Rabu, 25 Januari 2017

PERAN ZAKAT DALAM MEMBINA MUSTAHIK MENJADI MUZAKKI



PERAN ZAKAT DALAM MEMBINA MUSTAHIK
MENJADI MUZAKKI
Oleh: Hikmawati
Abstrak
This paper tries to examine the role of zakat in addressing the problem of poverty. Zakat is one of the fundamentals of Islam that has direct economic implications. It requires Muslims to distribute a part of their wealth among the specified heads in order to alleviate poverty and achieve economic emancipation. This institution was able to solve the problems of poverty and extend social services in the classical times. The objective of the paper is to investigate how the zakah institution can be used in the contemporary times to alleviate poverty in Muslim countries.  
I.PENDAHULUAN
Zakat merupakan ibadah yang mengandung dua dimensi yaitu dimensi  ibadah langsung kepada Allah dan ibadah kesesama manusia. Disisi lain zakat juga merupakan ibadah yang mengedepankan nilai-nilai sosial disamping nilai spiritual.[1]
Zakat merupakan salah satu instrument yang dianggap mampu mengatasi krisis ekonomi masyarakat.Dalam implementsinya zakat tidak sebatas rukun islam, melainkan mempunyai efek domino dalam kehidupan masyarakat, terutama dalam mengangkat garis kemiskinan.[2]
Selama ini yang dipraktekkan dalam masyarakat, pemberian zakat lebih di orientasikan kepada pemberian secara konsumtif kepada 8 asnaf (golongan) yang telah ditetapkan dalam Al Qur’an. Di dalam pendayagunaan zakat hendaknya mengedepankan upaya merubah mereka yang memang membutuhkan sehingga setelah menerima zakat,dalam periode tertentu berubah menjadi pembayar zakat(muzakki).[3] Zakat yang diberikan kepada mustahik akan berperan sebagai pendukung peningkatan ekonomi mereka apabila dikonsumsikan pada kegiatan produktif.
Pengembangan zakat bersifat produktif dengan cara dijadikannya dana zakat sebagai modal usaha, untuk pemberdayaan ekonomi penerimanya, dan supaya fakir miskin dapat menjalankan atau membiayai kehidupannya secara konsisten. Dengan dana zakat tersebut fakir miskin akan mendapatkan penghasilan tetap, meningkatkan usaha, mengembangkan usaha serta mereka dapat menyisihkan penghasilannya untuk menabung.[4]
Dalam penulisan kali ini akan dibahas seputar tentang apa dan bagaimana yang dimaksud dengan mustahik zakat sehingga dapat dipahami bahwa tidak semua mustahik zakat bisa mendapatkan zakat produktif.Kemudian pada pembahasan selanjutnya akan dibahas tentang peran zakat dalam membina mustahik menjadi muzakki.

II.PEMBAHASAN
Golongan atau Orang-Orang yang Berhak Menerima Zakat(Mustahik)

Yang dimaksud dengan mustahik adalah mereka-mereka yang berhak untuk menerima pembayaran zakat. Pada dasarnya mustahik dapat dikelompokkan mejadi delapan golongan berdasarkan QS.surat at-Taubah ayat 60 yang berbunyi


Sesungguhnya zakat-zakat itu,hanyalah untuk orang-orang fakir,orang-orang miskin,pengurus-pengurus zakat,para muallaf yang dibujuk hatinya,untuk (memerdekakan budak).orang-orang yang berutang untuk,untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan,sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah,dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Yang berhak menerima zakat ialah :(1)orang fakir :orang yang amat sengsara hidupnya,tidak mempunyai harta ,dan tenaga untuk memenuhi hidupnya ;(2) orang miskin :orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam  keadaan kekurangan ;(3)pengurus zakat :orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat ;(4)muallaf :orang kafir yang ada harapan masuk islam dan orang yang baru masuk islam yang imamnya masih lemah ;(5)  memerdekakan budak :mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir ;(6)orang berutang :orang yang berutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berutang untuk memelihara persatuan umat islam dibayar utangnya itu dengan zakat,walaupun ia mampu membayarnya ;(7)pada jalan Allah(sabilillah) :yaitu untuk keperluan pertahananIslam dan kaum muslimin di antara musafirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah,rumah sakit,dan lain-lain ;dan (8) orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.
Lebih lanjut penjabaran terkait dengan  mustahik sebagai berikut :
1.      Kelompok fakir dan miskin,yang dimaksud dengan fakir adalah mereka yang tidak berharta serta tidak memiliki usaha yang tetap dalam rangka untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Selain itu,mereka yang dikategorikan sebagai orang yang fakir juga tidak memiliki pihak-pihak yang menjamin kehidupannya selama ini. Adapun yang dimaksud miskin ialah orang-orang yang tidak mencukupi kebutuhan hidupnya,meskipun selama itu ia memiliki pekerjaan ataupun usaha yang tetap. Kebutuhan disini bukan hanya kebutuhab primer akan tetapi juga kebutuhan sekunder. Akan tetapi para ulama secara umum menegaskan bahwa mereka yang dikategorikan sebagai fakir dan miskin pada dasarnya adalah mereka yang tidak memiliki kemampuan materi,dengan ciri-ciri di bawah ini :
a.       Kemampuan materi nol atau kepemilikan aset yang nihil ;
b.      Memiliki aset properti dalam jumlah yang sangat  minim ;
c.       Memiliki aset keuangan yang kurang dari nisab ;
d.      Memiliki aset selain keuangan namun nilainya masih di bawah nisab ;dan
e.       Mereka yang tidak memanfaatkan kekayaannya karena berada jauh dari tempat tinggalnya juga dapat dikategorikan sebagai orang yang tidak mampu secara materi.
Adapun indikator ketidakmampuan dalam mencari nafkah ataupun usaha adalah sebagai berikut :
a.       Orang yang tidak memiliki usaha sama sekali ;
b.      Orang yang memiliki usaha akan tetapi usahanya tersebut tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Bahkan separuh dari kebutuhan hidupnya juga tidak dapat dipenuhi dari kegiatan usaha yang dijalankannya ;
c.       Orang yang sanggup bekerja,akan tetapi selalu kekurangan modal dan peralatan dalam menjalankan usaha ataupun pekerjaannya ;
d.      Orang yang tidak mampu bekerja dan berusaha karena mengalami kekurangan secara materi maupun fisik.
2.      Amil zakat atau pengumpul zakat,yang dimaksud dengan amil zakat adalah mereka yang diangkat oleh pihak yang berwenang yang diberkan tugas  untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan urusan zakat. Termasuk dalam hal ini adalah mengumpulkan dana zakat serta membagikannya kepada para mustahik penerima dana zakat. Pihak yang ditunjuk sebagai amil zakat diharapkan sebagai pihak yang tidak perlu diragukan lagi kejujurannya,karena dalam dana zakat yang menjadi bagian dari amil tidak boleh diambil langsung oleh para petugas amil,akan tetapi harus mendapatkan persetujuan dari atasan para petugas amil tersebut.
3.      Kelompok muallaf,banyak dikenal,yang dimaksudkan dengan kelompk muallaf adalah mereka yang baru masuk islam. Meskipun begitu,ada beberapa pengertian muallaf yang perlu diketahui.
a.       Muallaf muslim yang sudah masuk islam,akan tetapi niat dan imanya lemah. Kondisi ini akan semakin parah bila ia juga lemah secara ekonomi yang dikhawatirkan akan semakin memperlemah imanya ;
b.      Muallaf islam,dimana niat dan imanya dalam islam sudah cukup kuat dan juga orang terkemuka di kalangan kaumnya. Kaum  yang terkemuka in biasanya diharapkan akan dapat mempengaruhi pengikutnya atau kaum yang lainnya ;
c.       Muallaf yang memiliki kemampuan dalam rangka menagkal tindak kejahatan yang dilaksanakan oleh kaum kafir ;
d.      Muallaf yang memiliki kemampuan dalam mengantisipasi tindak kejahatan yang mungkin datang dari para pembangkang wajib zakat.
4.      Kelompok riqab (kelompok yang memerdekakan budak) yang dimaksud dengan raqaba atau riqab adalah kelompok budak. Kelompok budak merupakan orang-orang yang kehidupannya dikuasai secara penuh oleh majikannya. Kelompok ini berhak mendapatkan dana zakat dengan tujuan agar mereka dapat melepaskan diri dari perbudakan yang mereka alami. Dalam rangka membebaskan budak,ada beberapa cara yang dapat dilakukan :
a.       Membantu budak mukattab,yaitu budak yang telah bersepakat dengan tujuan utama bila ia dapat menghasilakan harta tertentu,maka ia bebas ;
b.      Membeli budak untuk kemudian dirinya dimerdekakan ;dan
c.       Melakukan kegaitan pendampingan agar mereka yang menjadi budak dapat dibebaskan.
5.      Kelompok gharimin (orang yang berhutang),yang dimaksudkan dengan orang yang berhutang adalah mereka yang kegiatannya terhadap umat akhirnya menyebabkan dirinya tersangkut utang piutang. Beberapa kegiatan tersebut antara lain adalah mereka yang mendamaikan perselisihan antara umat islam,melayani berbagai kegiatan umat,dan juga kegiatan lain demi kepentingan umat islam. Selain itu,juga terdapat persyaratan agar seseorang dapat dikatakan sebagai gharimin,yaitu :
a.       Orang yang memiliki kebutuhan untuk mendapatkan harta yang dapat melunasi utang-utangnya ;
b.      Berutang untuk kepentingan ibadah kepada Allah atau mengerjakan berbagai urusan yang dapat dibenarkan oleh hukum islam ;dan
c.       Ia merupakan orang yang berhutang dan sudah jatuh tempo karena bangkrut.
6.      Fisabilillah (berjuang di jalan Allah) yang dimaksud dengan fisabilillah adalah mereka yang berjuang dijalan Allah SWT. Termasuk di sini adalah pengembangan agama dan juga pengembangan negara.
7.      Kelompok ibnu sabil (orang yang dalam perjalanan) yang dimaksud dengan ibnu sabil adalah orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan dimana perjalanannya ini adalah untuk keperluan baik. Termasuk dalam kelompok ini adalah para musafir,mereka yang minta suaka selaku pengungsi,kaum tunawisma,serta anak-anak yang dibuang oleh orang tuannya.[5]  
Zakat Produktif
Zakat produktif yaitu zakat yang diberikan kepada Mustahik sebagai modal untuk menjalankan suatu kegiatan ekonomi yaitu untuk menumbuh kembangkan tingkat ekonomi dan potensi produktifitas Mustahik.[6] Dengan harapan seorang mustahik bisa menjadi muzakki apabila harta tersebut dugunakan untuk usahanya.Hal ini juga pernah dilakukan oleh Nabi, dimana beliau memberikan harta zakat untuk digunakan sahabatnya sebagai modal usaha. Seperti yang dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim yaitu ketika Rasulullah memberikan uang zakat kepada Umar bin Al-Khatab yang bertindak sebagai amil zakat seraya bersabda :
"خُذْهُ فَتَمَوَّلْهُ, أَوْ تَصَدَّقْ بِهِ, وَمَا جَاءَكَ مِنْ هَذَا اَلْمَالِ, وَأَنْتَ غَيْرُ مُشْرِفٍ وَلَا سَائِلٍ فَخُذْهُ, وَمَا لَا فَلَا تُتْبِعْهُ نَفْسَكَ".   رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Ambilah dahulu, setelah itu milikilah (berdayakanlah) dan sedekahkan kepada orang lain dan apa yang datang kepadamu dari harta semacam ini sedang engkau tidak membutukannya dan bukan engkau minta, maka ambilah. Dan mana-mana yang tidak demikian maka janganlah engkau turutkan nafsumu. HR Muslim.[7]
Pendayagunaan Zakat bagi Mustahik Zakat
Pendayagunaan zakat menurut syara’ ada delapan asnaf yang merupakan sasaran utama. Untuk mencapai tujuan zakat yaitu meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat perlu diadakan pendayagunaan zakat yang bersifat konsumtif maupun produktif dan bantuan sarana fisik keagamaan.
a. Bantuan dana secara konsumtif
Bantuan dana konsumtif kepada mustahiq untuk dikonsumsikan karena yang bersangkutan dipandang kurang mampu memenuhi kebutuhan pokok seperti lanjut usia, janda, orang cacat yang tidak punya penghasilan.
b. Bantuan dana secara produktif
Pendayagunaan  zakat produktif guna pengembangan umat melalui modal dagang, beasiswa maupun pengembangan pendidik, karena pada dasarnya cepat digunakan untuk mengentaskan kemiskinan jika dikelola menjadi sumber dana yang penggunaannya sejak dari awal sebagai pelatihan dan modal usaha. kemudian bagi mereka yang kuat bekerja dan bisa mandiri dalam menjalankan usaha dapat diberi modal perorangan atau kepada perusahaan yang dikelola secara kolektif.
c. Bantuan sarana fisik keagamaan
Memberikan dana zakat kepada 8 asnaf tanpa terkecuali, salah satu dari 8 asnaf tersebut adalah sabilillah, karena Islam membutuhkan lembaga yang terus melestarikan nilai-nilai islam seperti dakwah, sarana pendidikan dan pelayanan social lainnya.[8]
Di antara mustahiq zakat yang berhak untuk menerima zakat produktif adalah kaum fakir, miskin, Amil zakat serta para Muallaf. Namun yang lebih diutamakan dari mereka adalah golongan fakir dan miskin. Selain mereka hanya mendapatkan zakat konsumtif atau keperluan tertentu saja seperti ibnu sabil, fi sabilillah, gharimin dan hamba sahaya. Tabel di bawah ini menjelaskan tentang distribusi mustahiq yang dapat memperoleh zakat produktif :

No
Asnaf
Produktif
Non-Produktif
Keterangan
1
Fakir
V
V

2
Miskin
V
V

3
Amil
V
V

4
Muallaf
V
V

5
Riqab
-
V

6
Gharimin
-
V

7
Ibnu Sabil
-
V

8
Fi Sabilillah
-
V

Pada tabel terlihat bahwa kelompok fakir dan miskin menjadi prioritas dalam menerima zakat produktif, sehingga kepada merekalah diberdayakan zakat jenis ini. Mengenai zakat produktif  yang diberikan kepada fakir miskin maka dapat  berupa alat-alat untuk usaha, modal kerja atau pelatihan keterampilan. Yang dapat dijadikan sebagai mata pencaharian dan sumber hidupnya.[9]

Zakat untuk Usaha Produktif
Usaha produktif adalah setiap usaha yang dapat menghasilkan keuntungan ( profitable ), mempunyai market yang potensial serta mempunyai managemen yang bagus, selain itu bahwa usaha-usaha tersebut adalah milik para fakir miskin yang menjadi mustahik zakat dan bergerak di bidang yang halal. Usaha-usaha seperti inilah yang menjadi sasaran zakat produktif.
Pendayagunaan zakat harus berdampak positif bagi mustahiq, baik secara ekonomi maupun sosial. Dari sisi ekonomi, mustahiq dituntut benar-benar dapat mandiri dan hidup secara layak sedangkan dari sisi sosial, mustahiq dituntut dapat hidup sejajar dengan masyarakat yang lain. Hal ini berarti, zakat tidak hanya didistribusikan untuk hal-hal yang konsumtif saja dan hanya bersifat charity tetapi lebih untuk kepentingan yang produktif dan bersifat edukatif.[10]
Kelemahan utama orang miskin serta usaha kecil yang dikerjakannya sesungguhnya tidak semata-mata pada kurangnya permodalan, tetapi lebih pada sikap mental dan kesiapan manajemen usaha. untuk itu, zakat usaha produktif pada tahap awal harus mampu mendidik mustahiq sehingga benar-benar siap untuk berubah. Karena tidak mungkin kemiskinan itu dapat berubah kecuali dimulai dari perubahan mental si miskin itu sendir. Inilah yang disebut peran pemberdayaan.
Zakat yang dapat dihimpun dalam jangka panjang harus dapat memberdayakan mustahiq sampai pada dataran pengembangan usaha. program-program yang bersifat konsumtif ini hanya berfungsi sebagai stimulan atau rangsangan dan berjangka pendek., sedangkan program pemebrdayaan ini harus diutamakan. Makna pemberdayaan dalam arti yang luas ialah memandirikan mitra, sehingga mitra dalam hal ini mustahiq tidak selamanya tergantung kepada amil.
Pola pendistribusian zakat produktif haruslah diatur sedemikian rupa sehingga jangan sampai sasaran dari program ini tidak tercapai. Beberapa langkah berikut menjadi acuan dalam pendistribusian zakat produktif :
1.      Forecasting yaitu meramalkan, memproyeksikan dan mengadakan taksiran sebelum pemberian zakat tersebut.
2.      Planning, yaitu merumuskan dan merencanakan suatu tindakan tentang apa saja yang akan dilaksanakan untuk tercapainya program, seperti penentuan orang-orang yang akan mendapat zakat produktif, menentukan tujuan yang ingin dicapai, dan lain-lain.
3.      Organizing dan Leading, yaitu mengumpulkan berbagai element yang akan membawa kesuksesan program termasuk di dalamnya membuat peraturan yang baku yang harus di taati.
4.      Controling yaitu pengawasan terhadap jalannya program sehingga jika ada sesuatu yang tidak beres atau menyimpang dari prosedur akan segera terdeteksi.[11]
Selain langkah-langkah tersebut di atas bahwa dalam penyaluran zakat produktif haruslah diperhatikan orang-orang yang akan menerimanya, apakah dia benar-benar termasuk orang-orang yang berhak menerima zakat dari golongan fakir miskin, demikian juga mereka adalah orang-orang yang berkeinginan kuat untuk bekerja dan berusaha.
seleksi bagi para penerima zakat produktif haruslah dilakukan secara ketat, sebab banyak orang fakir miskin yang masih sehat jasmani dan rohaninya tetapi mereka malas bekerja. Mereka lebih suka menjadi gelandangan daripada menjadi buruh atau karyawan. Mereka itu tidak boleh diberi zakat, tetapi cukup diberi sedekah ala kadarnya, karena mereka telah merusak citra Islam. Karena itu para fakir miskin tersebut harus diseleksi terlebih dahulu, kemudian diberi latihan-latihan keterampilan yang sesuai dengan bakatnya, kemudian baru diberi modal kerja yang memadai.
Setelah mustahiq penerima zakat produktif ditetapkan selanjutnya adalah Amil zakat harus cermat dan selektif dalam memilih usaha yang akan dijalankan, pemahaman mengenai bagaiamana mengelola usaha sangat penting terutama bagi Amil mengingat dalam keadaan tertentu kedudukannya sebagai konsultan / pendamping usaha produktif tersebut. Di antara syarat-syarat usaha produktif dapat dibiayai oleh dana zakat adalah :
  1. Usaha tersebut harus bergerak dibidang usaha-usaha yang halal. Tidak diperbolehkan menjual belikan barang-barang haram seperti minuman keras, daging babi, darah, symbol-symbol kesyirikan dan lain-lain. Demikian juga tidak boleh menjual belikan barang-barang subhat seperti rokok, kartu remi dan lain sebagainya.
  2. Pemilik dari usaha tersebut adalah mustahiq zakat dari kalangan fakir miskin yang memerlukan modal usaha ataupun tambahan modal.
  3. Jika usaha tersebut adalah perusahaan besar maka diusahakan mengambil tenaga kerja dari golongan mustahiq zakat baik  kaum fakir ataupun miskin.
Setelah usaha yang akan dijadikan obyek zakat produktif ditentukan maka langkah berikutnya yaitu cara penyalurannya. Mengenai penyalurannya dapat dilakukan dengan model pinjaman yang “harus” dikembalikan, kata harus di sini sebenarnya bukanlah wajib, akan tetapi sebagai bukti kesungguhan mereka dalam melakukan usaha.
 Setelah proses penyaluran selesai, maka yang tidak kalah penting adalah pengawasan terhadap mustahiq yang mendapatkan zakat produktif tersebut, jangan sampai dana tersebut disalah gunakan atau tidak dijadikan sebagai modal usaha. Pengontrolan ini sangat penting mengingat program ini bisa dikatakan sukses ketika usaha mustahiq tersebut maju dan dapat mengembalikan dana zakat tersebut. Karena hal inilah yang diharapkan, yaitu mustahiq tersebut dengan usahanya akan maju dan berkembang menjadi mustahiq zakat.
Yusuf Qaradhawi menawarkan sebuah alternatif bagaimana cara menyalurkan zakat kepada fakir miskin, beliau mengatakan seperti dikutip oleh Masjfuk Zuhdi dalam sebuah artikel bahwa orang yang masih mampu bekerja atau berusaha dan dapat diharapkan bisa mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarganya secara mandiri, seperti pedagang, petani, pengrajin, tetapi mereka kekurangan modal dan alat-alat yang diperlukan, maka mereka itu wajib diberi zakat secukupnya sehingga mereka mampu mandiri seterusnya. Dan mereka bisa juga ditempatkan di berbagai lapangan kerja yang produktif yang didirikan dengan dana zakat.[12]
Model pengawasan terhadap bergulirnya dana zakat produktif dapat pula berupa pendampingan usaha, semacam konsultan yang akan mengarahkan para mustahik dalam menjalankan usahanya. Model pendampingan ini juga hendaknya tidak hanya terfokus kepada usaha yang dikelolanya, melainkan juga dapat mendampingi dan memberikan input dalam hal spiritual mustahiq. Diadakannya kelompok-kelompok pertemuan antar mustahiq penerima zakat produktif dengan pengelola zakat dapat dijadikan momen untuk memberikan tausiah keagamaan, jadi selain untuk mengentaskan kemiskinan keduniaan sekaligus mengentaskan mereka dari kemiskinan spiritual. 
III.PENUTUP
Zakat produktif yaitu zakat yang diberikan kepada Mustahik sebagai modal untuk menjalankan suatu kegiatan ekonomi yaitu untuk menumbuh kembangkan tingkat ekonomi dan potensi produktifitas Mustahik. Dengan pendayagunaan zakat produktif terhadap mustahik zakat yang memiliki keterbatasan ekonomi diharapkan mampu untuk mengatasi permasalahan ekonomi dengan meningkatkan tingkat daya beli mustahik dan mampu untuk hidup secara mandiri.
Golongan atau orang-orang yang berhak menerima zakat produktif lebih ditekankan pada mustahik yang memiliki keterbatasan ekonomi baik dari segi materi ataupun kemampuan.Di antara mustahiq zakat yang berhak untuk menerima zakat produktif adalah kaum fakir, miskin, Amil zakat serta para Muallaf.
Dalam hal pendayagunaan zakat produktif untuk mustahik ekonomi lemah disarankan untuk lebih memperhatikan para mustahik yang betul-betul membutuhkan pembinaan baik dari segi mental maupun kemampuan sehingga tujuan zakat yaitu meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarkat dapat terlaksana dengan baik.















DAFTAR PUSTAKA

Anam,Muhammad Chairul,”Analisis Strategi Pemberdayaan Zakat,Infaq dan Sedekah di KJKS BMT Fastabiq Pati Terhadap Peningkatan Kesejahteraan Ummat”,Skripsi,IAIN Walisongo,Semarang,2011.
Anonimus, Pedoman Manajemen Zakat,Jakarta:BAZISKAF  PT Telekomunikasi Indonesia,1996.
Hafidhuddin, Didin, Zakat Dalam Perekonomian Modern,Cet.II.Jakarta: Gema Insani Press,2002.
Huda ,Nurul & Heykal, Mohamad,Lembaga Keuangan Islam:Tinjauan Teoritis dan Praktis,ed.pertama,Jakarta:PRENADAMEDIA GROUP,2010.
Huda,Khusnul,”Fiqh Pengelolaan Zakat Produktif Sebagai Upaya Pengembangan  Sumber Daya Mustahik (Studi Kasus Di Badan Pelaksana Urusan Zakat Muhammadiyah (Bapelurzam) Pimpinan Cabang Muhammadiyah Weleri Kendal)”Tesis,IAIN Walisongo,Semarang,2012.
Qardhawi,Yusuf Al-,Spektrum Zakat: Dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan, Jakarta:Zikrul Hakim,2005.
Sartika,Mila”Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif terhadap Pemberdayaan Mustahiq pada LAZ Yayasan Solo Peduli Surakarta”Jurnal Ekonomi Islam,2(1),2008.
Yusuf ,Muhammad,”Studi Analisis Terhadap Pendayagunaan Zakat Untuk Usaha Produktif di LAZIZMA”,Skripsi,IAIN Walisongo,Semarang,2009.


[1] Muhammad Chairul Anam,”Analisis Strategi Pemberdayaan Zakat,Infaq dan Sedekah di KJKS BMT Fastabiq Pati Terhadap Peningkatan Kesejahteraan Ummat”,Skripsi,IAIN Walisongo Semarang,2011.
[2] Yusuf Al-Qardhawi,Spektrum Zakat:Dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan (Jakarta:Zikrul Hakim,2005).
[3] Muhammad Yusuf,”Studi Analisis Terhadap Pendayagunaan Zakat Untuk Usaha Produktif di LAZIZMA”,Skripsi,IAIN Walisongo,Semarang,2009.h.5.
[4] Ibid.h.77.
[5] Nurul huda,Mohamad Heykal,Lembaga Keuangan Islam:Tinjauan Teoritis dan Praktis,ed.pertama(Jakarta:PRENADAMEDIA GROUP,2010),h.299-303.
[6] Mila Sartika,”Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif terhadap Pemberdayaan Mustahiq pada LAZ Yayasan Solo Peduli Surakarta”Jurnal,2(1),2008,h.80.
[7] Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern,Cet.II.(Jakarta: Gema Insani Press,2002)h.133.

[8] Khusnul Huda,”Fiqh Pengelolaan Zakat Produktif Sebagai Upaya Pengembangan  Sumber Daya Mustahik (Studi Kasus Di Badan Pelaksana Urusan Zakat Muhammadiyah (Bapelurzam) Pimpinan Cabang Muhammadiyah Weleri Kendal)”Tesis,IAIN Walisongo,Semarang,2012,h.20-21.
[9] Ibid,71.
[10] Ibid,h.82.
[11] Ibid,h.88.
[12] Anonimus, Pedoman Manajemen Zakat,(Jakarta:BAZISKAF  PT Telekomunikasi Indonesia,1996)h.57.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar