PERAN ZAKAT DALAM MEMBINA MUSTAHIK
MENJADI MUZAKKI
Oleh: Hikmawati
Abstrak
This paper tries to examine
the role of zakat in addressing the problem of poverty. Zakat is one of the
fundamentals of Islam that has direct economic implications. It requires
Muslims to distribute a part of their wealth among the specified heads in order
to alleviate poverty and achieve economic emancipation. This institution was
able to solve the problems of poverty and extend social services in the
classical times. The objective of the paper is to investigate how the zakah
institution can be used in the contemporary times to alleviate poverty in
Muslim countries.
I.PENDAHULUAN
Zakat merupakan ibadah yang mengandung dua dimensi yaitu
dimensi ibadah langsung kepada Allah dan
ibadah kesesama manusia. Disisi lain zakat juga merupakan ibadah yang mengedepankan
nilai-nilai sosial disamping nilai spiritual.[1]
Zakat merupakan salah satu instrument yang dianggap mampu
mengatasi krisis ekonomi masyarakat.Dalam implementsinya zakat tidak sebatas
rukun islam, melainkan mempunyai efek domino dalam kehidupan masyarakat,
terutama dalam mengangkat garis kemiskinan.[2]
Selama ini yang dipraktekkan dalam masyarakat, pemberian zakat lebih di
orientasikan kepada pemberian secara konsumtif kepada 8 asnaf (golongan)
yang telah ditetapkan dalam Al Qur’an. Di dalam pendayagunaan zakat hendaknya
mengedepankan upaya merubah mereka yang memang membutuhkan sehingga setelah
menerima zakat,dalam periode tertentu berubah menjadi pembayar zakat(muzakki).[3] Zakat yang diberikan kepada mustahik akan
berperan sebagai pendukung peningkatan ekonomi mereka apabila dikonsumsikan
pada kegiatan produktif.
Pengembangan
zakat bersifat produktif dengan cara dijadikannya dana zakat sebagai modal
usaha, untuk pemberdayaan ekonomi penerimanya, dan supaya fakir miskin dapat
menjalankan atau membiayai kehidupannya secara konsisten. Dengan dana zakat
tersebut fakir miskin akan mendapatkan penghasilan tetap, meningkatkan usaha,
mengembangkan usaha serta mereka dapat menyisihkan penghasilannya untuk
menabung.[4]
Dalam penulisan kali ini akan dibahas seputar tentang apa dan bagaimana
yang dimaksud dengan mustahik zakat sehingga dapat dipahami bahwa tidak semua
mustahik zakat bisa mendapatkan zakat produktif.Kemudian pada pembahasan
selanjutnya akan dibahas tentang peran zakat dalam membina mustahik menjadi
muzakki.
II.PEMBAHASAN
Golongan atau Orang-Orang yang Berhak Menerima Zakat(Mustahik)
Yang dimaksud dengan mustahik adalah mereka-mereka yang berhak untuk
menerima pembayaran zakat. Pada dasarnya mustahik dapat dikelompokkan mejadi
delapan golongan berdasarkan QS.surat at-Taubah ayat 60 yang berbunyi
Sesungguhnya zakat-zakat
itu,hanyalah untuk orang-orang fakir,orang-orang miskin,pengurus-pengurus
zakat,para muallaf yang dibujuk hatinya,untuk (memerdekakan budak).orang-orang
yang berutang untuk,untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam
perjalanan,sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah,dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Yang berhak menerima zakat ialah :(1)orang fakir :orang yang amat
sengsara hidupnya,tidak mempunyai harta ,dan tenaga untuk memenuhi
hidupnya ;(2) orang miskin :orang yang tidak cukup penghidupannya dan
dalam keadaan
kekurangan ;(3)pengurus zakat :orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan
dan membagikan zakat ;(4)muallaf :orang kafir yang ada harapan masuk
islam dan orang yang baru masuk islam yang imamnya masih lemah ;(5) memerdekakan budak :mencakup juga untuk
melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir ;(6)orang berutang :orang
yang berutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup
membayarnya. Adapun orang yang berutang untuk memelihara persatuan umat islam
dibayar utangnya itu dengan zakat,walaupun ia mampu membayarnya ;(7)pada
jalan Allah(sabilillah) :yaitu untuk keperluan pertahananIslam dan kaum
muslimin di antara musafirin ada yang
berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum
seperti mendirikan sekolah,rumah sakit,dan lain-lain ;dan (8) orang yang
sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam
perjalanannya.
