Rabu, 25 Januari 2017

PRODUK PERBANKAN SYARIAH DI BIDANG PENYALURAN DANA KEPADA MASYARAKAT (LEADING)


PRODUK PERBANKAN SYARIAH DI BIDANG PENYALURAN DANA KEPADA MASYARAKAT (LEADING)
MARTAYANI
01133129



ABSTRAK
Perbankan syariah atau perbankan islam dikembangkan berdasarkan hukum islam yang bertolak dari dari larangan memungut maupun meminjam dengan tambahan bunga serta larangan berinvestasi pada usaha yang dikategorikan haram dimana hali ini tidak dijamin dalam sistem perbankan konvensional.  
Bank syariah merupakan bank yang dalam aktifitasnya, baik dalam menghimpun dana maupun menyalurkan dananya memberikan dan menngenakan imbalan atas dasar prinsip syariah. Seperti dalam penyaluran dana atau pemberian pembiayaan kepada nasabah atau masyarakat dalam hal ini bank memberikan pinjaman (kredit) kepada masyarakat yang membutuhkan. Pinjaman atau kredit yang diberikan dibagi dalam berbagai jenis  sesuai dengan keinginan nasabah.
Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produk apa saja yang terdapat pada bank syariah dalam menyalurkan dananya kepada  masyarakat. Kegiatan penaluran dana kepada masyarakat, disamping merupakan aktifitas yang dapat menghasilkan keuntungan, juga untuk memanfaatkan dana yang idle (idle fund) karena telah membayar sejumlah tertentu atas dana yang telah dihimpunnya. Pada akhir bulan atau pada saat tertentu bank akan mengeluarkan biaya atas dana yang telah dihimpun dari masyarakat yang telah menyimpan dananya di bank. Dengan demikan, bank tidak boleh membiarkan dana masyarakat tersebut mengendap, dan harus segera menyalurkannya kepada masyarakat yang membutuhkan agar memperoleh pendapatan atas dana yang disalurkannya. Penyaluran dana  masyarakat sebagian besar berupa pembiayaan. Pembiayaan yang diberikan bank kepada masyarakan menempati porsi aset yang terbesar disetiap bank.
Kata kunci: penyaluran dana pada bank syariah
LATAR BELAKANG
Penyaluran dana merupakan kegiatan utama perbankan, baik bank konvensional maupun bank syariah. Dalam bank syariah penyaluran dana ini lebih akrab disebut dengan pembiayaan sedangkan pada bank konvensional sering disebut kredit. Pembiayaan adalah salah satu tugas pokok bank yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit. [1]
Pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan.
Menurut undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, pembiayaan adalah pentediaan dana atau tagihanyang dipersamakan dengan itu yang berupa:
1.      Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.
2.      Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijara atau sewa beli dalam bentuk Ijarah Mumtahiyah Bittamlik.
3.      Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan istishna.
4.      Transaksi pinjam-meminjam dalam bentuk piutang qardh.
5.      Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa, berdasarkan persetujuan dan kesepakatan antara bank syariah dan atau Unit Usaha Syariah (UUS) dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. [2]
Adapun yang dimaksud dengan pembiayaan, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dan pembiayaan juga dapat diartikan dengan penyediaan dana atau tagihan dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan.
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Penyaluran Dana
Kegiatan bank yang kedua setelah penghimpunan dana dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan giro, tabungan dan deposito adalah penyaluran kembali dana tersebut pada masyarakat yang membutuhkannya. Kegiatan penyaluran dana ini dikenal juga dengan istilah alokasi dana.
Pengalokasian dana dapat diwujudkan dalam bentuk pinjaman atau lebih dikenal dengan kredit. Penalokasian dana dapat pula dilakukan dengan membelikan berbagai aset yang dianngap dapat menguntungkan bank.
