PRODUK PERBANKAN SYARIAH DI BIDANG PENYALURAN
DANA KEPADA MASYARAKAT (LEADING)
MARTAYANI
01133129
ABSTRAK
Perbankan
syariah atau perbankan islam dikembangkan berdasarkan hukum islam yang bertolak
dari dari larangan memungut maupun meminjam dengan tambahan bunga serta
larangan berinvestasi pada usaha yang dikategorikan haram dimana hali ini tidak
dijamin dalam sistem perbankan konvensional.
Bank
syariah merupakan bank yang dalam aktifitasnya, baik dalam menghimpun dana
maupun menyalurkan dananya memberikan dan menngenakan imbalan atas dasar
prinsip syariah. Seperti dalam penyaluran dana atau pemberian pembiayaan kepada
nasabah atau masyarakat dalam hal ini bank memberikan pinjaman (kredit) kepada
masyarakat yang membutuhkan. Pinjaman atau kredit yang diberikan dibagi dalam
berbagai jenis sesuai dengan keinginan
nasabah.
Pada
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produk apa saja yang terdapat pada
bank syariah dalam menyalurkan dananya kepada
masyarakat. Kegiatan penaluran dana kepada masyarakat, disamping
merupakan aktifitas yang dapat menghasilkan keuntungan, juga untuk memanfaatkan
dana yang idle (idle fund) karena telah membayar sejumlah tertentu atas dana yang
telah dihimpunnya. Pada akhir bulan atau pada saat tertentu bank akan mengeluarkan
biaya atas dana yang telah dihimpun dari masyarakat yang telah menyimpan
dananya di bank. Dengan demikan, bank tidak boleh membiarkan dana masyarakat
tersebut mengendap, dan harus segera menyalurkannya kepada masyarakat yang
membutuhkan agar memperoleh pendapatan atas dana yang disalurkannya. Penyaluran
dana masyarakat sebagian besar berupa
pembiayaan. Pembiayaan yang diberikan bank kepada masyarakan menempati porsi
aset yang terbesar disetiap bank.
Kata kunci: penyaluran
dana pada bank syariah
LATAR
BELAKANG
Penyaluran dana
merupakan kegiatan utama perbankan, baik bank konvensional maupun bank syariah.
Dalam bank syariah penyaluran dana ini lebih akrab disebut dengan pembiayaan
sedangkan pada bank konvensional sering disebut kredit. Pembiayaan adalah salah
satu tugas pokok bank yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi
kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit. [1]
Pembiayaan
atau financing adalah pendanaan yang
diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah
direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain,
pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang
telah direncanakan.
Menurut
undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, pembiayaan adalah
pentediaan dana atau tagihanyang dipersamakan dengan itu yang berupa:
1. Transaksi
bagi hasil dalam bentuk mudharabah
dan musyarakah.
2. Transaksi
sewa menyewa dalam bentuk ijara atau sewa beli dalam bentuk Ijarah Mumtahiyah Bittamlik.
3. Transaksi
jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan istishna.
4. Transaksi
pinjam-meminjam dalam bentuk piutang qardh.
5. Transaksi
sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa, berdasarkan
persetujuan dan kesepakatan antara bank syariah dan atau Unit Usaha Syariah
(UUS) dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan atau diberi
fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. [2]
Adapun
yang dimaksud dengan pembiayaan, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu
pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik
dilakukan sendiri maupun lembaga. Dan pembiayaan juga dapat diartikan dengan
penyediaan dana atau tagihan dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang
dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Penyaluran Dana
Kegiatan
bank yang kedua setelah penghimpunan dana dari masyarakat luas dalam bentuk
simpanan giro, tabungan dan deposito adalah penyaluran kembali dana tersebut
pada masyarakat yang membutuhkannya. Kegiatan penyaluran dana ini dikenal juga
dengan istilah alokasi dana.
Pengalokasian
dana dapat diwujudkan dalam bentuk pinjaman atau lebih dikenal dengan kredit.
Penalokasian dana dapat pula dilakukan dengan membelikan berbagai aset yang
dianngap dapat menguntungkan bank.