Lebih lanjut penjabaran terkait
dengan mustahik sebagai berikut :
1. Kelompok fakir dan miskin,yang
dimaksud dengan fakir adalah mereka yang tidak berharta serta tidak memiliki
usaha yang tetap dalam rangka untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Selain
itu,mereka yang dikategorikan sebagai orang yang fakir juga tidak memiliki
pihak-pihak yang menjamin kehidupannya selama ini. Adapun yang dimaksud miskin
ialah orang-orang yang tidak mencukupi kebutuhan hidupnya,meskipun selama itu
ia memiliki pekerjaan ataupun usaha yang tetap. Kebutuhan disini bukan hanya
kebutuhab primer akan tetapi juga kebutuhan sekunder. Akan tetapi para ulama
secara umum menegaskan bahwa mereka yang dikategorikan sebagai fakir dan miskin
pada dasarnya adalah mereka yang tidak memiliki kemampuan materi,dengan
ciri-ciri di bawah ini :
a. Kemampuan materi nol atau kepemilikan
aset yang nihil ;
b. Memiliki aset properti dalam jumlah
yang sangat minim ;
c. Memiliki aset keuangan yang kurang
dari nisab ;
d. Memiliki aset selain keuangan namun
nilainya masih di bawah nisab ;dan
e. Mereka yang tidak memanfaatkan
kekayaannya karena berada jauh dari tempat tinggalnya juga dapat dikategorikan
sebagai orang yang tidak mampu secara materi.
Adapun indikator ketidakmampuan dalam
mencari nafkah ataupun usaha adalah sebagai berikut :
a. Orang yang tidak memiliki usaha sama
sekali ;
b. Orang yang memiliki usaha akan tetapi
usahanya tersebut tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Bahkan separuh dari kebutuhan hidupnya juga tidak dapat dipenuhi dari kegiatan
usaha yang dijalankannya ;
c. Orang yang sanggup bekerja,akan tetapi
selalu kekurangan modal dan peralatan dalam menjalankan usaha ataupun
pekerjaannya ;
d. Orang yang tidak mampu bekerja dan
berusaha karena mengalami kekurangan secara materi maupun fisik.
2. Amil zakat atau pengumpul zakat,yang
dimaksud dengan amil zakat adalah mereka yang diangkat oleh pihak yang
berwenang yang diberkan tugas untuk
melaksanakan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan urusan zakat. Termasuk
dalam hal ini adalah mengumpulkan dana zakat serta membagikannya kepada para
mustahik penerima dana zakat. Pihak yang ditunjuk sebagai amil zakat diharapkan
sebagai pihak yang tidak perlu diragukan lagi kejujurannya,karena dalam dana zakat
yang menjadi bagian dari amil tidak boleh diambil langsung oleh para petugas
amil,akan tetapi harus mendapatkan persetujuan dari atasan para petugas amil
tersebut.
3. Kelompok muallaf,banyak dikenal,yang
dimaksudkan dengan kelompk muallaf adalah mereka yang baru masuk islam.
Meskipun begitu,ada beberapa pengertian muallaf yang perlu diketahui.
a. Muallaf muslim yang sudah masuk
islam,akan tetapi niat dan imanya lemah. Kondisi ini akan semakin parah bila ia
juga lemah secara ekonomi yang dikhawatirkan akan semakin memperlemah
imanya ;
b. Muallaf islam,dimana niat dan imanya
dalam islam sudah cukup kuat dan juga orang terkemuka di kalangan kaumnya.
Kaum yang terkemuka in biasanya
diharapkan akan dapat mempengaruhi pengikutnya atau kaum yang lainnya ;
c. Muallaf yang memiliki kemampuan dalam
rangka menagkal tindak kejahatan yang dilaksanakan oleh kaum kafir ;
d. Muallaf yang memiliki kemampuan dalam
mengantisipasi tindak kejahatan yang mungkin datang dari para pembangkang wajib
zakat.
4. Kelompok riqab (kelompok yang
memerdekakan budak) yang dimaksud dengan raqaba
atau riqab adalah kelompok budak.
Kelompok budak merupakan orang-orang yang kehidupannya dikuasai secara penuh
oleh majikannya. Kelompok ini berhak mendapatkan dana zakat dengan tujuan agar
mereka dapat melepaskan diri dari perbudakan yang mereka alami. Dalam rangka
membebaskan budak,ada beberapa cara yang dapat dilakukan :
a. Membantu budak mukattab,yaitu budak yang telah bersepakat dengan tujuan utama bila
ia dapat menghasilakan harta tertentu,maka ia bebas ;
b. Membeli budak untuk kemudian dirinya
dimerdekakan ;dan
c. Melakukan kegaitan pendampingan agar
mereka yang menjadi budak dapat dibebaskan.
5. Kelompok gharimin (orang yang berhutang),yang dimaksudkan dengan orang yang
berhutang adalah mereka yang kegiatannya terhadap umat akhirnya menyebabkan
dirinya tersangkut utang piutang. Beberapa kegiatan tersebut antara lain adalah
mereka yang mendamaikan perselisihan antara umat islam,melayani berbagai
kegiatan umat,dan juga kegiatan lain demi kepentingan umat islam. Selain
itu,juga terdapat persyaratan agar seseorang dapat dikatakan sebagai gharimin,yaitu :
a. Orang yang memiliki kebutuhan untuk
mendapatkan harta yang dapat melunasi utang-utangnya ;
b. Berutang untuk kepentingan ibadah
kepada Allah atau mengerjakan berbagai urusan yang dapat dibenarkan oleh hukum
islam ;dan
c. Ia merupakan orang yang berhutang dan
sudah jatuh tempo karena bangkrut.
6. Fisabilillah (berjuang di jalan Allah)
yang dimaksud dengan fisabilillah adalah mereka yang berjuang dijalan Allah
SWT. Termasuk di sini adalah pengembangan agama dan juga pengembangan negara.
7. Kelompok ibnu sabil (orang yang dalam
perjalanan) yang dimaksud dengan ibnu sabil adalah orang yang kehabisan bekal
dalam perjalanan dimana perjalanannya ini adalah untuk keperluan baik. Termasuk
dalam kelompok ini adalah para musafir,mereka yang minta suaka selaku
pengungsi,kaum tunawisma,serta anak-anak yang dibuang oleh orang tuannya.[5]
Zakat Produktif
Zakat produktif yaitu zakat yang diberikan
kepada Mustahik sebagai modal untuk menjalankan suatu kegiatan ekonomi yaitu
untuk menumbuh kembangkan tingkat ekonomi dan potensi produktifitas Mustahik.[6] Dengan harapan seorang mustahik bisa menjadi
muzakki apabila harta tersebut dugunakan untuk usahanya.Hal ini juga pernah
dilakukan oleh Nabi, dimana beliau memberikan harta zakat untuk digunakan sahabatnya
sebagai modal usaha. Seperti yang dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan
oleh Muslim yaitu ketika Rasulullah memberikan uang zakat kepada Umar bin
Al-Khatab yang bertindak sebagai amil zakat seraya bersabda :
"خُذْهُ فَتَمَوَّلْهُ, أَوْ تَصَدَّقْ بِهِ, وَمَا جَاءَكَ
مِنْ هَذَا اَلْمَالِ, وَأَنْتَ غَيْرُ مُشْرِفٍ وَلَا سَائِلٍ فَخُذْهُ, وَمَا
لَا فَلَا تُتْبِعْهُ نَفْسَكَ". رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Ambilah dahulu, setelah itu milikilah (berdayakanlah)
dan sedekahkan kepada orang lain dan apa yang datang kepadamu dari harta
semacam ini sedang engkau tidak membutukannya dan bukan engkau minta, maka
ambilah. Dan mana-mana yang tidak demikian maka janganlah engkau turutkan
nafsumu. HR Muslim.[7]
Pendayagunaan
Zakat bagi Mustahik Zakat
Pendayagunaan zakat menurut syara’ ada delapan asnaf yang merupakan
sasaran utama. Untuk mencapai tujuan zakat yaitu meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat perlu diadakan pendayagunaan zakat yang bersifat
konsumtif maupun produktif dan bantuan sarana fisik keagamaan.
a. Bantuan dana
secara konsumtif
Bantuan dana konsumtif kepada mustahiq untuk dikonsumsikan karena yang
bersangkutan dipandang kurang mampu memenuhi kebutuhan pokok seperti lanjut
usia, janda, orang cacat yang tidak punya penghasilan.
b. Bantuan dana
secara produktif
Pendayagunaan zakat produktif
guna pengembangan umat melalui modal dagang, beasiswa maupun pengembangan
pendidik, karena pada dasarnya cepat digunakan untuk mengentaskan kemiskinan
jika dikelola menjadi sumber dana yang penggunaannya sejak dari awal sebagai pelatihan
dan modal usaha. kemudian bagi mereka yang kuat bekerja dan bisa mandiri dalam
menjalankan usaha dapat diberi modal perorangan atau kepada perusahaan yang
dikelola secara kolektif.
c. Bantuan
sarana fisik keagamaan
Memberikan dana zakat kepada 8 asnaf tanpa terkecuali, salah satu dari 8
asnaf tersebut adalah sabilillah, karena Islam membutuhkan lembaga yang terus
melestarikan nilai-nilai islam seperti dakwah, sarana pendidikan dan pelayanan social
lainnya.[8]
Di antara mustahiq
zakat yang berhak untuk menerima zakat produktif adalah kaum fakir, miskin,
Amil zakat serta para Muallaf. Namun yang lebih diutamakan dari mereka adalah
golongan fakir dan miskin. Selain mereka hanya mendapatkan zakat konsumtif atau
keperluan tertentu saja seperti ibnu sabil, fi sabilillah, gharimin dan
hamba sahaya. Tabel di bawah ini menjelaskan tentang distribusi mustahiq yang
dapat memperoleh zakat produktif :
No
|
Asnaf
|
Produktif
|
Non-Produktif
|
Keterangan
|
1
|
Fakir
|
V
|
V
|
|
2
|
Miskin
|
V
|
V
|
|
3
|
Amil
|
V
|
V
|
|
4
|
Muallaf
|
V
|
V
|
|
5
|
Riqab
|
-
|
V
|
|
6
|
Gharimin
|
-
|
V
|
|
7
|
Ibnu Sabil
|
-
|
V
|
|
8
|
Fi Sabilillah
|
-
|
V
|
Pada tabel terlihat bahwa kelompok fakir dan miskin
menjadi prioritas dalam menerima zakat produktif, sehingga kepada merekalah
diberdayakan zakat jenis ini. Mengenai zakat produktif yang
diberikan kepada fakir miskin maka dapat berupa alat-alat untuk usaha,
modal kerja atau pelatihan keterampilan. Yang dapat dijadikan sebagai mata
pencaharian dan sumber hidupnya.[9]
Zakat untuk Usaha Produktif
Usaha produktif adalah
setiap usaha yang dapat menghasilkan keuntungan ( profitable ),
mempunyai market yang potensial serta mempunyai managemen yang bagus, selain
itu bahwa usaha-usaha tersebut adalah milik para fakir miskin yang menjadi
mustahik zakat dan
bergerak di bidang yang halal. Usaha-usaha seperti inilah yang menjadi sasaran
zakat produktif.
Pendayagunaan zakat
harus berdampak positif bagi mustahiq, baik secara ekonomi maupun sosial. Dari
sisi ekonomi, mustahiq dituntut benar-benar dapat mandiri dan hidup secara
layak sedangkan dari sisi sosial, mustahiq dituntut dapat hidup sejajar dengan
masyarakat yang lain. Hal ini berarti, zakat tidak hanya didistribusikan untuk
hal-hal yang konsumtif saja dan hanya bersifat charity tetapi lebih untuk
kepentingan yang produktif dan bersifat edukatif.[10]
Kelemahan utama orang miskin serta usaha kecil yang
dikerjakannya sesungguhnya tidak semata-mata pada kurangnya permodalan, tetapi
lebih pada sikap mental dan kesiapan manajemen usaha. untuk itu, zakat usaha
produktif pada tahap awal harus mampu mendidik mustahiq sehingga benar-benar
siap untuk berubah. Karena tidak mungkin kemiskinan itu dapat berubah kecuali
dimulai dari perubahan mental si miskin itu sendir. Inilah yang disebut peran
pemberdayaan.
Zakat yang dapat dihimpun dalam jangka panjang harus dapat
memberdayakan mustahiq sampai pada dataran pengembangan usaha. program-program
yang bersifat konsumtif ini hanya berfungsi sebagai stimulan atau rangsangan
dan berjangka pendek., sedangkan program pemebrdayaan ini harus diutamakan.
Makna pemberdayaan dalam arti yang luas ialah memandirikan mitra, sehingga
mitra dalam hal ini mustahiq tidak selamanya tergantung kepada amil.
Pola pendistribusian zakat
produktif haruslah diatur sedemikian rupa sehingga jangan sampai sasaran dari
program ini tidak tercapai. Beberapa langkah berikut menjadi acuan dalam
pendistribusian zakat produktif :
1. Forecasting yaitu meramalkan,
memproyeksikan dan mengadakan taksiran sebelum pemberian zakat tersebut.
2. Planning, yaitu merumuskan dan merencanakan suatu tindakan
tentang apa saja yang akan dilaksanakan untuk tercapainya program, seperti
penentuan orang-orang yang akan mendapat zakat produktif, menentukan tujuan
yang ingin dicapai, dan lain-lain.
3. Organizing dan Leading, yaitu mengumpulkan berbagai element yang akan membawa
kesuksesan program termasuk di dalamnya membuat peraturan yang baku yang harus
di taati.
4. Controling yaitu pengawasan terhadap
jalannya program sehingga jika ada sesuatu yang tidak beres atau menyimpang
dari prosedur akan segera terdeteksi.[11]
Selain langkah-langkah tersebut di atas bahwa dalam
penyaluran zakat produktif haruslah diperhatikan orang-orang yang akan
menerimanya, apakah dia benar-benar termasuk orang-orang yang berhak menerima
zakat dari golongan fakir miskin, demikian juga mereka adalah orang-orang yang
berkeinginan kuat untuk bekerja dan berusaha.
seleksi bagi para penerima zakat produktif haruslah
dilakukan secara ketat, sebab banyak orang fakir miskin yang masih sehat
jasmani dan rohaninya tetapi mereka malas bekerja. Mereka lebih suka menjadi
gelandangan daripada menjadi buruh atau karyawan. Mereka itu tidak boleh diberi
zakat, tetapi cukup diberi sedekah ala kadarnya, karena mereka telah merusak
citra Islam. Karena itu para fakir miskin tersebut harus diseleksi terlebih
dahulu, kemudian diberi latihan-latihan keterampilan yang sesuai dengan
bakatnya, kemudian baru diberi modal kerja yang memadai.
Setelah mustahiq penerima
zakat produktif ditetapkan selanjutnya adalah Amil zakat harus cermat dan
selektif dalam memilih usaha yang akan dijalankan, pemahaman mengenai
bagaiamana mengelola usaha sangat penting terutama bagi Amil mengingat dalam
keadaan tertentu kedudukannya sebagai konsultan / pendamping usaha produktif
tersebut. Di antara syarat-syarat usaha produktif dapat dibiayai oleh dana
zakat adalah :
- Usaha tersebut harus bergerak dibidang usaha-usaha yang halal. Tidak diperbolehkan menjual belikan barang-barang haram seperti minuman keras, daging babi, darah, symbol-symbol kesyirikan dan lain-lain. Demikian juga tidak boleh menjual belikan barang-barang subhat seperti rokok, kartu remi dan lain sebagainya.
- Pemilik dari usaha tersebut adalah mustahiq zakat dari kalangan fakir miskin yang memerlukan modal usaha ataupun tambahan modal.
- Jika usaha tersebut adalah perusahaan besar maka diusahakan mengambil tenaga kerja dari golongan mustahiq zakat baik kaum fakir ataupun miskin.
Setelah usaha yang akan
dijadikan obyek zakat produktif ditentukan maka langkah berikutnya yaitu cara
penyalurannya. Mengenai penyalurannya dapat dilakukan dengan model pinjaman
yang “harus” dikembalikan, kata harus di sini sebenarnya bukanlah wajib, akan
tetapi sebagai bukti kesungguhan mereka dalam melakukan usaha.
Setelah proses
penyaluran selesai, maka yang tidak kalah penting adalah pengawasan terhadap
mustahiq yang mendapatkan zakat produktif tersebut, jangan sampai dana tersebut
disalah gunakan atau tidak dijadikan sebagai modal usaha. Pengontrolan ini
sangat penting mengingat program ini bisa dikatakan sukses ketika usaha
mustahiq tersebut maju dan dapat mengembalikan dana zakat tersebut. Karena hal
inilah yang diharapkan, yaitu mustahiq tersebut dengan usahanya akan maju dan
berkembang menjadi mustahiq zakat.
Yusuf Qaradhawi menawarkan
sebuah alternatif bagaimana cara menyalurkan zakat kepada fakir miskin, beliau
mengatakan seperti dikutip oleh Masjfuk Zuhdi dalam sebuah artikel bahwa orang yang masih
mampu bekerja atau berusaha dan dapat diharapkan bisa mencukupi kebutuhan hidupnya dan
keluarganya secara mandiri, seperti pedagang, petani, pengrajin, tetapi mereka
kekurangan modal dan alat-alat yang diperlukan, maka mereka itu wajib diberi
zakat secukupnya sehingga mereka mampu mandiri seterusnya. Dan mereka bisa juga
ditempatkan di berbagai lapangan kerja yang produktif yang didirikan dengan
dana zakat.[12]
Model pengawasan terhadap
bergulirnya dana zakat produktif dapat pula berupa pendampingan usaha, semacam
konsultan yang akan mengarahkan para mustahik dalam menjalankan usahanya. Model pendampingan ini
juga hendaknya tidak hanya terfokus kepada usaha yang dikelolanya, melainkan
juga dapat mendampingi dan memberikan input dalam hal spiritual mustahiq.
Diadakannya kelompok-kelompok pertemuan antar mustahiq penerima zakat produktif
dengan pengelola zakat dapat dijadikan momen untuk memberikan tausiah
keagamaan, jadi selain untuk mengentaskan kemiskinan keduniaan sekaligus
mengentaskan mereka dari kemiskinan spiritual.
III.PENUTUP
Zakat produktif yaitu zakat yang diberikan
kepada Mustahik sebagai modal untuk menjalankan suatu kegiatan ekonomi yaitu
untuk menumbuh kembangkan tingkat ekonomi dan potensi produktifitas Mustahik.
Dengan pendayagunaan zakat produktif terhadap mustahik zakat yang memiliki
keterbatasan ekonomi diharapkan mampu untuk mengatasi permasalahan ekonomi
dengan meningkatkan tingkat daya beli mustahik dan mampu untuk hidup secara
mandiri.
Golongan atau orang-orang yang berhak menerima
zakat produktif lebih ditekankan pada mustahik yang memiliki keterbatasan
ekonomi baik dari segi materi ataupun kemampuan.Di antara mustahiq zakat
yang berhak untuk menerima zakat produktif adalah kaum fakir, miskin, Amil
zakat serta para Muallaf.
Dalam hal pendayagunaan
zakat produktif untuk mustahik ekonomi lemah disarankan untuk lebih
memperhatikan para mustahik yang betul-betul membutuhkan pembinaan baik dari
segi mental maupun kemampuan sehingga tujuan zakat yaitu meningkatkan taraf
hidup dan kesejahteraan masyarkat dapat terlaksana dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anam,Muhammad
Chairul,”Analisis Strategi Pemberdayaan
Zakat,Infaq dan Sedekah di KJKS BMT Fastabiq Pati Terhadap Peningkatan
Kesejahteraan Ummat”,Skripsi,IAIN Walisongo,Semarang,2011.
Anonimus, Pedoman
Manajemen Zakat,Jakarta:BAZISKAF PT Telekomunikasi Indonesia,1996.
Hafidhuddin, Didin,
Zakat Dalam Perekonomian Modern,Cet.II.Jakarta:
Gema Insani Press,2002.
Huda ,Nurul
& Heykal, Mohamad,Lembaga Keuangan
Islam:Tinjauan Teoritis dan Praktis,ed.pertama,Jakarta:PRENADAMEDIA
GROUP,2010.
Huda,Khusnul,”Fiqh Pengelolaan Zakat Produktif Sebagai Upaya Pengembangan
Sumber Daya Mustahik (Studi Kasus Di Badan
Pelaksana Urusan Zakat Muhammadiyah (Bapelurzam) Pimpinan Cabang Muhammadiyah
Weleri Kendal)”Tesis,IAIN Walisongo,Semarang,2012.
Qardhawi,Yusuf Al-,Spektrum Zakat: Dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan, Jakarta:Zikrul
Hakim,2005.
Sartika,Mila”Pengaruh
Pendayagunaan Zakat Produktif terhadap Pemberdayaan Mustahiq pada LAZ Yayasan
Solo Peduli Surakarta”Jurnal Ekonomi Islam,2(1),2008.
Yusuf ,Muhammad,”Studi Analisis Terhadap Pendayagunaan Zakat
Untuk Usaha Produktif di LAZIZMA”,Skripsi,IAIN Walisongo,Semarang,2009.
[1]
Muhammad Chairul Anam,”Analisis Strategi
Pemberdayaan Zakat,Infaq dan Sedekah di KJKS BMT Fastabiq Pati Terhadap
Peningkatan Kesejahteraan Ummat”,Skripsi,IAIN Walisongo Semarang,2011.
[2]
Yusuf Al-Qardhawi,Spektrum Zakat:Dalam
Membangun Ekonomi Kerakyatan (Jakarta:Zikrul Hakim,2005).
[3]
Muhammad Yusuf,”Studi Analisis Terhadap
Pendayagunaan Zakat Untuk Usaha Produktif di LAZIZMA”,Skripsi,IAIN
Walisongo,Semarang,2009.h.5.
[4]
Ibid.h.77.
[5]
Nurul huda,Mohamad Heykal,Lembaga
Keuangan Islam:Tinjauan Teoritis dan Praktis,ed.pertama(Jakarta:PRENADAMEDIA
GROUP,2010),h.299-303.
[6]
Mila Sartika,”Pengaruh Pendayagunaan
Zakat Produktif terhadap Pemberdayaan Mustahiq pada LAZ Yayasan Solo Peduli
Surakarta”Jurnal,2(1),2008,h.80.
[7] Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern,Cet.II.(Jakarta: Gema Insani Press,2002)h.133.
[8] Khusnul Huda,”Fiqh Pengelolaan
Zakat Produktif Sebagai Upaya Pengembangan Sumber Daya Mustahik (Studi Kasus Di Badan
Pelaksana Urusan Zakat Muhammadiyah (Bapelurzam) Pimpinan Cabang Muhammadiyah
Weleri Kendal)”Tesis,IAIN
Walisongo,Semarang,2012,h.20-21.
[9]
Ibid,71.
[10]
Ibid,h.82.
[11]
Ibid,h.88.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar