PENGELOLAAN MANAJEMEN LIKUIDITAS BANK SYARIAH
*ELNI
DIANNO VITASARI*
01133120
Abstrak
Tulisan ini berkenaan dengan manajemen likuiditas yang membahas
mengenai pengelolaan uang kas suatu perusahaan dan kemampuannya untuk memenuhi
kewajiban (membayar utang) tepat waktu. Manajemen likuiditas merupakan salah
satu fungsi terpenting yang dilaksanakan oleh lembaga perbankan, dan di dalam pengelolaannya
yang secara efisien ini diperlukan adanya instrumen dan pasar keuangan baik
yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang, baik itu untuk perbankan
konvensional maupun syariah. Likuiditas berkaitan dengan kemampuan untuk
memperoleh uang tunai pada saat dibutuhkan. Beberapa sekuritas sekunder dibeli
sektor usaha dan rumah tangga terutama dimaksudkan untuk tujuan likuiditas.
Sekuritas sekunder seperti tabungan, deposito, sertifikat deposito yang
diterbitkan bank umum memberikan tingkat keamanan dan likuiditas yang tinggi,
di samping tambahan pendapatan. Untuk keperluan yang bersifat mendasar itu,
(yaitu penempatan dan pemenuhan kebutuhan jangka pendek) bagi perbankan syariah
di Indonesia telah tersedia beberapa instrumen seperti (IMA) sertifikat
investasi mudharabah antar bank, (PUAS) aturan-aturan tentang pasar keuangan
antar bank dengan prinsip syariah, (SWBI) sertifikat wadiah bank Indonesia,
serta (FPJPS) ketentuan tentang Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi bank
syariah.
Kata Kunci: Penelolaan Likuiditas Bank Syariah
LATAR
BELAKANG
Di dunia modern, peran bank sangat
besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hampir semua sektor
usaha, yang meliputi sektor industri, perdagangan pertanian, perkebunan, jasa,
dan perumahan sangat membutuhkan bank sebagai mitra dalam melakukan transaksi
keuangan. Semua sektor usaha maupun individu saat ini dan masa yang akan datang
tidak akan lepas dari sektor perbankan bahkan menjadi kebutuhan dalam
menjalankan aktivitas keuangan dalam mendukung kelancaran usaha. Peran bank
bagi masyarakat individu, maupun masyarakat bisnis sangat penting bahkan bagi
suatu negara, karena bank sebagai suatu lembaga yang sangat berperan dan
berpengaruh dalam perekonomian suatu negara.[1]
Seperti telah kita ketahui bahwa
perkembangan perbankan syariah di Indonesia dari segi yuridis dimulai dengan
diungkapkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang mengatur
tentang bank umum yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan konsep bagi hasil
(profit sharing). Undang-undang tersebut sifatnya baru memperkenalkan (introducing)
alternatif bank selain bank berdasarkan bunga, yakni bank berdasarkan prinsip
bagi hasil.[2]
Dalam Undang-Undang No. 21 tahun
2008 diterangkan bahwa yang dimaksud dengan perbankan syariah adalah segala
sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.[3]
Produk yang ditawarkan oleh perbankan Syariah terbagi menjadi tiga bagian
besar, yaitu produk penghimpunan dana (funding), produk penyaluran dana
(financing), produk jasa (service).[4]
Pembiayaan merupakan aktivitas bank
syariah dalam menyalurkan danan kepada pihak lain selain bank berdasarkan
prinsip syariah.[5]
A.
KONSEP LIKUIDITAS
Likuiditas bank adalah kemampuan
bank untuk memenuhi kewajibannya, terutama kewajiban dana jangka pendek. Dari
sudut aktiva, likuiditas adalah kemampuan untuk mengubah seluruh aset menjadi
tunai (cash). Sedangkan dari sudut pasiva, likuiditas adalah kemampuan
bank untuk memenuhi kebutuhan dana melalui peningkatan portofolio liabilitas.[6]
Dalam pengembangan sektor ekonomi
pembangunan sekarang ditemui banyak metode dalam manajemen dana khususnya
pengelolaan likuiditas pada lembaga lembaga keuangan, baik itu bank maupun non
bank, baik itu syariah maupun konvensional. Pengelolaan likuiditas ini sangatlah
berpengaruh pada perkembangan lembaga itu sendiri dan perekonomian negara
secara luas. Seperti krisis sektor keuangan di tahun 1997 (krismon), yang
terjadi pada waktu itu merupakan salah satu dampak dari masalah likuiditas
suatu lembaga keuangan dalam menangani aliran sumber dana dan pengarunya secara
luas terlihat pada perkembangan pasar surat-surat berharga, sektor perbankan
dan lebih jauh lagi pada sektor riil, dan berdampak krisis ekonomi global.
Masalah pengelolan likuiditas adalah
masalah yang berhubungan dengan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi
kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi. Jumlah alat-alat pembayaran
(alat likuid) yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada suatu saat merupakan
kekuatan membayar dari perusahaan yang bersangkutan. Suatu perusahaan yang
mempunyai kekuatan membayar belum tentu dapat memenuhi segala kewajiban
finansialnya yang segera harus dipenuhi atau dengan kata lain perusahaan
tersebut belum tentu memiliki kemampuan membayar.
Kemampuan membayar baru terdapat
pada perusahaan apabila kekuatan membayarnya adalah demikian besarnya sehingga
dapat memenuhi semua kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi
(Riyanto, 2001). Dengan demikian, maka kemampuan membayar itu dapat diketahui
setelah membandingkan kekuatan membayarnya di satu pihak dengan
kewajiban-kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi di lain pihak.
Secara umum, pengertian likuditas
adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dana (cash flow) dengan segera
dan dengan biaya yang sesuai, dimana fungsi dari likuditas secara umum untuk
(Riyanto, 2001): pertama, enjalankan transaksi bisnisnya sehari-hari. Kedua,
mengatasi kebutuhan dana yang mendesak. Ketiga, memuaskan permintaan
nasabah akan pinjaman dan memberikan fleksibiltas dalam meraih kesempatan
investasi menarik yang menguntungkan.
Sedangkan menurut kamus besar Bahasa
Indonesia pengertian likuiditas pada umumnya adalah mengenai posisi uang kas
suatu perusahaan dan kemampuannya untuk memenuhi kewajiban (membayar utang)
yang jatuh tempo tepat pada waktunya. Apabila dikaitkan dengan lembaga bank,
berarti kemampuan bank setiap waktu umtuk membayar utang jangka pendeknya
apabila tiba-tiba ditagih oleh nasabah atau pihak-pihak terkait. Jadi, yang
dimaksud likuiditas disini adalah kemudahan mengubah aset menjadi uang tunai
dari masing-masing bank yang bersangkutan.
Konsep likuiditas ini juga diperluas
dengan memasukan unsur pinjaman, yaitu kemampuan untuk mendapatkan likuiditas
baik tunai maupun non tunai melalui pinjaman dari sumber-sumber ekstern
perusahaan. Kemudahan mendapatkan likuiditas adalah merupakan hal yang sangat
penting bagi manajemen keuangan, semua jenis kegiatan bisnis, namun pada
lembaga keuangan bank penyedian llikuiditas merupakan hal yang lebih penting
karena untuk memenuhi adanya permintaan penarikan dana sewaktu-waktu para
nasabah. Selain menjaga ketersediaan likuiditas, setiap bank juga harus
mematuhi ketentuan atau syarat yang diterapkan oleh BI yakni Giro Wajib Minimum
(GWM).
Pengelolaan likuiditas bagi suatu
bank mengacu pada kemampuan bank menyediakan dana dalam jumlah cukup, tepat
waktu untuk memenuhi kewajiban kewajibannya terutama memenuhi ketentuan bank
sentral atau pemerintah, terbinanya hubungan baik dengan bank koresponden agar
saldo seimbang, memenuhi kebutuhan penarikan dana oleh penabung, pemilik
rekening giro maupun debitur dan membayar kewajiban jangka panjang yang telah
jatuh tempo (Leon dan Ericson, 2007).
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa manajemen likuiditas bank adalah kemampuan dari suatu bank untuk
membiayai peningkatan aset yang sesuai dengan kewajibannya pada saat jatuh
tempo. Likuiditas sangat penting bagi keberlangsungan operasi bank karena itu
di perlu manajemen dan pengelolaan yang efektif untuk menghindari terjadinya
permasalahan yang serius dikemudian hari. Kekurangan likuiditas pada suatu bank
dapat mengakibatkan pengaruh yang lebih luas dan berdampak negatif pada sistem
perbankan. Pengelolaan likuiditas adalah kegiatan yang rutin dalam operasi bank
dimana dana yang dikelola sebagian besar adalah dana pihak ketiga yang sifatnya
sangat berfluktuasi. Bank harus memperhitungkan dengan cermat kebutuhan
likuiditas untuk suatu jangka waktu tertentu karena kebutuhan likuiditas sangat
dipengaruhi oleh perilaku nasabah dan jenis sumber dana yang dikelola bank.[7]
Manajemen likuiditas
1.
Sisi
penghimpunan dana
Sebagian besar dana masyarakat yang diterima bank sifatnya jangka
pendek.
a.
Produk
Giro, misalnya, dengan media penarikan berupa cek atau bilyet giro, memang
dimaksudkan untuk kemudahan nasabah melakukan transaksi, baik menerima uang
atau membayar uang kepada mitranya. Sehingga periode waktu pengendapan
dana-dana giro di bank bersifat sangat jangka pendek.
b.
Produk
tabungan relatif lebih lama mengendap di bank karena tidak menggunakan alat
tarik cek dan bilyet giro. Di masa lalu, nasabah harus datang ke kantor bank
untuk manarik atau menyetor uangnya ke rekening tabungan. Namun, dengan semakin
luasnya jaringan ATM (Anjungan Tunai Mandiri/Automatic Teller Machine), maka
nasabah menjadi semakin mudah menarik dana tabungannya. Semakin luasnya akses
ATM yang dilengkapi pula dengan Electronic Debet Card (EDC), yaitu alat
pembayaran elektronik kartu tabungan, membuat FR produk tabungan meningkat
signifikan.
c.
Produk
deposito relatif lebih dapat diprediksi waktu pengendapnya karena telah jelas
tonornya. Saat ini tenor deposito di Indonesia terdiri dari 1 bulan, 3 bulan, 6
bulan, dan 12 bulan. Untuk mengurangi dorongan nasabah mencairkan depositonya
sebelum waktu yang diperjanjikan, biasanya bank mengenakan “denda pencarian
sebelum jatuh tempo”. Secara statistik, FR untuk produk deposito mendekati
nihil.
2.
Sisi
penyaluran dana
Sebagian besar dana yang disalurkan bank kepada masyarakat sifatnya
jangka menengah panjang.
1)
Pembiayaan
konsumer biasanya ditawarkan dengan menggunakan akad murabahah atau akad
ijarah.
2)
Pembiayaan
modal kerja biasanya ditawarkan dengan menggunakan akad murabahah untuk
pengadaan barang, akad ijarah untuk pengadaan jasa, atau akad mudharabah untuk
membiayai bisnis yang mempunyai tingkat prediktabilitas hasil yang akurat.
Biasanya jangka waktu pembiayaan jenis ini antara 1-3 tahun.
3)
Pembiayaan
investasi biasanya ditawarkan dengan menggunakan murabahah, ijarah muntahiya
bit tamlik (IMBT) , mudharabah, atau musyarakah mutanaqisah. Akad mudharabah
biasanya digunakan untuk jangka waktu yang lebih pendek, sedangkan akad-akad
lainnya digunakan untuk jangka waktu yang lebih panjang.
Dari
uraian ini tampak sebagian besar dana yang disalurkan bank kepada masyarakat
sifatnya jangka menengah panjang.[8]
Instrumen manajemen
likuiditas
Instrumen yang saat ini tersedia untuk melakukan manajemen
likuiditas Bank Syariah melalui pasar uang antarbank syariah antara lain
sebagai berikut:
1.
Sertifikat
Bank Indonesia Syariah (SBIS)
2.
Deposito
Antar-Bank Syariah
3.
Sertifikat
Investasi Mudharabah Antar-Bank Syariah (SIMA)
4.
Fasilitas
Bank Indonesia Syariah (FASBIS)
5.
Fasilitas
pembiayaan jangka pendek bagi Bank Syariah (FPJPS)
6.
Fasilitas
Likuiditas Intrahari bagi Bank Umum berdasarkan prinsip Syariah (FLIS)
B.
MANAJEMEN LIKUIDITAS BANK
Manajemen likuiditas merupakan suatu
proses pengendalian dari alat-alat likuid yang mudah ditunaikan guna memenuhi
semua kewajiban bank yang segera harus dibayar sesuai hari jatuh temponya.
Pengendalian likuiditas bank dilaksanakan setiap hari berupa jaminan agar semua
alat-alat likuid yang dapat dikuasai oleh bank seperti uang kas dan saldo giro
pada BI dapat dimanfaatkan guna memenuhi tagihan dari nasabah atau masyarakat
yang datang setiap saat misalnya dana simpanan giro, para deposan dan pinjaman
dari bank lain yang jatuh tempo.[9]
Manajemen likuiditas adalah
mengelola bagaimana bank dapat memenuhi baik kewajiban yang
sekarang maupun kewajiban yang akan datang bila terjadi penarikan atau
pelunasan asset liability yang sesuai perjanjian atau pun yang
belum diperjanjikan (tidak ter duga).
Suatu bank syariah dapat dikatakan
likuid apabila:
1.
Dapat
memelihara Giro Wajib Minimum di Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
2.
Dapat memelihara Giro di Bank Koresponden Giro
di Bank Koresponden ada lah rekening yang dipelihara di Bank Koresponden yang
besarnya ditetapkan berdasarkan Saldo Minimum.
3.
Dapat memelihara sejumlah Kas secukupnya untuk
memenuhi pengambilan uang tunai.[10]
Setiap bank selalu menyediakan alat
likuid dengan jumlah yang cukup untuk dapat memenuhi kewajiban bank setiap saat
atau supaya likuiditas bank cukup tinggi kewajiban bank berupa pembayaran pada
pihak ketiga dan biaya-biaya bank. Penyediaan alat likuid dapat berupa uang
kas, uang yang ditempatkan di bank lain, perencanaan angsuran pokok dan bunga,
pelunasan kredit, dan lain-lainnya.[11]
Kesulitan likuiditas seringkali
menjadi tanda-tanda awal bahwa suatu bank akan mengalami kesulitan
finansial yang lebih serius. Kesulitan ini biasanya diawali dengan
turunnya simpanan (depposite) masyarakat yang menyebabkan kekurangan alat
likuid sehingga terpaksa harus melakukan pinjaman antar bank dan menjual aktiva
cadangannya. Kesulitan itu akan bertambah parah jika bank-bank lain mulai menolak
memberikan bantuan atau pinjaman kepada bank-bank yang bermasalah. Dalam
keadaan sulit bank cenderung akan berusaha memperoleh pinjaman dana dengan
biaya berapapun untuk menjaga citranya. Kemampuan ini berarti bank mengorbankan
profit untuk kepentingan likuiditas. Kemampuan bank dalam mengelola
likuiditasnya secara baik dapat menjamin terpenuhinya kewajiban secara tertib
sehingga bank itu akan terhindar dari resiko biaya pinjaman yang tinggi.
Adapun tujuan manajemen likuiditas
adalah untuk (Leon dan Ericson, 2007): pertama, menjaga posisi
likuiditas bank agar selalu berada pada posisi yang ditentukan oleh
otoritas moneter yaitu Bank Indonesia. Kedua, mengelola alat alat likuid
agar selalu memenuhi semua kebutuhan arus kas termasuk kebutuhan yang tidak
diperkirakan, misalnya penarikan yang tiba-tiba terhadap sejumlah giro atau deposito
berjangka yang belum jatuh tempo. Ketiga, meminimalkan idle fund (dana
yang menganggur). Keempat, menjaga posisi likuiditas dan proyeksi
arus kas agar selalu dalam posisi aman terutama dalam tingkat bunga
berfluktuatif. Selain tujuan di atas, menurut Sinkey ada lima fungsi
utama manajemen likuiditas bank, yaitu (Latumaerisa: 1999):
1.
Menunjukan
dirinya sebagai tempat yang aman untuk menyimpan uang. Mampu memberikan rasa
aman kepada para nasabah deposan, penabung, maupun kreditor lainnya. Fungsi
utama likuiditas adalah jaminan bahwa uang yang disimpan/dipinjamkan kepada
bank dapat dibayar kembali oleh bank ersebut pada saat jatuh tempo.
2.
Memungkinkan
bank memenuhi komitmen pinjamannya. Menjamin tersedianya dana bagi setiap
pemohon kredit yang telah disetujui. Jika bank menolak untuk menyediakan dana
atas permohonan kredit yang telah disetujui, mungkin debitor akan lari ke bank
lain. Sebaiknya bank mampu mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan para debitor di
masa mendatang.
3.
Untuk
menghindari penjualan aktiva yang tidak menguntungkan Mencegah penjualan asset
secara terpaksa. Apabila bank tidak dapat memperpanjang pinjaman yang diterima
dari bank lain, salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan
terpaksa menjual surat berharga yang umumnya dengan harga rendah. Hal itu jelas
akan memperburuk tingkat modal bank tersebut.
4.
Untuk
menghindarkan diri dari penyalahgunaan kemudahan atau kesan “negative” dari
penguasa moneter karena meminjam dana likuiditas dari bank sentral.
Menghindari
diri dari kewajiban membayar suku bunga yang tinggi atas dana yang diperoleh di
pasar uang. Pemilik dana menganggap bahwa menempatkan/ meminjamkan dana pada
bank beresiko tinggi. Oleh karena itu, pemilik dana akan selektif dan mungkin
akan menempatkan dananya dengan suku bunga yang tinggi.
5.
Memperkecil
penilaian risiko ketidakmampuan membayar kewajiban penarikan dana.
Menghindarkan
diri dari penggunaan fasilitas discount window secara terpaksa. Semakin
sering suatu bank menggunakan fasilitas discount window, semakin tidak
bebas manajemen bank tersebut menentukan dan melaksanakan kebijakan usahanya. Hal
itu karena bank sentral akan mendikte manajemen bank tersebut untuk memperbaiki
tingkat kesehatan banknya.
Dengan
demikian ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengelola likuiditas,
yaitu:
a)
Posisi
likuiditas harian/mingguan harus dapat dijaga sesuai dengan ketentuan bank
sentral.
b)
Memelihara
alat likuiditas secukupnya agar bank selalu dapat melindungi kebutuhan kas
keluar yang tidak terduga sebelumnya.
c)
Mengoperasikan
kelebihan likuiditas secara efektif agar bank selalu dapat melindungi kebutuhan
kas keluar yang tidak terduga sebelumnya.
d)
Menentukan
besarnya reserve yang diperlukan dalam primary reserve dan secondary
reserve.
Teori manajemen likuiditas pada
dasarnya adalah teori yang berkaitan dengan bagaimana mengelola dana dan
sumber-sumber dana bank agar dapat memelihara posisi likuiditas dan memenuhi
segala kebutuhan likuiditas dalam kegiatan operasional bank sehari-sehari.
Beberapa teori manajemen likuiditas yang dikenal dalam dunia perbankan antara
lain dibawah ini (Sinungan, 1993):
1.
Commercial
loan theory.
Teori ini beranggapan bahwa bank-bank hanya boleh memberikan pinjaman
dengan surat dagang jangka pendek yang dapat dicairkan dengan sendirinya (self
liquidating).
Teori ini dikenal juga dengan istilah productive theory of
credit, atau sering disebut real bills doctrine yang diperkenalkan
sejak abad 18. Teori ini cukup dominan sampai tahun 1920-an. Pada prinsipnya
teori ini menitikberatkan sisi aktiva dari neraca bank dalam memenuhi kebutuhan
likuiditas bank. Likuiditas bank menurut teori ini akan dapat terjamin apabila
aktiva produktif bank yang terdiri dari kredit jangka pendek dicairkan dalam
kegiatan usaha yang berjalan secara normal. Dan apabila bank yang bersangkutan
akan memberikan kredit yang lebih panjang, hendaknya sumber data diambil dari
modal bank dan sumber dana jangka panjang. Secara khusus teori menyatakan bahwa
bank harus memberikan kredit jangka pendek atau self- liquidating loans,
seperti kredit yang digunakan untuk modal kerja usaha untuk memproses suatu
produksi secara musiman atau yang bersifat sementara, misalnya pertanian.
Sebelum tahun 1920an bank-bank menitikberatkan portofolio kreditnya sebagai
sumber tambahan likuiditas karena saat itu tidak banyak alternative lain
sebagai sumber-sumber likuiditas. Suratsurat berharga jangka pendek yang dapat
dijual kembali bila bank membutuhkan likuiditas jumlahnya belum memadai untuk
dapat dijadikan sebagai cadangan likuiditas (Siamat, 2005). Kelemahan commercial
loan theory ini sebagai sumber likuiditas bank adalah:
a)
Banyak
kredit bukan jangka pendek dan tidak self liquidating
b)
Dalam situasi ekonomi yang sedang lesu, kredit
modal kerja,yang pelunasannya berasal dari arus kas nasabah debitur, akan
menjadi tidak lancar.
c)
Kredit
jangka pendek dapat menjadi jangka panjang melalui perpanjangan waktu secara
terus menerus
d)
Dalam
perekonomian yang semakin maju, kredit jangka menengah/panjang akan menjadi
semakin penting dan dibutuhkan
e)
Teori
ini mengabaikan kenyataan bahwa dalam keadaan normal atau stabil, sumber-sumber
dana bank, misalnya : giro, deposito, tabungan dan sebagainya, memungkinkan
untuk disalurkan sebagai kredit yang jangka waktunya lebih panjang.
Secara implisit teori ini menganggap bahwa likuiditas dapat
terpenuhi dengan hanya mengandalakan sumber dari pelunasan dan atau pembayaran kredit
oleh nasabah. Padahal penarikan simpanan dan pencairan kredit dapat melebihi
likuiditas yang hanya bersumber dari pelunasan kredit.
2.
Shiftability theory.
Teori ini beranggapan bahwa likuiditas sebuah bank
tergantung pada kemampuan bank untuk memindahkan aktivanya ke orang lain dengan
harga yang dapat diramalkan.
Pada tahun 1920-an, bank mengembangkan teori likuiditas sebagai
reaksi dari banyaknya kelemahan pada teori commercial loan, yaitu doctrine
of asset shiftability. Menurut teori ini, bank dapat segera memenuhi
kebutuhan likuiditasnya dengan memberikan shiftable loan atau call
loan, yaitu pinjaman yang harus dibayar dengan pemberitahuan satu atau
beberapa hari sebelumnya dengan jaminan surat surat berharga. Oleh karena itu,
apabila bank membutuhkan likuiditas pada suatu waktu, maka kebutuhan tersebut
dapat dipenuhi dengan melakukan penagihan kepada peminjam atau debitur.
Peminjam kemudian dapat melunasi pinjaman tersebut baik secara langsung maupun
tidak langsung dengan cara mengalihkan (shifting) pinjamannya tersebut
kepada bank lain. Apabila karena satu dan lain alasan pinjaman tersebut tidak
dapat dibayar kembali, maka bank dapat menjual barang jaminan berupa
surat-surat berharga untuk pelunasannya. Doktrin ini akan dapat berfungsi
apabila pasar keuangan sudah berkembang dan cukup aktif (likuid), dengan
pengertian bahwa berapapun jumlah permintaan dan penawaran dapat diserap oleh
pasar.
Kelemahan teori ini adalah apabila dalam waktu yang bersamaan
bank-bank membutuhkan likuiditas dan menjual jaminan surat-surat berharga
tersebut untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya. Dalam situasi seperti ini,
bukan saja akan menyebabkan kredit tersebut tidak dapat dialihkan, tapi juga
akan menyebabkan turunya harga surat berharga karena bank-bank menjual jaminannya
(surat berharga) dalam waktu yang bersamaan.
3.
Anticipated
income theory.
Disebut juga teori pendapatan yang diharapkan. Teori ini
berkesimpulan bahwa sama sekali benar bagi sebuah bank untuk memberikan
pinjaman-pinjaman jangka panjang dan pinjaman-pinjaman bukan untuk dagang.
Pada decade 1930 an dan 1940 an bank-bank mengembangkan teori baru
yang disebut dengan anticipated income theory. Teori ini menyatakan
bahwa bank-bank seharusnya dapat memberikan kredit jangka panjang dimana
pelunasannya, yaitu cicilan pokok pinjaman ditambah bunga, dapat diharapkan dan
dijadwalkan pembayarannya pada waktu yang akan datang sesuai dengan jangka
waktu yang telah ditetapkan. Jadwal pembayaran kembali nasabah berupa angsuran
pokok dan bunga akan memberikan cash flow secara teratur yang dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas bank. Timbulnya teori ini diawali
oleh rendahnya permohonan kredit kepada bank yang mengakibatkan terjadinya kelebihan
likuiditas dan rendahnya keuntungan yang diperoleh bank , khususnya pada saat
terjadi depresi ekonomi. Dengan diperkenalkannya anticipated theory, bank-bank
terdorong untuk lebih agresif dengan berani memberikan kredit yang berjangka
panjang, misalnya: kredit real etate, kredit investasi dan kredit konsumsi.
Kelemahan anticipated income theory yaitu, teori ini
menganggap semua kredit dapat ditagih sesuai dengan waktu yang dijadwalkan
tanpa memperhatikan kemungkinan terjadinya kegagalan pengembalian kredit oleh
debitur akibat factor ekstrern dan atau intern. Factor – factor ekstern terjadi
diluar kendali nasabah, misalnya terjadi resesi ekonomi yang berkepanjangan dan
kebijakan pemerintah yang kurang mendukung. Factor intern antara lain
terjadinya mismanagement atau karena kurangnya tenaga yang berpengalaman
dan terampil dalam perusahaan. Teori likuiditas ini sulit diharapkan sebagai
sumber likuiditas minimum dan memenuhi kebutuhan permintaan kredit yang segera
harus dipenuhi.
4.
Liabilty
management theory. Teori ini
melihat struktur aktiva bank mempunyai peran mencolok yang harus dimainkan
dalam menyediakan likuiditas untuk bank. Teori ini juga terus melampaui
cara pendekatan dengan satu dimensi dan menyatakan bahwa bank juga dapat
menggunakan aktivanya untuk tujuan tujuan likuiditas.[12]
C.
RASIO LIKUIDITAS BANK
Likuiditas adalah suatu istilah yang
dipakai untuk menunjukkan peresediaan uang tunai dan aset lain yang dengan
mudah dijadikan uang tunai atau aset lainnya, untuk memungkinkannya memenuhi
kewajiban pembayaran dan komitmen keuangan lain pada saat yang tepat.[13] Rasio
likuiditas merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban
jangka pendeknya pada saat ditagih.[14]
Dengan kata lain dapat membayar kembali pencairan dana deposannya pada
saat ditagih beserta dapat mencukupi permintaan kredit yang telah diajukan. Semakin
besar rasio inis semakin likuid. Untuk melakukan pengukuran rasio ini memiliki
beberapa jenis rasio yang masing-masing memiliki maksud dan tujuan tersendiri.
Adapun jenis-jenis rasio likuiditas antara lain Quick Ratio, Investing
Policy Ratio, Banking Ratio, Assets To Loan Ratio, Invesment
Portofolio Ratio, Cash Ratio, Loan to deposit ratio (LDR)
Adapun Judiseno (2005) menulis rasio likuiditas hampr sama dengan
diatas yaitu meliputi beberapa alat pengukuran seperti:
1.
Pengukuran
kemampuan bank membayar kembali kewajibannya dengan harta lancar (kas asset)
yang dimilikinya, disebut dengan istilah quick ratio.
2.
Pengukuran
kemampuan bank membayar kembali kewajibannya dengan mencairkan surat-surat
berharga, disebut dengan istilah investing policy ratio.
3.
Pengukuran
kemampuan untuk membayar kembali kewajibannya dengan menarik kembali
kredit-kredit yang pernah dicairkan oleh bank, disebut dengan istilah banking
ratio.
4.
Pengukuran
kemampuan bank untuk memenuhi permintaan kredit dengan harta bank yang
tersedia, disebut dengan istilah loan to asset ratio.
5.
Pengukuran
tingkat likuiditas penanaman dana dalam surat-surat berharga, disebut dengan
istilah investment portfolio ratio.
6.
Pengukuran
kemampuan bank membayar kembali kewajibannya yang sudah jatuh tempo dengan
harta lancar yang dimilikinya disebut dengan istilah cash ratio.
Besar kecilnya masing-masing rasio menentukan likuid dan tidak
likuidnya suatu bank. Namun, bukan berarti semakin besar rasio
likuiditas otomatis menunjukan hasil yang baik, melainkan tergantung
kepada masing-masing pengukuran dan kepentingan rasio itu sendiri pada
pengukuran loan to asset ratio, hasil yang semakin rendah
menunjukkan tingkat yang lebih baik. Secara umum penetapan rasio
likuiditas yang baik adalah lebih dari 100%, dengan kata lain harta lancar
adalah sama dengan atau lebih besar dari hutang lancarnya.
Sedangkan menurut Dahlan Siamat (2005), rasio-rasio yang umum
digunakan untuk mengukur likuiditas bank antara lain sebagai berikut:
1. Rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga. Rasio ini dapat
dijadikan ukuran untuk menilai kemampuan bank dalam memenuhi kebutuhan
likuiditas akibat penarikan dana oleh pihak ketiga dengan menggunakan alat-alat
likuid bank yang tersedia. Alat likuid bank tersedia atas: uang kas, saldo giro
pada bank sentral dan bank-bank koresponden. Semakin besar rasio ini semakin
baik pula posisi likuiditas bank yang bersangkutan.
2. Rasio kredit terhadap total dana pihak ketiga. Rasio likuiditas ini
juga sering disebut dengan loan to deposit ratio atau LDR. Rasio ini
memberikan indikasi mengenai jumlah dana pihak ketiga yang disalurkan dalam
bentuk kredit. Rasio yang tinggi menggambarkan kurang baiknya posisi likuiditas
bank. umumnya, rasio sampai dengan 100% memberikan gambaran yang cukup baik
atas keadaan likuiditas bank. Namun berdasarkan ketentuan bank Indonesia, rasio
likuiditas yang digunakan untuk menilai tingkat kesehatan bank adalah rasio
kredit terhadap dana yang diterima bank dalam rupiah dan valas. Dana yang
diterima bank meliputi: kredit likuiditas BI; giro, deposit, dan tabungan
masyarakat; pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari 3 bulan
dan tidak termasuk pinjaman subordinasi; deposito dan pinjaman dari bank lain
yang berjangka waktu lebih 3 bulan; surat berharga yang diterbitkan bank yang
berjangka waktu lebih dari 3 bulan; modal lain; dan modal pinjaman. Semakin
tinggi rasio ini semakin buruk kondisi likuiditas bank. bank Indonesia memberi
nilai kredit (0) bagi bank yang memiliki rasio sebesar 115% atau lebih
berdasarkan ketentuan penilaian tingkat kesehatan bank untuk faktor likuiditas.
3. Rasio kewajiban bersih call money terhadap aktiva lancar,
dalam rupiah. Rasio ini menunjukkan besarnya call money bank terhadap
total aktiva lancar yang meliputi: kas, giro pada Bank Indonesia, SBI dan SPBU
yang telah di-endos bank lain. Menurut ketentuan Bank Indonesia maksimum
rasio adalah 100%.
4. Rasio surat-surat berharga jangka pendek terhadap total portfolio
surat-surat berharga. Rasio ini memberikan informasi bahwa semakin besar porsi
penanaman dana dalam surat-surat berharga yang jatuh temponya kurang dari satu
tahun terhadap total portfolio surat-surat berharga semakin baik pula posisi
likuiditas bank.
5. Total kredit terhadap total asset. Rasio ini mengukur kemampuan
bank memenuhi permintaan kredit dengan menggunakan asset bank. kenaikan rasio ini
menunjukan rendahnya likuiditas bank.[15]
D.
MASALAH MANAJEMEN LIKUIDITAS BANK SYARIAH
Kendala operasional yang dihadapi oleh perbankan syariah adalah
kesulitan dalam mengendalikan likuiditasnya secara efisien, hal itu terlihat
pada beberapa gejala, antara lain (Arifin, 2009):
1.
Tidak
tersedianya kesempatan investasi segera atas dana dana yang diterimanya. Dana
dana tersebut terakumulasi dan menganggur untuk beberapa hari sehingga mengurangi
rata rata pendapatan mereka
2.
Kesulitan mencairkan dana investasi yang
sedang berjalan, pada saat ada penarikan dana dalam situasi kritis. Akibatnya
bank bank syariah menahan alat likuidnya dalam jumlah yang lebih besar daripada
rata rata perbankan konvensional.
Pada umumnya bank syariah mengalami dua macam
kendala bila dibandingkan dengan bank konvensional, yaitu: kurangnya akses
untuk memperoleh pendanaan jangka pendek, khususnya dari BI sebagai bank
sentral, dan kurangnya akses ke pasar uang sehingga bank syariah hanya dapat
memelihara likuiditas dalam bentuk kas.[16]
Untuk
mengantisipasi masalah tersebut, ada beberapa pilihan yang kebanyakan dilakuan
oleh pengelola bank-bank syariah yang bersifat darurat yaitu: menolak mengambil
bunga, mengambil uang dan menggunakannnya untuk tujuan sosial yang berdasarkan
fatwa, menginvestasikan dalam bentuk emas dan atau logam mulia lainnya secara
tunai dengan kontrak berjangka, dan membiarkan diri kehilangan kesempatan di
pasar uang dan menyimpan dananya di bank konvensional tanpa menerima bunga
sebagai imbangan dari servis yang diperolehnya.
Melakukan
analisis perencanaan likuiditas bank syari’ah adalah mengidentifikasi kebutuhan
utama terhadap likuiditas kemudian membandingkan kebutuhan tersebut dengan
jumlah aktiva lancar yang dimiliki bank pada saat itu. Analisis ini dilakukan
dengan 3 tahap sebagai berikut:
1)
Tahap
pertama :
Klasifikasikan
sumber-sumber dana utama bank berdasarkan tingkat kecepatan berputarnya.
Kelompokkan dana yang sifatnya stabil atau tetap dan dana yang berfluktuasi.
Estimasikan persentase pada masing-masing kelompok pada dana tersebut dilihat
dari waktu penarikannya, maka terdapat dua jenis dana yaitu dana yang dapat
ditarik sewaktu-waktu meliputi tabungan dan giro wadiah serta dana yang ditarik
pada saat jatuh tempo meliputi investasi mudharabah. Untuk memperkirakan jumlah
penarikan pada tabungan dan giro wadiah, bank syariah harus menganalisis dari
pengalaman penarikan dana harian pada masa-masa sebelumnya (historical data),
2)
Tahap
kedua :
Kelompokkan
jenis aktiva yang likuid maupun yang tidak likuid. Pengelompokkan ini
dimaksudkan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kebutuhan
likuiditasnya dari aktiva lancar yang dimilikinya.
3)
Tahap
ketiga :
Bandingkan
total aktiva lancar dengan dana yang dianggap berubah-ubah (volatile).
Apabila perbandingan tersebut hasilnya sama dengan satu berarti posisi kebutuhan
likuiditas persis sama dengan jumlah aktiva lancar yang dimiliki bank saat itu
(Balance liquidity position).
4)
Tahap
ke empat:
Kebutuhan
likuiditas bank yang biasanya dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini: Pertama,
kewajiban reserve yang ditetapkan oleh Bank Sentral, yaitu merupakan Giro
Wajib Minimum (GWM) yang merupakan ketentuan Bank Indonesia. Giro Wajib Minimum
merupakan kewajiban cadangan (reserve requirement) yang ditetapkan oleh oleh
Bank Indonesia sebesar prosentase dari dana pihak ketiga (DPK). Dana Pihak
ketiga meliputi seluruh DPK dalam rupiah maupun valuta asing pada seluruh
kantor bank yang bersangkutan di Indonesia. Kedua, kebutuhan dana
operasional. Ketiga, rencana penyaluran pembiayaan termasuk komitment
bank kepada nasabah atau pihak lain untuk memberikan fasilitas pembiayaan atau
melakukan investasi. Bisnis di perbankan merupakan bisnis kepercayaan, oleh
karenanya pemenuhan komitmen harus menjadi fokus Bank syariah. Keempat,
estimasi penarikan dana oleh nasabah, baik yang reguler maupun irreguler. Kelima,
saldo minimum pada bank koresponden.
Harus
disadari bahwa perbankan syariah adalah industri yang masih dalam tahap permulaan
sehingga belum mampu menjadi pemimpin dalam industri perbankan khususnya di
Indonesia. Berdasarkan kenyataan tersebut maka di dalam issue likuiditas ini,
disamping bersaing dengan sesama bank syariah, persaingan juga terjadi dengan
bank konvensional yang sudah mapan. Untuk mengantisipasi dan mengatasi masalah
likuiditas dikaitkan dengan upaya pengembangan bank syariah, tuntutan deposan,
profesionalitas, tingkat profitabilitas dan kepatuhan terhadap sistem syariah,
bank syariah harus melakukan strategi antara lain berikut ini:
1.
Menggiatkan
pendidikan dan sosialisasi bank Islam khususnya menjelaskan tentang aspek-aspek
ekonomi dan sistem nilai keislaman kepada masyarakat. Diharapkan dengan cara
ini akan memberikan dampak positif berikut
a)
Deposan/investor
baru akan datang mendeposit dananya ke bank Islam,
b)
Peningkatan dana baru yang masuk akan
meningkatkan kemampuan ekspansi bisnis Bank Islam dan suatu saat diharapkan
mampu mewarnai industri perbankan.
c)
Deposan
tidak terpengaruh dengan Return tinggi yang tidak halal yang ditawarkan oleh
Lembaga keuangan konvensional.
2.
Terus
memperbaiki dan meningkatkan kinerja bank Islam. Mengintensifkan dan fokus pada
equity based financing daripada debt based financing akan menyebabkan
meningkatnya profit jangka pendek dan panjang. Saat ini terbuka kesempatan
untuk menyalurkan equity based financing seperti joint financing untuk
membiayai proyek-proyek pemerintah dan swasta, membeli sukuk pemerintah atau
perusahaan, dll. Menawarkan return tinggi dan kompetitif adalah salah satu cara
memelihara loyalitas segmen deposan rasional juga untuk menarik deposan baru.
3.
Memperkuat
koordinasi, komunikasi dan pengertian dengan deposan/investor dan patner
bisnis. Terkait dengan pendekatan syariah terhadap risiko likuiditas, proses
mobilisasi dana dan proses penyaluran dana menyangkut tiga komponen penting
yaitu :
a)
Tingkah laku masyarakat karena operasional
bank syariah didasarkan pada amanah dan berbagi risiko dengan patner bisnis
b)
Harmonisasi
asset dan liability
c)
Pengukuran
dan monitoring dana
4.
Mengidentifikasi berapa banyak deposan
rational yang dimiliki bank. Salah satu cara untuk mengidentifikasi rational
deposan adalah dengan mengamati berapa banyak dari mereka yang menarik dananya
dan memindahkan ke Bank Konvensional ketika tingkat suku bunga dari bank
konvensional lebih tinggi dari return yang dihasilkan oleh bank Islam.
5.
Membentuk
satuan tugas atau team khusus untuk memonitor, mengevaluasi dan mendeteksi
kemungkinan terjadinya kesulitan likuiditas yang akan menimpa bank. Hal pertama
yang harus dilakukan adalah meneliti aliran dana untuk mengantisipasi mismatch
asset – likuiditas, menetapkan kebijakan internal mengenai ukuran default dari
partner bisnis, mendesain strategi menghadapi masalah likuiditas sekaligus
struktur birokrasi pengambilan keputusan di dalam memenuhi kebutuhan likuiditas
yang mendesak.
6.
Menyiapkan
kas dan cadangan likuiditas untuk kondisi tertentu. Bank membutuhkan likuiditas
untuk transaksi reguler maupun irreguler. Transaksi reguler adalah operasional sehari-hari,
sementara transaksi irreguler terdiri dari 2 hal ;
a)
Irreguler
tetapi dapat diprediksi
b)
Irreguler
dan tidak dapat diprediksi,
Kebutuhan likuiditas irreguler yang dapat diprediksi diantaranya
adalah kewajiban menyediakan dana untuk kebutuhan keuangan untuk operasional pemerintah
yang biasanya sangat besar. Tetapi kebutuhan likuiditas irreguler adalah
penarikan yang tiba-tiba oleh deposan dalam jumlah besar yang disebabkan
keadaan tertentu.
7.
Mendisain
portofolio bank termasuk instrumen yang likuid. Likuid instrumen tersebut siap
setiap saat untuk dicairkan kapanpun dibutuhkan. Alternatif lain adalah dengan
mencari likuiditas dari pasar uang syariah atau didalam keadaan yang sangat
mendesak bank dapat memohon bantuan likuiditas dari bank sentral.[17]
A.
KESIMPULAN
1.
Likuiditas
bank adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya, terutama kewajiban dana
jangka pendek. Dari sudut aktiva, likuiditas adalah kemampuan untuk mengubah
seluruh aset menjadi tunai (cash). Sedangkan dari sudut pasiva, likuiditas
adalah kemampuan bank untuk memenuhi kebutuhan dana melalui peningkatan
portofolio liabilitas
2.
Setiap
bank selalu menyediakan alat likuid dengan jumlah yang cukup untuk dapat
memenuhi kewajiban bank setiap saat atau supaya likuiditas bank cukup tinggi
kewajiban bank berupa pembayaran pada pihak ketiga dan biaya-biaya bank.
Penyediaan alat likuid dapat berupa uang kas, uang yang ditempatkan di bank
lain, perencanaan angsuran pokok dan bunga, pelunasan kredit, dan lain-lainnya.
3.
Rasio
likuiditas merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya pada saat ditagih.
4.
Kendala
operasional yang dihadapi oleh perbankan syariah adalah kesulitan dalam
mengendalikan likuiditasnya secara efisien.
B.
SARAN
Kami
menyadari bahwa dalam penulisan ini
masih terdapat banyak kesalahan, namun kita sebagai manusia masih tetap harus
memperbaiki dan terus memperbaiki dan memerlukan bantauan dari satu ke yang
lain Maka kami menerima apabila terdapat kritik dan saran dari pembaca, sebagai
acuan pembelajaran bagi kami dalam pembuatan penulisan selanjutnya. Atas
perhatiannya kami ucapkan banyak terima kasih.
Daftar pustaka
Ismail,
Manajemen Perbankan Dari Teori Menuju Aplikasi, Jakarta: Kencana, 2013.
Anshori Abdul Ghofur, Perbankan
Syariah Di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009.
Al Arif M. Nur
Rianto, Lembaga Keuangan Syariah Suatu Kajian Teoretis Praktis, Bandung:
Alfabeta, 2012.
Al
Arif Nur Rianto, Dasar-Dasar Pemasaran Bank Syariah, Bandung: Alfabeta,
2012.
Ismail,
Perbankan Syariah, Jakarta: Kencana, 2013.
Arifin
Zainul, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Azkia Publisher,
2009.
Karim Adiwarman A., Bank Islam
Analisis Fiqih dan keuangan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014.
Martono,
Bank & Lembaga Keuangan Lain, Yogyakarta: Ekonisia, 2010.
Jurnal
Sulistyowati, Manajemen Likuiditas Bank Syari’ah (Upaya Peningkatan Good
Corporate Governance).
Sudirman
Wawan, Manajemen Perbankan, Jakarta: Kencana, 2013.
Jurnal Nurul Ichsan, Pengelolaan Likuiditas Bank
Syariah,
Syafarudin
Alwi, Alat-alat Analis dalam Pembiayaan, Yogyakarta: Andi Offet, 2003.
Friska Dewi Maharani, Analisis
Rasio Likuiditas PT Bank Syariah Mandiri
Tahun 2012, (Skripsi : Fakultas Dakwah Dan Komunikasi, Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014.
Arifin
Zainul, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Alvabet, 2003.
[1]
Ismail,
Manajemen Perbankan Dari Teori Menuju Aplikasi, Ed. 1, (Cet. 3; Jakarta:
Kencana, 2013), h. 2.
[2]
Abdul Ghofur
Anshori, Perbankan Syariah Di Indonesia, (Cet. 2; Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 2009), h. 41-42.
[3]
M. Nur Rianto
Al Arif, Lembaga Keuangan Syariah Suatu Kajian Teoretis Praktis, (Cet.
1; Bandung: Alfabeta, 2012), h. 98.
[4]
Nur Rianto Al
Arif, Dasar-Dasar Pemasaran Bank Syariah, (Cet. 2; Bandung: Alfabeta,
2012), h. 33.
[5]
Ismail, Perbankan
Syariah, Ed. 1, (Cet. 2; Jakarta: Kencana, 2013), h. 105.
[6]
Zainul Arifin, Dasar-dasar
Manajemen Bank Syariah, (Cet. 7; Jakarta: Azkia Publisher, 2009), h. 179.
[7]
Jurnal Nurul
Ichsan, Pengelolaan Likuiditas Bank Syariah, h. 100-101.
[8]
Adiwarman A.
Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan keuangan, Ed. 5, ( Cet. 10; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2014), h. 461-463.
[9]
Martono, Bank
& Lembaga Keuangan Lain, Ed. 1, (Cet. 4; Yogyakarta: Ekonisia, 2010),
h. 45.
[10]
Jurnal Sulistyowati, Manajemen
Likuiditas Bank Syari’ah (Upaya Peningkatan Good Corporate Governance), h.
39.
[11]
Wawan Sudirman,
Manajemen Perbankan, Ed.1,
(Cet.1; Jakarta: Kencana, 2013), h. 69.
[12]Jurnal Nurul Ichsan, Pengelolaan Likuiditas Bank
Syariah, h. 102-106
[13]
Alwi
Syafarudin, Alat-alat Analis dalam Pembiayaan, (Yogyakarta: Andi Offet,
2003), h. 107.
[14]
Friska Dewi
Maharani, Analisis Rasio Likuiditas PT Bank Syariah Mandiri Tahun 2012, (Skripsi : Fakultas
Dakwah Dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2014, h. 107-108.
[15]
Jurnal Nurul Ichsan, Pengelolaan Likuiditas Bank
Syariah, h. 1006-108.
[16]
Zainul Arifin, Dasar-Dasar
Manajemen Bank Syariah, (Cet.2; Jakarta: Alvabet, 2003), h. 179.
[17]
Jurnal Nurul Ichsan, Pengelolaan Likuiditas Bank
Syariah, h.115-118.
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut
Hai semuanya, Nama saya Angga Annisa dan saya berbicara sebagai orang yang paling bahagia di seluruh dunia hari ini sebelum sekarang saya secara finansial dipukul tanpa harapan akan bantuan apa pun, tetapi ceritanya akan segera berubah ketika saya bertemu dengan Ibu. Saya sangat senang untuk mengatakan keluarga saya kembali untuk selamanya karena saya membutuhkan pinjaman sebesar Rp.700juta untuk memulai hidup saya di sekitar karena profesi saya karena saya seorang ibu tunggal dengan 3 anak dan seluruh dunia tampak seperti itu tergantung pada saya sampai Tuhan mengirim saya kepada sebuah perusahaan yang mengubah hidup saya dan keluarga saya, perusahaan yang takut akan Tuhan, ISKANDAR LENDERS, mereka adalah Juruselamat Tuhan yang dikirim untuk menyelamatkan keluarga saya dan pada awalnya saya pikir itu tidak akan mungkin sampai saya mendapat pinjaman sebesar Rp.700 juta dan saya akan menyarankan siapa pun yang benar-benar membutuhkan pinjaman untuk menghubungi Bunda Iskandar melalui email. [iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com] karena ini adalah pemberi pinjaman yang paling memahami dan baik
BalasHapusContact Details:
e_mail Address:iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com>>>>
WhatsApp:::+6282274045059
Company::Iskandar Lenders"""""
Loan Amount:::Rp.700juta
Name:::::Angga Annisa
Country::::Indonesia
Occupation:Trader
Year:April,2020
Jumlah minimum>>>>>>Rp.100 juta
Jumlah maksimum>>>>>Rp.100 miliar
Halo, saya Ny. Sandra Ovia, pemberi pinjaman uang swasta, apakah Anda berhutang? Anda membutuhkan dorongan finansial? pinjaman untuk membangun bisnis baru, untuk memenuhi tagihan Anda, memperluas bisnis Anda di tahun ini dan juga untuk renovasi rumah Anda. Saya memberikan pinjaman kepada perusahaan lokal, internasional dan juga dengan tingkat bunga yang sangat rendah 2%. Anda dapat menghubungi kami melalui Email: (sandraovialoanfirm@gmail.com)
BalasHapusAnda dipersilakan untuk perusahaan pinjaman kami dan kami akan memberikan yang terbaik dari layanan kami.
LEMBAGA KEUANGAN INI BERADA PADA KEBAKARAN
BalasHapusTINGKATKAN FILE FINANSIAL ANDA
Saya Rizky Indah dan penduduk asli Indonesia dan saya di sini untuk memberi tahu Anda tentang bagaimana saya mendapatkan pinjaman saya dari pemberi pinjaman terpercaya ONE BILLION RISING FUND
KONTAK PERUSAHAAN
NAMA PERUSAHAAN: ONE BILLION RISING FUND
GMAIL PERUSAHAAN: onebillionrisingfund@gmail.com
NOMOR TEL: +1 267 526 5352
NOMOR WHATSAPP: +1 267 526 5352
Dalam pandemi ini hidup menjadi lebih sulit bagi saya dan keluarga saya dan pekerjaan saya hancur oleh pandemi Covid 19 ini dan Hidup nyaman adalah dambaan semua orang dan saya menginginkan yang terbaik untuk keluarga saya jadi saya memutuskan untuk meminjamkan uang dari bank dan bank mengubah saya turun berkali-kali sampai teman saya yang mendapat pinjaman dari ONE BILLION RISING FUND memperkenalkan pemberi pinjaman kepada saya dan meyakinkan saya bahwa mereka dapat membantu saya secara finansial, saya sangat percaya kepada mereka karena teman saya baru saja mendapat pinjaman dari ONE BILLION RISING FUND jadi saya mendaftar dan mereka membawa saya melalui proses mereka yang memakan waktu beberapa hari dan yang paling mengejutkan saya, akun saya dikreditkan dengan jumlah pinjaman
Pengalaman yang saya dapatkan dari ONE BILLION RISING FUND ini telah mengubah hidup saya menjadi lebih baik dan sekarang saya memiliki perusahaan keramik
Jika Anda tahu Anda membutuhkan pinjaman, saya akan menyarankan Anda menghubungi perusahaan keuangan dan saya sangat yakin bahwa mereka dapat membantu Anda dengan pinjaman
Harap perhatikan pemberi pinjaman yang Anda hubungi secara online karena sebagian besar pemberi pinjaman keuangan online palsu dan mereka akan membuat hidup Anda lebih sulit dan mereka tidak berniat baik untuk membantu Anda karena mereka adalah penipu yang ingin mencari nafkah dari Anda.
KONTAK SAYA
Nama Saya ::: Rizky Indah
Email :: indahrizky490@gmail.com
Jumlah Pinjaman ::: $ 30.000.00
WA saya ::: + 62858 8161 8874
BIJAKLAH