Arti lain dari alokasi dana adalah menjual kembali dana yang diperoeh dari penghimpunan dana dalam bentuk simpanan. Penjualan dana ini tidak lain agar perbankan dapat memperoleh keuntungan seoptimal mungkin. Dalam mengalokasikan dananya pihak perbankan harus dapat memilih dari berbagai alternatif yang ada. [3]
Menyalurkan dana (leading) ke masyarakat, dalam hal ini bank memberikan pinjaman (kredit) kepada masyarakat yang membutuhkan. Pinjaman atau kredit yang diberikan dibagi dalam berbagai jenis  sesuai dengan keinginan nasabah. Sebelum kredit diberikan bank terlebih dahulu menilai apakah kredit tersebut layak diberikan atau tidak. Penilaian ini dilakukan agar bank terhindar dari kerugian akibat tidak dapat dikembalikannya pinjaman yang disalurkan bank dengan berbagai sebab.[4]
Dana yang telah dihimpun dari masyarakat yang telah menyimpan dananya di bank. Bank tidak boleh membiarkan dana masyarakat tersebut mengendap, dan harus segera menyalurkannya kepada masyarakat yang membutuhkan agar memperoleh pendapatan atas dana yang disalurkannya. Penyaluran dana  masyarakat sebagian besar berupa pembiayaan. Pembiayaan yang diberikan bank kepada masyarakan menempati porsi aset yang terbesar disetiap bank. [5]
B.     Produk penyaluran dana (financing) bank syariah
Pembiayaan atau financing aialah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga.
Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dan/atau Unit Usaha Syariah (UUS) dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujroh, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
Adapun secara garis besar pembiayaan secara garis besar dapat dibagi dua jenis yaitu:
1.      Pembiayaan konsumtif
Yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk pembiayaan yang bersifat konsumtif, seperti pembiayaan untuk pembelian rumah, kendaraan bermotor, pembiayaan pendidikan dan apapun yang sifatnya konsumtif.
2.      Pembiayaan produktif
Yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk pembiayaan sektor produktif, seperti pembiayaan modal kerja, pembiayaan pembelian barang modal dan lainnya yang mempunyai tujuan untuk pemberdayaan sektor riil. [6]
Dalam penyaluran dananya pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi kedalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu:
1.      Pembiayaan dengan prinsip jual-beli
2.      Pembiayaan dengan prinsip sewa
3.      Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
4.      Pembiayaan dengan akad pelengkap
Pembiayaan dengan prinsip jual beli ditujukan untuk memiliki barang, sedangkan yang menggunakan prinsip sewa ditujukan untuk mendapatkan jasa. Prinsip bagi hasil digunakan untuk usaha kerja sama yang ditujukan guna mendapatkan barang dan jasa sekaligus.
Pada kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang dijual. Produk yang termasuk dalam kelompok ini adalah produk yang menggunakan prinsip jual-beli seperti murabahah, salam dan istishna serta produk yang menggunakan prinsip sewa, yaitu ijarah dan IMB
Sedangkan pada kategori ketiga, tingkat keuntungan bank ditentukan dari besarnya keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi hasil. Pada produk bagi hasil keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil yang disepakati dimuka. Produk perbankan yang termasuk dalam produk ini adalah musyarakah dan mudharabah. Sedangkan pembiayaan dengan akad pelengkap ditujukan untuk memperlancar pembiayaan dengan menggunakan tiga prinsip di atas. Akan dibahas masing-masing produk ini dengan lebih rinci pada uraian berikut:
1.      Prinsip Jual-Beli (Ba’i)
Prinsip jual-beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (trasfer of propety). Tingkat keuntungan bank ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual.
Transaksi jual beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barangya, yakni sebagai berikut:
a.       Pembiayaan Murabahah
Murabahah (al-bai’ bi tsaman ajil) lebih dikenal dengan murabahah saja. Murabahah, yang berasal dari kata ribhu (keuntungan), adalah transaksi jual beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan (margin).
Kedua belah pihak harus menyepakati  harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan, murabahab selalu dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bi tsaman ajil, atau muajjal). Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad, sementara pembayaran dilakukan secara tangguh/cicilan.
Rukun akad murabahah yang harus dipenuhi dalam transaksi, yaitu sebagai berikut :
1.      Pelaku akad, yaitu bai’ (penjual) adalah pihak yang memiliki barang untuk dijual, dan musytari (pembeli) adalah pihak yang memerlukan dan akan membeli barang.
2.      Objek akad, yaitu mabi’ (barang dagangan) dan tsama (harga)
3.      Shighah, yaitu ijab dan qabul
Bai’al-murabahah memberi banyak manfaat kepada bank syariah. Salah satunya adalah keuntungan yang muncul dari selisih dari harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selai itu sistem ini juga sangat sederhana, sehingga memudahkan penanganan administrasinya di bank syariah. [7]
Bank syariah dapat memberikan pembiayaan murabahah untuk pembelian barang (aset) yang telah tersedia, misalnya pembiayaan untuk pebelian rumah oleh nasabah. Berikut ini ilustrasi pembiayaan yang dibelikan oleh bank syariah dalam bentuk pembiayaan murabahah untuk keperluan pemilikan rumah.
Misalnya, anisa membeli rumah dengan harga Rp 300.000.000,- akan tetapi dana yang dimiliki terbatas. Maka, anisa mengajukan pembiayaan murabahah kepada bank syariah sebesar Rp 210.000.000,- dengan jangka waktu 5 tahun. Atas pembiayaan ini, anisa membayar uang muka sebesar Rp 90.000.000,-. Margin keuntungan Rp 63.000.000,- selama jangka waktu 5 tahun.
Maka dapat dihitung seabagai berikut:
1)      Harga beli bank           Rp 300.000.000
2)      Margin keuntungan     Rp   63.000.000
3)      Harga jual bank           Rp 363.000.000
4)      Urbun (uang muka)     Rp   90.000.000
5)      Piutang nasabah          Rp 273.000.000
Dari perhitungan tersebut maka anisa akan melakukan pembayaran angsuran setiap bulan sebesar Rp 4.550.000,- (Rp 273.000.000,- dibagi 60 kali angsuran). Maka dapat dihitung bahwa margin keuntungan setiap bulan adalah sebesar Rp 1.050.000,-(Rp 63.000.000),-/60 bulan). [8]
b.      Pembiayaan salam
Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjual belikan belum ada. Oleh karena itu, barang diserahkan secara tangguh sementara pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual.
Dalam praktik perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekanan nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secara cicilan. Harga jual yang ditetapkan oleh benk adalah harga beli bank dari nasabah ditambah keuntungan.
Umumnya transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada seperti pembelian komoditi pertanian oleh bank untuk kemudian dijual kembali secara tunai atau secara cicil.
c.       Pembiayaan istishna’
Produk isntishna’ menyerupai produk salam, tapi dalam istishna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istishna’ dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
Ketentuan umum pembiayaan istishna’ adalah spesifikasi barang pesanan harus jelas, maca ukuran, mutu dan jumlahnya. Harga jual yang telah disepakati dicantumkan dalam akad istishna’ dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad. Jika terjadi perubahan dari kriteria pesanan dan terjadi perubahan harga setelah akad ditandatangani, seluruh biaya tambahan tetap ditanggung nasabah.
Kontrak istishna menciptaka kewajiban moral bagi perusahaan untuk memproduksi barang pesanan pembeli. Sebelum perusahaan memulai memproduksinya, setiap pihak dapat membatalkan kontrak dengan memberitahukan sebelumnya kepada pihak yang lain. Sekalipun demikian, apabila perusahaan sudah memulai produksinya, kontrak istishna tidak dapat diputuskan secara sepihak.
2.      Prinsip sewa (ijarah)
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja prinsip jual beli, tetapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, pada ijarah objek transaksinya adalah jasa.
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diiukuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang tersebut. Dalam ilmu keuangan konvensional, ijarah tanpa akad pemindahan kepemilikan dikenal sebagai operational lease. Bentuk pembiayaan ini merupakan salah satu teknik pembiayaan ketika kebutuhan pembiayaan investor untuk membeli aset terpenuhi, dan investor hanya membayar  sewa pemakaian tanpa harus mengeluarkan modal yang cukup besar untuk membali aset tersebut. [9]
3.      Prinsip bagi hasil (syirkah)
Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil digunakan untuk usaha kerja sama yang ditujukan mendapatkan barang dan jasa sekaligus, yang tingkat keuntungan bank ditentukan dari besarnya keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi hasil. Pada produk bagi hasil, keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil, yang disepakati dimuka. Produk perbankan yang termasuk dalam kelompok bagi hasil dan digunakan dalam transaksi syariah adalah sebagai berikut:
a.       Pembiayaan musyarakah
Secara umum musyarakah dapat diartikan sebagai perikatan kerja sama antar dua pihak (baik individu maupun kelompok) atau lebih pada aktivitas bisnis tertentu, yang masing-masing pihak saling menginvestasikan dananya pada aktivitas bisnis tersebut dengan pembagian keuntungan dan kerugian sesuai dengan kesepakatan pada awal perikatan.
Aplikasi musyarakah dalam perbankan biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek ketika nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati bersama.
Ketentuan umum pembiayaan musyarakah adalah sebagai berikut:
1)      Semua modal disatukan untuk dijadiakn modal proyek musyarakah dan dikelolah bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.
2)      Baiaya yang timbul pada saat pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui bersama.
3)      Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad.
b.      Pembiayan mudharabah
Mudharabah adalah suatu bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih dimana pemilik modal (shahib al-maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelolah (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Manfaat akad mudharabah adalaha sebagai berikut:
1)      Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
2)      Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan.
3)      Pengembalian pokok pembiayaan disesuakan dengan arus kas nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.
4)      Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang kongkrit dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan. 
c.       Muzara’ah
Al-Muzara’ah ialah kerjasama pengelolah pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap, yaitu pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (presentase) dari hasil panen.
d.      Musyaqah
Al-musyaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah, yaitu penggarap hanya bertanggu jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan, ia berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.
4.      Akad pelengkap
Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, tapi ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Yang termasuk dalam akad pelengkap sebagai berikut:
a.       Hiwalah (Alih Utang-Piutang)
Tujuan fasilitas hiwalah adalah untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapatkan ganti-biaya atas jasa pemindahan piutang.  
Kontrak hiwalah dalam perbankan biasanya diterapkan pada hal-hal berikut:
1)      Factoring atau anjak piutang, yaitu para nasabah yang memiliki piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang tersebut ke bank, lalu bank membayar piutang tersebut dan bank menagihnya dari pihak ketiga.
2)      Post dated check, yaitu bank bertindak sebagai juruh tagih tanpa membayarkan dulu piutang tersebut.
b.      Rahn (gadai)
Rahn adalah menahan salah satu harta milik peminjam sebagai salah satu jaminan yang telah diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis dan nilaijual sekurang kurangnya setara dengan pinjaman yang diterima oleh si peminjam. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.
Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria:
1)      Milik nasabah sendiri.
2)      Jelas ukuran, sifat, dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar.
3)      Dapat dikuasai namun tidak boleh dimnfaatkan oleh bank.
c.       Qardh
Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali. Dengan kara lain peminjaman tanpa mengharapkan imbalan.  Aplikasi qard dalam perbankan biasanya dalam empat hal, yaitu:
1)      Sebagai pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Nasabah akan melunasinya sebelum keberangkatannya ke haji.
2)      Sebagai pinjaman tunai (cash advanced) dari produk kartu kredit syariah, dinama nasabah diberi keleluasaan untuk menarik uamg tunai milik bank melalui ATM.
3)      Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, dimana menurut  perhitungan bank akan  memberatkan si pengusaha bila diberikan pembiaayn dengan skema jual beli, ijarah, atau bagi hasil.
4)      Sebagai pinjaman kepada pengurus bank, dimana bank menyediakan fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pengurus bank.
d.      Wakalah (Perwakilan)
Wakalah atau wikalah berarti penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat. Dalam bahasa arab, wakalah dapat dipahami sebagai at-tafwid. Akan tetapi, yang dimaksud sebagai al-wakalah karena manusia membutuhkannya. Tidak setiap orang mempunyai kemampuan atau kesempatan untuk menyelesaikan segala urusannya sendiri.
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, ingkaso, dan trasnfer uang.
Dalam kegiatan operasional suatu bank, maka prinsip ini dipakai bank untuk menerima titipan uang atau surat berharga dan bank mendapat kuasa dari dari yang menitipkan untuk mengelolah uang atau surat berharga tersebut. [10]
e.       Kafalah (garansi bank)
Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mensyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebaga rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadiah. Untuk jasa-jasa ini, bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan. [11]
C.    Landasan Hukum Dari Beberapa Produk Penyaluran Dana Bank Syariah
1.      Landasan Hukum Penerapan Akad Jual Beli Dalam Praktik Jual Beli Perbankan Syariah
a)      Landasan hukum pembiayaan murabahah
Pembiayaan murabahah mendapatkan pengaturan dalam pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan. Pengaturan secara khusus terdapat dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2009 tentang perbankan syariah, yakni pasa 19 ayat (1) yang intinya menyatakan bahwa kegiatan usaha bank umum syariah antara lain: menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad salam, akad istishna’, atau akad lainnya yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Disamping itu pembiayaan murabahah juga telah diatur dalam Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 pada tanggal 1 april 2000 yang intinya menyatakan bahwa dalam rangka membantu masyarakat guna melangsukan dan meningkatkan kesejahteraan dan berbagai kegiatan, bank syariah perlu memiliki fasilitas murabahah bagi yang memerlukannya, yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.
b)      Landasan hukum pembiayaan salam
Salam sebagai salah satu produk perbankan yang didasarkan pada akad jual beli telah mendapatkan pengaturan secara implisit dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, yakni pada ketentuan umum tentang prinsip syariah. Salam ini diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah, antara lain yakni pada Pasal 19 ayat (1) sebagai mana tersebut diatas.
c)      Landasan hukum pembiayaan istishna
Istishna sebagai salah satu produk perbankan yang didasrkan pada akad jual beli telah mendapatkan pengaturan secara implisit dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas  Undang-Undang No 7 tahun 1992 tentang perbankan, yakni dalam ketentuan umum mengenai prinsip syariah. Istishna diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah, antara lain yakni pada pasal 19 ayat (1) sebagaiman tersebut diatas.
Sebelum mengenai istishna ini diatur dalam fatwa DSN No.06/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beli istishna.  
2.      Landasa hukum akad sewa menyewa (ijarah) dalam praktik perbankan syaraiah
Dasar hukum perjanjian sewa menyewa dalap kita jumpai dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 233 yang artinya sebagai berikut:
dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang kamu perbuat”.
Dasar hukum secara khusus telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah, antara lain yakni pasal 1 angka (25) yang intinya menyebutkan bahwa pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik.
Pembiayaan berdasarkan akad ijarah dan akad muntahiya bittamlik sebagai salah satu produk penyaluran dana juga mendapatkan dasar hukum dalam PBI NO. 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyeluran Dana Serta Pelaksanaan Jasa Bank Syariah, sebagaimana yang yamg telah diubah dengan PBI NO. 10/16/PBI/2008. Pasal 3 PBI dimaksud menyebutkan antara lain pemenuhan prinsip syariah sebagainama yang dimaksud, dilakukan melalui penyaluran dana berupa pembiayaan dengan mempergunakan antara lain akad mudharabah, musyarakah, murabahah, salam, istishna’, ijarah, ijarah muntahiyah bittamlik, qardh.
Disamping itu produk bank syariah berupa ijarah ini juga telah diatur dalam fatwa DSN NO. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan ijarah tertanggal 13 april 2000 yang menyatakan bahwa kebutuhan masyarakat untuk memperoleh manfaat suatu barang sering memerlukan pihak lain melalui akad ajarah, yaitu akad pemindahan hak guna/manfaat atas suatu barang atau jasa tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
3.      Landasan hukum akad bagi hasil dalam praktik perbankan syariah
a)      Pembiayaan mudharabah
Pembiayan berdasarkan akad mudharabah juga telah diataur dalam fatwa DSN NO. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan mudharabah (qardh). Latar belakang keluarnya fatwa dimaksud adalah dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan dana lembaga keuangan syariah (LKS), pihak LKS dapat menyalurkan dananya kepada pihak lain dengan cara mudharabah, yaitu akad kerja sama suatu usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal, LKS) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (amil, mudharib,nasabah) bertindak selaku pengelolah, dan keuntungan usaha dibagi diantara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.
b)      Pembiayaan musyarakah
Musyarakah juga telah diatur dalam ketentuan fatwa DSN NO. 08/DNS-MUI/IV/2000 tertanggal 13 april 2000. Inti dari fatwa DSN tersebut menyebutkan bahwa kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dan usaha terkadang memerlukan dan dari pihak lain, antara lain memerlukan pembiayaan berdasarkan akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. 

4.      Landasan hukum akad pelengkap pada perbankan syariah 
a)      Hiwalah
Hiwalah sebagai slah satu produk perbankan syariah dibidang jasa telah mendapatkan dasar hukum dalan Undang-Undang No. 7 tahun1998 tentang perbankan. Produk jasa perbankan syariah berdasarkan akad hiwalah secara teknis mendasarkan pada PBI NO. 9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah  dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah, sebagaimana yang telah diubah dengan PBI NO. 10/16/PBI/2008. Pasal 3 PBI dimaksud menyebutkan pemenuhan prinsip syariah sebagaimana dimaksud, antara lain dilakukan melalui kegiatan pelayanan jasa dengan memepergunakan antara lain akad kafalah, hawalah dan syarf.
b)      Kafalah
 Produk jasa perbankan syariah berdasarkan akad kafalah secara teknis mendasarkan pada PBI NO. 9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah  dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah, sebagaimana yang telah diubah dengan PBI NO. 10/16/PBI/2008. Pasal 3 PBI dimaksud menyebutkan pemenuhan prinsip syariah sebagaimana dimaksud, antara lain dilakukan melalui kegiatan pelayanan jasa dengan memepergunakan antara lain akad kafalah, hawalah dan syarf.
c)      Wakalah
Dalam pasal 19 Undang-Undang perbankan syariah disebutkan bahwa kegiatan usaha bank umum syariah antara lain melakukan fungsi sebagai wali amanat berdasarkan akad wakalah.
d)     Gadai (rahn)
Dalam pasal 19 ayat (1) huruf q Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah disebutkan bahwa kegiatan bank umum syariah antara lain melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan dibidang perbankan dan dibidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan inilah yang menurut hemat penulis menjadi dasar hukum bagi bank syariah untuk memberikan produk berdasarkah akad rahn.
e)      Qardh
Di tahun 2008 secara khusus telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, antara lain yakni pasal 1 angka 25 yang menyebutkan bahwa pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil dalam bentuk piutang qardh.[12]

 


KESIMPULAN DAN SARAN
A.    KESIMPULAN  
Bank syariah merupakan bank yang dalam aktifitasnya, baik dalam menghimpun dana maupun menyalurkan dananya memberikan dan menngenakan imbalan atas dasar prinsip syariah. Dalam penyaluran dananya pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi kedalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu:
a.       Pembiayaan dengan prinsip jual-beli, yang terdiri dari: 
1)      Murabahah
2)      Salam
3)      Istishna’
b.      Pembiayaan dengan prinsip sewa (ijarah)
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diiukuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang tersebut.
c.       Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, terdiri dari:
1)      Musyarakah
2)      Mudharabah
3)      Muzara’ah
4)      Musyaqah
d.      Pembiayaan dengan akad pelengkap, terdiri dari:
1)      Hiwalah
2)      Rahn
3)      Qardh
4)      Wakalah
B.     SARAN
Berkaitan dengan penyaluran dana pada bank syariah. Sebelum menyalurkan dana kepada masyarakat, dalam hal ini bank memberikan pinjaman (kredit) kepada masyarakat yang membutuhkan. Pinjaman atau kredit yang diberikan dibagi dalam berbagai jenis  sesuai dengan keinginan nasabah. Sebelum kredit diberikan bank terlebih dahulu harus menilai apakah kredit tersebut layak diberikan atau tidak. Penilaian ini dilakukan supaya  bank bisa terhindar dari kerugian akibat tidak dapat dikembalikannya pinjaman yang disalurkan bank atau terjadi kredit macet dengan berbagai sebab.





DAFTAR PUSTAKA
Siswati, Analisis Penyaluran Dana Bank Syariah  Vol.4,No. 1,2013  diakses pada tanggal 22 Januari 2017
Al Arif M. Nur Rianto, Lembaga Keuangan Syariah;( Bandung: CV Pustaka Setia,2012)
Kasmir ,Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Ed. Revisi (cet.16;Jakarta:Raja Wali Pers,2015)
Kasmir, Pemasaran Bank (cet. 4; Jakarta:Kencana, 2010)
Islamil, Manajeemen Perbankan (Jakarta: Kencana PrenadaMedia Group)
M.Nur Rianto Al Arif, Dasar-Dasar Pemasaran Bank Syariah  (cet.2; Bandung: Alfabeta, 2012)
 Ismail, Perbankan Syariah (cet.2; Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013)
A. Karim Adiwarman, Bank Islam (Analisis Fiqh Dan Keuangan), Ed.5 (cet.10;Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,2014)
Anshari Abdul Ghofur, Perbankan Syariah Di Indonesia (cet. 2; yogyakarta: Gajah Mada University Press)
Martono, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (cet. 4; Yogyakarta: Ekonisia, 2010)


[1] Siswati, Analisis Penyaluran Dana Bank Syariah  Vol.4,No. 1,2013  diakses pada tanggal 22 Januari 2017
[2] M. Nur Rianto Al Arif, Lembaga Keuangan Syariah;( Bandung: CV Pustaka Setia,2012), h.146
[3]  Kasmir ,Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Ed. Revisi (cet.16;Jakarta:Raja Wali Pers,2015), h.84
[4] Kasmir, Pemasaran Bank (cet. 4; Jakarta:Kencana, 2010), h.9
[5] Islamil,Manajeemen Perbankan (Jakarta: Kencana PrenadaMedia Group) h.5
[6] M.Nur Rianto Al Arif, Dasar-Dasar Pemasaran Bank Syariah  (cet.2; Bandung: Alfabeta, 2012) h. 42
[7] Ibid,hlm.151
[8] Ismail, Perbankan Syariah (cet.2; Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), h.144
[9] Ibid, hlm. 161
[10] Martono, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (cet. 4; Yogyakarta: Ekonisia, 2010) h. 104
[11] Adiwarman A. Karim, Bank Islam (Analisis Fiqh Dan Keuangan), Ed.5 (cet.10;Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,2014), h.97-107
[12] Abdul Ghofur Anshari, Perbankan Syariah Di Indonesia (cet. 2; yogyakarta: Gajah Mada University Press), h.148

1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus