen Perbankan, Jakarta: Kencana, 2013.
Jurnal  Nurul Ichsan, Pengelolaan Likuiditas Bank Syariah,
Syafarudin Alwi, Alat-alat Analis dalam Pembiayaan, Yogyakarta: Andi Offet, 2003.
Friska Dewi Maharani, Analisis Rasio Likuiditas PT Bank Syariah  Mandiri Tahun 2012, (Skripsi : Fakultas Dakwah Dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014.
Arifin Zainul, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Alvabet, 2003.









[1] Ismail, Manajemen Perbankan Dari Teori Menuju Aplikasi, Ed. 1, (Cet. 3; Jakarta: Kencana, 2013), h. 2.
[2] Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah Di Indonesia, (Cet. 2; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009), h. 41-42.
[3] M. Nur Rianto Al Arif, Lembaga Keuangan Syariah Suatu Kajian Teoretis Praktis, (Cet. 1; Bandung: Alfabeta, 2012), h. 98.
[4] Nur Rianto Al Arif, Dasar-Dasar Pemasaran Bank Syariah, (Cet. 2; Bandung: Alfabeta, 2012), h. 33.
[5] Ismail, Perbankan Syariah, Ed. 1, (Cet. 2; Jakarta: Kencana, 2013), h. 105.
[6] Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, (Cet. 7; Jakarta: Azkia Publisher, 2009), h. 179.
[7] Jurnal Nurul Ichsan, Pengelolaan Likuiditas Bank Syariah, h. 100-101.
[8] Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan keuangan,  Ed. 5, ( Cet. 10; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014), h. 461-463.
[9] Martono, Bank & Lembaga Keuangan Lain, Ed. 1, (Cet. 4; Yogyakarta: Ekonisia, 2010), h. 45.
[10] Jurnal Sulistyowati, Manajemen Likuiditas Bank Syari’ah (Upaya Peningkatan Good Corporate Governance), h. 39.
[11] Wawan Sudirman, Manajemen Perbankan, Ed.1,  (Cet.1; Jakarta: Kencana, 2013), h. 69.
[12]Jurnal  Nurul Ichsan, Pengelolaan Likuiditas Bank Syariah, h. 102-106
[13] Alwi Syafarudin, Alat-alat Analis dalam Pembiayaan, (Yogyakarta: Andi Offet, 2003), h. 107.
[14] Friska Dewi Maharani, Analisis Rasio Likuiditas PT Bank Syariah  Mandiri Tahun 2012, (Skripsi : Fakultas Dakwah Dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014, h. 107-108.
[15] Jurnal  Nurul Ichsan, Pengelolaan Likuiditas Bank Syariah, h. 1006-108.

[16] Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, (Cet.2; Jakarta: Alvabet, 2003), h. 179.
[17] Jurnal  Nurul Ichsan, Pengelolaan Likuiditas Bank Syariah, h.115-118.

4 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus
  2. Hai semuanya, Nama saya Angga Annisa dan saya berbicara sebagai orang yang paling bahagia di seluruh dunia hari ini sebelum sekarang saya secara finansial dipukul tanpa harapan akan bantuan apa pun, tetapi ceritanya akan segera berubah ketika saya bertemu dengan Ibu. Saya sangat senang untuk mengatakan keluarga saya kembali untuk selamanya karena saya membutuhkan pinjaman sebesar Rp.700juta untuk memulai hidup saya di sekitar karena profesi saya karena saya seorang ibu tunggal dengan 3 anak dan seluruh dunia tampak seperti itu tergantung pada saya sampai Tuhan mengirim saya kepada sebuah perusahaan yang mengubah hidup saya dan keluarga saya, perusahaan yang takut akan Tuhan, ISKANDAR LENDERS, mereka adalah Juruselamat Tuhan yang dikirim untuk menyelamatkan keluarga saya dan pada awalnya saya pikir itu tidak akan mungkin sampai saya mendapat pinjaman sebesar Rp.700 juta dan saya akan menyarankan siapa pun yang benar-benar membutuhkan pinjaman untuk menghubungi Bunda Iskandar melalui email. [iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com] karena ini adalah pemberi pinjaman yang paling memahami dan baik

    Contact Details:

    e_mail Address:iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com>>>>
    WhatsApp:::+6282274045059
    Company::Iskandar Lenders"""""
    Loan Amount:::Rp.700juta
    Name:::::Angga Annisa
    Country::::Indonesia
    Occupation:Trader
    Year:April,2020

    Jumlah minimum>>>>>>Rp.100 juta
    Jumlah maksimum>>>>>Rp.100 miliar

    BalasHapus
  3. Halo, saya Ny. Sandra Ovia, pemberi pinjaman uang swasta, apakah Anda berhutang? Anda membutuhkan dorongan finansial? pinjaman untuk membangun bisnis baru, untuk memenuhi tagihan Anda, memperluas bisnis Anda di tahun ini dan juga untuk renovasi rumah Anda. Saya memberikan pinjaman kepada perusahaan lokal, internasional dan juga dengan tingkat bunga yang sangat rendah 2%. Anda dapat menghubungi kami melalui Email: (sandraovialoanfirm@gmail.com)
    Anda dipersilakan untuk perusahaan pinjaman kami dan kami akan memberikan yang terbaik dari layanan kami.

    BalasHapus
  4. LEMBAGA KEUANGAN INI BERADA PADA KEBAKARAN

    TINGKATKAN FILE FINANSIAL ANDA

    Saya Rizky Indah dan penduduk asli Indonesia dan saya di sini untuk memberi tahu Anda tentang bagaimana saya mendapatkan pinjaman saya dari pemberi pinjaman terpercaya ONE BILLION RISING FUND


             KONTAK PERUSAHAAN
    NAMA PERUSAHAAN: ONE BILLION RISING FUND
    GMAIL PERUSAHAAN: onebillionrisingfund@gmail.com
    NOMOR TEL: +1 267 526 5352
    NOMOR WHATSAPP: +1 267 526 5352


    Dalam pandemi ini hidup menjadi lebih sulit bagi saya dan keluarga saya dan pekerjaan saya hancur oleh pandemi Covid 19 ini dan Hidup nyaman adalah dambaan semua orang dan saya menginginkan yang terbaik untuk keluarga saya jadi saya memutuskan untuk meminjamkan uang dari bank dan bank mengubah saya turun berkali-kali sampai teman saya yang mendapat pinjaman dari ONE BILLION RISING FUND memperkenalkan pemberi pinjaman kepada saya dan meyakinkan saya bahwa mereka dapat membantu saya secara finansial, saya sangat percaya kepada mereka karena teman saya baru saja mendapat pinjaman dari ONE BILLION RISING FUND jadi saya mendaftar dan mereka membawa saya melalui proses mereka yang memakan waktu beberapa hari dan yang paling mengejutkan saya, akun saya dikreditkan dengan jumlah pinjaman
    Pengalaman yang saya dapatkan dari ONE BILLION RISING FUND ini telah mengubah hidup saya menjadi lebih baik dan sekarang saya memiliki perusahaan keramik
    Jika Anda tahu Anda membutuhkan pinjaman, saya akan menyarankan Anda menghubungi perusahaan keuangan dan saya sangat yakin bahwa mereka dapat membantu Anda dengan pinjaman


    Harap perhatikan pemberi pinjaman yang Anda hubungi secara online karena sebagian besar pemberi pinjaman keuangan online palsu dan mereka akan membuat hidup Anda lebih sulit dan mereka tidak berniat baik untuk membantu Anda karena mereka adalah penipu yang ingin mencari nafkah dari Anda.

                                  KONTAK SAYA
    Nama Saya ::: Rizky Indah
    Email :: indahrizky490@gmail.com
    Jumlah Pinjaman ::: $ 30.000.00
    WA saya ::: + 62858 8161 8874

    BIJAKLAH

    BalasHapus