Arti
lain dari alokasi dana adalah menjual kembali dana yang diperoeh dari
penghimpunan dana dalam bentuk simpanan. Penjualan dana ini tidak lain agar
perbankan dapat memperoleh keuntungan seoptimal mungkin. Dalam mengalokasikan
dananya pihak perbankan harus dapat memilih dari berbagai alternatif yang ada. [3]
Menyalurkan
dana (leading) ke masyarakat, dalam hal ini bank memberikan pinjaman (kredit)
kepada masyarakat yang membutuhkan. Pinjaman atau kredit yang diberikan dibagi
dalam berbagai jenis sesuai dengan
keinginan nasabah. Sebelum kredit diberikan bank terlebih dahulu menilai apakah
kredit tersebut layak diberikan atau tidak. Penilaian ini dilakukan agar bank
terhindar dari kerugian akibat tidak dapat dikembalikannya pinjaman yang
disalurkan bank dengan berbagai sebab.[4]
Dana
yang telah dihimpun dari masyarakat yang telah menyimpan dananya di bank. Bank
tidak boleh membiarkan dana masyarakat tersebut mengendap, dan harus segera
menyalurkannya kepada masyarakat yang membutuhkan agar memperoleh pendapatan
atas dana yang disalurkannya. Penyaluran dana
masyarakat sebagian besar berupa pembiayaan. Pembiayaan yang diberikan
bank kepada masyarakan menempati porsi aset yang terbesar disetiap bank. [5]
B.
Produk
penyaluran dana (financing) bank syariah
Pembiayaan
atau financing aialah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak
lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri
maupun lembaga.
Berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dan/atau Unit Usaha Syariah
(UUS) dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi
fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan ujroh, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
Adapun
secara garis besar pembiayaan secara garis besar dapat dibagi dua jenis yaitu:
1. Pembiayaan
konsumtif
Yaitu
pembiayaan yang ditujukan untuk pembiayaan yang bersifat konsumtif, seperti
pembiayaan untuk pembelian rumah, kendaraan bermotor, pembiayaan pendidikan dan
apapun yang sifatnya konsumtif.
2. Pembiayaan
produktif
Yaitu
pembiayaan yang ditujukan untuk pembiayaan sektor produktif, seperti pembiayaan
modal kerja, pembiayaan pembelian barang modal dan lainnya yang mempunyai
tujuan untuk pemberdayaan sektor riil. [6]
Dalam
penyaluran dananya pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah
terbagi kedalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya,
yaitu:
1. Pembiayaan
dengan prinsip jual-beli
2. Pembiayaan
dengan prinsip sewa
3. Pembiayaan
dengan prinsip bagi hasil
4. Pembiayaan
dengan akad pelengkap
Pembiayaan
dengan prinsip jual beli ditujukan untuk memiliki barang, sedangkan yang
menggunakan prinsip sewa ditujukan untuk mendapatkan jasa. Prinsip bagi hasil
digunakan untuk usaha kerja sama yang ditujukan guna mendapatkan barang dan
jasa sekaligus.
Pada
kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan didepan dan
menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang dijual. Produk yang termasuk
dalam kelompok ini adalah produk yang menggunakan prinsip jual-beli seperti
murabahah, salam dan istishna serta produk yang menggunakan prinsip sewa, yaitu
ijarah dan IMB
Sedangkan
pada kategori ketiga, tingkat keuntungan bank ditentukan dari besarnya
keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi hasil. Pada produk bagi hasil
keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil yang disepakati dimuka. Produk
perbankan yang termasuk dalam produk ini adalah musyarakah dan mudharabah. Sedangkan
pembiayaan dengan akad pelengkap ditujukan untuk memperlancar pembiayaan dengan
menggunakan tiga prinsip di atas. Akan dibahas masing-masing produk ini dengan
lebih rinci pada uraian berikut:
1.
Prinsip
Jual-Beli (Ba’i)
Prinsip
jual-beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang
atau benda (trasfer of propety).
Tingkat keuntungan bank ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang
yang dijual.
Transaksi
jual beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan
barangya, yakni sebagai berikut:
a. Pembiayaan
Murabahah
Murabahah
(al-bai’ bi tsaman ajil) lebih
dikenal dengan murabahah saja. Murabahah, yang berasal dari kata ribhu (keuntungan), adalah transaksi
jual beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai
penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank
dari pemasok ditambah keuntungan (margin).
Kedua
belah pihak harus menyepakati harga jual
dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan
jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam
perbankan, murabahab selalu dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bi tsaman ajil, atau muajjal). Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah
akad, sementara pembayaran dilakukan secara tangguh/cicilan.
Rukun
akad murabahah yang harus dipenuhi
dalam transaksi, yaitu sebagai berikut :
1. Pelaku
akad, yaitu bai’ (penjual) adalah pihak yang memiliki barang untuk dijual, dan
musytari (pembeli) adalah pihak yang memerlukan dan akan membeli barang.
2. Objek
akad, yaitu mabi’ (barang dagangan) dan tsama (harga)
3. Shighah,
yaitu ijab dan qabul
Bai’al-murabahah
memberi banyak manfaat kepada bank syariah. Salah satunya adalah keuntungan
yang muncul dari selisih dari harga beli dari penjual dengan harga jual kepada
nasabah. Selai itu sistem ini juga sangat sederhana, sehingga memudahkan
penanganan administrasinya di bank syariah. [7]
Bank
syariah dapat memberikan pembiayaan murabahah untuk pembelian barang (aset)
yang telah tersedia, misalnya pembiayaan untuk pebelian rumah oleh nasabah.
Berikut ini ilustrasi pembiayaan yang dibelikan oleh bank syariah dalam bentuk
pembiayaan murabahah untuk keperluan pemilikan rumah.
Misalnya,
anisa membeli rumah dengan harga Rp 300.000.000,- akan tetapi dana yang
dimiliki terbatas. Maka, anisa mengajukan pembiayaan murabahah kepada bank
syariah sebesar Rp 210.000.000,- dengan jangka waktu 5 tahun. Atas pembiayaan
ini, anisa membayar uang muka sebesar Rp 90.000.000,-. Margin keuntungan Rp
63.000.000,- selama jangka waktu 5 tahun.
Maka
dapat dihitung seabagai berikut:
1) Harga
beli bank Rp 300.000.000
2) Margin
keuntungan Rp 63.000.000
3) Harga
jual bank Rp 363.000.000
4) Urbun
(uang muka) Rp 90.000.000
5) Piutang
nasabah Rp 273.000.000
Dari
perhitungan tersebut maka anisa akan melakukan pembayaran angsuran setiap bulan
sebesar Rp 4.550.000,- (Rp 273.000.000,- dibagi 60 kali angsuran). Maka dapat
dihitung bahwa margin keuntungan setiap bulan adalah sebesar Rp 1.050.000,-(Rp
63.000.000),-/60 bulan). [8]
b. Pembiayaan
salam
Salam
adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjual belikan belum ada. Oleh
karena itu, barang diserahkan secara tangguh sementara pembayaran dilakukan
tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual.
Dalam
praktik perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan
menjualnya kepada rekanan nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai
atau secara cicilan. Harga jual yang ditetapkan oleh benk adalah harga beli
bank dari nasabah ditambah keuntungan.
Umumnya
transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada seperti
pembelian komoditi pertanian oleh bank untuk kemudian dijual kembali secara
tunai atau secara cicil.
c. Pembiayaan
istishna’
Produk
isntishna’ menyerupai produk salam,
tapi dalam istishna pembayarannya
dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istishna’ dalam bank syariah umumnya
diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
Ketentuan
umum pembiayaan istishna’ adalah
spesifikasi barang pesanan harus jelas, maca ukuran, mutu dan jumlahnya. Harga
jual yang telah disepakati dicantumkan dalam akad istishna’ dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad. Jika
terjadi perubahan dari kriteria pesanan dan terjadi perubahan harga setelah
akad ditandatangani, seluruh biaya tambahan tetap ditanggung nasabah.
Kontrak
istishna menciptaka kewajiban moral bagi perusahaan untuk memproduksi barang
pesanan pembeli. Sebelum perusahaan memulai memproduksinya, setiap pihak dapat
membatalkan kontrak dengan memberitahukan sebelumnya kepada pihak yang lain.
Sekalipun demikian, apabila perusahaan sudah memulai produksinya, kontrak
istishna tidak dapat diputuskan secara sepihak.
2.
Prinsip
sewa (ijarah)
Transaksi
ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah
sama saja prinsip jual beli, tetapi perbedaannya terletak pada objek
transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, pada ijarah
objek transaksinya adalah jasa.
Ijarah
adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah
sewa, tanpa diiukuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang tersebut. Dalam
ilmu keuangan konvensional, ijarah tanpa akad pemindahan kepemilikan dikenal sebagai
operational lease. Bentuk pembiayaan ini merupakan salah satu teknik pembiayaan
ketika kebutuhan pembiayaan investor untuk membeli aset terpenuhi, dan investor
hanya membayar sewa pemakaian tanpa
harus mengeluarkan modal yang cukup besar untuk membali aset tersebut. [9]
3.
Prinsip
bagi hasil (syirkah)
Pembiayaan
dengan prinsip bagi hasil digunakan untuk usaha kerja sama yang ditujukan
mendapatkan barang dan jasa sekaligus, yang tingkat keuntungan bank ditentukan
dari besarnya keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi hasil. Pada produk
bagi hasil, keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil, yang disepakati
dimuka. Produk perbankan yang termasuk dalam kelompok bagi hasil dan digunakan
dalam transaksi syariah adalah sebagai berikut:
a. Pembiayaan
musyarakah
Secara
umum musyarakah dapat diartikan sebagai perikatan kerja sama antar dua pihak
(baik individu maupun kelompok) atau lebih pada aktivitas bisnis tertentu, yang
masing-masing pihak saling menginvestasikan dananya pada aktivitas bisnis
tersebut dengan pembagian keuntungan dan kerugian sesuai dengan kesepakatan
pada awal perikatan.
Aplikasi
musyarakah dalam perbankan biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek
ketika nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek
tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut
bersama bagi hasil yang telah disepakati bersama.
Ketentuan
umum pembiayaan musyarakah adalah sebagai berikut:
1) Semua
modal disatukan untuk dijadiakn modal proyek musyarakah dan dikelolah
bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan
kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.
2) Baiaya
yang timbul pada saat pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui
bersama.
3) Proyek
yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad.
b. Pembiayan
mudharabah
Mudharabah
adalah suatu bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih dimana pemilik modal
(shahib al-maal) mempercayakan
sejumlah modal kepada pengelolah (mudharib)
dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Manfaat akad mudharabah adalaha
sebagai berikut:
1) Bank
akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah
meningkat.
2) Bank
tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap,
tetapi disesuaikan dengan pendapatan.
3) Pengembalian
pokok pembiayaan disesuakan dengan arus kas nasabah sehingga tidak memberatkan
nasabah.
4) Bank
akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang benar-benar halal, aman,
dan menguntungkan karena keuntungan yang kongkrit dan benar-benar terjadi
itulah yang akan dibagikan.
c. Muzara’ah
Al-Muzara’ah
ialah kerjasama pengelolah pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap,
yaitu pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada penggarap untuk ditanami
dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (presentase) dari hasil panen.
d.
Musyaqah
Al-musyaqah
adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah, yaitu penggarap hanya
bertanggu jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan, ia berhak
atas nisbah tertentu dari hasil panen.
4.
Akad
pelengkap
Untuk
mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan juga akad pelengkap.
Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, tapi ditujukan
untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Yang termasuk dalam akad pelengkap
sebagai berikut:
a. Hiwalah
(Alih Utang-Piutang)
Tujuan
fasilitas hiwalah adalah untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar
dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapatkan ganti-biaya atas jasa
pemindahan piutang.
Kontrak
hiwalah dalam perbankan biasanya diterapkan pada hal-hal berikut:
1) Factoring
atau anjak piutang, yaitu para nasabah yang memiliki piutang kepada pihak
ketiga memindahkan piutang tersebut ke bank, lalu bank membayar piutang
tersebut dan bank menagihnya dari pihak ketiga.
2) Post
dated check, yaitu bank bertindak sebagai juruh tagih tanpa membayarkan dulu
piutang tersebut.
b. Rahn
(gadai)
Rahn
adalah menahan salah satu harta milik peminjam sebagai salah satu jaminan yang
telah diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis dan
nilaijual sekurang kurangnya setara dengan pinjaman yang diterima oleh si
peminjam. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk
mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.
Tujuan
akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam
memberikan pembiayaan. Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria:
1) Milik
nasabah sendiri.
2) Jelas
ukuran, sifat, dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar.
3) Dapat
dikuasai namun tidak boleh dimnfaatkan oleh bank.
c. Qardh
Qardh
adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta
kembali. Dengan kara lain peminjaman tanpa mengharapkan imbalan. Aplikasi qard dalam perbankan biasanya dalam
empat hal, yaitu:
1) Sebagai
pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan
untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Nasabah akan
melunasinya sebelum keberangkatannya ke haji.
2) Sebagai
pinjaman tunai (cash advanced) dari
produk kartu kredit syariah, dinama nasabah diberi keleluasaan untuk menarik
uamg tunai milik bank melalui ATM.
3) Sebagai
pinjaman kepada pengusaha kecil, dimana menurut
perhitungan bank akan memberatkan
si pengusaha bila diberikan pembiaayn dengan skema jual beli, ijarah, atau bagi
hasil.
4) Sebagai
pinjaman kepada pengurus bank, dimana bank menyediakan fasilitas ini untuk
memastikan terpenuhinya kebutuhan pengurus bank.
d. Wakalah
(Perwakilan)
Wakalah
atau wikalah berarti penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat. Dalam
bahasa arab, wakalah dapat dipahami sebagai at-tafwid. Akan tetapi, yang
dimaksud sebagai al-wakalah karena manusia membutuhkannya. Tidak setiap orang
mempunyai kemampuan atau kesempatan untuk menyelesaikan segala urusannya
sendiri.
Wakalah
dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank
untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan
L/C, ingkaso, dan trasnfer uang.
Dalam
kegiatan operasional suatu bank, maka prinsip ini dipakai bank untuk menerima
titipan uang atau surat berharga dan bank mendapat kuasa dari dari yang
menitipkan untuk mengelolah uang atau surat berharga tersebut. [10]
e. Kafalah (garansi
bank)
Garansi bank dapat diberikan dengan
tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat
mensyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebaga
rahn. Bank dapat pula menerima dana
tersebut dengan prinsip wadiah. Untuk
jasa-jasa ini, bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan. [11]
C.
Landasan
Hukum Dari Beberapa Produk Penyaluran Dana Bank Syariah
1. Landasan
Hukum Penerapan Akad Jual Beli Dalam Praktik Jual Beli Perbankan Syariah
a) Landasan
hukum pembiayaan murabahah
Pembiayaan murabahah mendapatkan
pengaturan dalam pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan. Pengaturan
secara khusus terdapat dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2009 tentang
perbankan syariah, yakni pasa 19 ayat (1) yang intinya menyatakan bahwa
kegiatan usaha bank umum syariah antara lain: menyalurkan pembiayaan
berdasarkan akad murabahah, akad salam, akad istishna’, atau akad lainnya yang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Disamping itu pembiayaan murabahah
juga telah diatur dalam Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 pada tanggal 1 april
2000 yang intinya menyatakan bahwa dalam rangka membantu masyarakat guna
melangsukan dan meningkatkan kesejahteraan dan berbagai kegiatan, bank syariah
perlu memiliki fasilitas murabahah bagi yang memerlukannya, yaitu menjual suatu
barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembayarnya dengan harga yang
lebih sebagai laba.
b) Landasan
hukum pembiayaan salam
Salam sebagai salah satu produk
perbankan yang didasarkan pada akad jual beli telah mendapatkan pengaturan
secara implisit dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, yakni pada ketentuan umum
tentang prinsip syariah. Salam ini diatur secara khusus dalam Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah, antara lain yakni pada Pasal 19
ayat (1) sebagai mana tersebut diatas.
c) Landasan
hukum pembiayaan istishna
Istishna sebagai salah satu produk
perbankan yang didasrkan pada akad jual beli telah mendapatkan pengaturan
secara implisit dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan
atas Undang-Undang No 7 tahun 1992
tentang perbankan, yakni dalam ketentuan umum mengenai prinsip syariah.
Istishna diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
perbankan syariah, antara lain yakni pada pasal 19 ayat (1) sebagaiman tersebut
diatas.
Sebelum mengenai istishna ini
diatur dalam fatwa DSN No.06/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beli istishna.
2. Landasa
hukum akad sewa menyewa (ijarah)
dalam praktik perbankan syaraiah
Dasar hukum perjanjian
sewa menyewa dalap kita jumpai dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 233 yang
artinya sebagai berikut:
“dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain maka tidak ada
dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah
kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang kamu perbuat”.
Dasar hukum secara
khusus telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan
syariah, antara lain yakni pasal 1 angka (25) yang intinya menyebutkan bahwa
pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu
berupa transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah
atau sewa beli dalam bentuk ijarah
muntahiya bittamlik.
Pembiayaan berdasarkan
akad ijarah dan akad muntahiya bittamlik sebagai salah satu produk penyaluran
dana juga mendapatkan dasar hukum dalam PBI NO. 9/19/PBI/2007 tentang
Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyeluran
Dana Serta Pelaksanaan Jasa Bank Syariah, sebagaimana yang yamg telah diubah
dengan PBI NO. 10/16/PBI/2008. Pasal 3 PBI dimaksud menyebutkan antara lain
pemenuhan prinsip syariah sebagainama yang dimaksud, dilakukan melalui
penyaluran dana berupa pembiayaan dengan mempergunakan antara lain akad mudharabah, musyarakah, murabahah, salam,
istishna’, ijarah, ijarah muntahiyah bittamlik, qardh.
Disamping itu produk
bank syariah berupa ijarah ini juga telah diatur dalam fatwa DSN NO.
09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan ijarah tertanggal 13 april 2000 yang
menyatakan bahwa kebutuhan masyarakat untuk memperoleh manfaat suatu barang
sering memerlukan pihak lain melalui akad ajarah, yaitu akad pemindahan hak
guna/manfaat atas suatu barang atau jasa tertentu melalui pembayaran sewa atau
upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
3. Landasan
hukum akad bagi hasil dalam praktik perbankan syariah
a) Pembiayaan
mudharabah
Pembiayan
berdasarkan akad mudharabah juga telah diataur dalam fatwa DSN NO.
07/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan mudharabah (qardh). Latar belakang
keluarnya fatwa dimaksud adalah dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan
dana lembaga keuangan syariah (LKS), pihak LKS dapat menyalurkan dananya kepada
pihak lain dengan cara mudharabah, yaitu akad kerja sama suatu usaha antara dua
pihak dimana pihak pertama (shahibul
maal, LKS) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (amil, mudharib,nasabah) bertindak selaku
pengelolah, dan keuntungan usaha dibagi diantara mereka sesuai kesepakatan yang
dituangkan dalam kontrak.
b) Pembiayaan
musyarakah
Musyarakah
juga telah diatur dalam ketentuan fatwa DSN NO. 08/DNS-MUI/IV/2000 tertanggal
13 april 2000. Inti dari fatwa DSN tersebut menyebutkan bahwa kebutuhan
masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dan usaha terkadang memerlukan dan
dari pihak lain, antara lain memerlukan pembiayaan berdasarkan akad kerja sama
antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing
pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko
akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
4. Landasan
hukum akad pelengkap pada perbankan syariah
a)
Hiwalah
Hiwalah
sebagai slah satu produk perbankan syariah dibidang jasa telah mendapatkan
dasar hukum dalan Undang-Undang No. 7 tahun1998 tentang perbankan. Produk jasa
perbankan syariah berdasarkan akad hiwalah secara teknis mendasarkan pada PBI
NO. 9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan
penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah, sebagaimana yang telah
diubah dengan PBI NO. 10/16/PBI/2008. Pasal 3 PBI dimaksud menyebutkan
pemenuhan prinsip syariah sebagaimana dimaksud, antara lain dilakukan melalui
kegiatan pelayanan jasa dengan memepergunakan antara lain akad kafalah, hawalah
dan syarf.
b) Kafalah
Produk jasa perbankan syariah berdasarkan akad
kafalah secara teknis mendasarkan pada PBI NO. 9/19/PBI/2007 tentang
pelaksanaan prinsip syariah dalam
kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank
syariah, sebagaimana yang telah diubah dengan PBI NO. 10/16/PBI/2008. Pasal 3
PBI dimaksud menyebutkan pemenuhan prinsip syariah sebagaimana dimaksud, antara
lain dilakukan melalui kegiatan pelayanan jasa dengan memepergunakan antara
lain akad kafalah, hawalah dan syarf.
c) Wakalah
Dalam
pasal 19 Undang-Undang perbankan syariah disebutkan bahwa kegiatan usaha bank
umum syariah antara lain melakukan fungsi sebagai wali amanat berdasarkan akad
wakalah.
d) Gadai
(rahn)
Dalam
pasal 19 ayat (1) huruf q Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan
syariah disebutkan bahwa kegiatan bank umum syariah antara lain melakukan
kegiatan lain yang lazim dilakukan dibidang perbankan dan dibidang sosial
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Ketentuan inilah yang menurut hemat penulis
menjadi dasar hukum bagi bank syariah untuk memberikan produk berdasarkah akad
rahn.
e) Qardh
Di
tahun 2008 secara khusus telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
Tentang Perbankan Syariah, antara lain yakni pasal 1 angka 25 yang menyebutkan
bahwa pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan
itu berupa transaksi bagi hasil dalam bentuk piutang qardh.[12]
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
KESIMPULAN
Bank
syariah merupakan bank yang dalam aktifitasnya, baik dalam menghimpun dana
maupun menyalurkan dananya memberikan dan menngenakan imbalan atas dasar
prinsip syariah. Dalam penyaluran dananya pada nasabah, secara garis besar
produk pembiayaan syariah terbagi kedalam empat kategori yang dibedakan
berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu:
a. Pembiayaan
dengan prinsip jual-beli, yang terdiri dari:
1) Murabahah
2) Salam
3) Istishna’
b. Pembiayaan
dengan prinsip sewa (ijarah)
Ijarah
adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah
sewa, tanpa diiukuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang tersebut.
c. Pembiayaan
dengan prinsip bagi hasil, terdiri dari:
1) Musyarakah
2) Mudharabah
3) Muzara’ah
4) Musyaqah
d. Pembiayaan
dengan akad pelengkap, terdiri dari:
1) Hiwalah
2) Rahn
3) Qardh
4) Wakalah
B.
SARAN
Berkaitan
dengan penyaluran dana pada bank syariah. Sebelum menyalurkan dana kepada
masyarakat, dalam hal ini bank memberikan pinjaman (kredit) kepada masyarakat
yang membutuhkan. Pinjaman atau kredit yang diberikan dibagi dalam berbagai
jenis sesuai dengan keinginan nasabah.
Sebelum kredit diberikan bank terlebih dahulu harus menilai apakah kredit
tersebut layak diberikan atau tidak. Penilaian ini dilakukan supaya bank bisa terhindar dari kerugian akibat tidak
dapat dikembalikannya pinjaman yang disalurkan bank atau terjadi kredit macet
dengan berbagai sebab.
DAFTAR PUSTAKA
Siswati, Analisis
Penyaluran Dana Bank Syariah Vol.4,No.
1,2013 diakses pada tanggal 22
Januari 2017
Al Arif M. Nur Rianto, Lembaga Keuangan Syariah;( Bandung: CV Pustaka Setia,2012)
Kasmir ,Bank
dan Lembaga Keuangan Lainnya Ed. Revisi (cet.16;Jakarta:Raja Wali
Pers,2015)
Kasmir, Pemasaran
Bank (cet. 4; Jakarta:Kencana, 2010)
Islamil, Manajeemen
Perbankan (Jakarta: Kencana PrenadaMedia Group)
M.Nur Rianto Al Arif, Dasar-Dasar Pemasaran Bank Syariah
(cet.2; Bandung: Alfabeta, 2012)
Ismail, Perbankan Syariah (cet.2; Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2013)
A. Karim Adiwarman, Bank Islam (Analisis Fiqh Dan Keuangan), Ed.5 (cet.10;Jakarta:PT
RajaGrafindo Persada,2014)
Anshari Abdul Ghofur, Perbankan Syariah Di Indonesia (cet. 2; yogyakarta: Gajah Mada
University Press)
Martono, Bank
dan Lembaga Keuangan Lainnya (cet. 4; Yogyakarta: Ekonisia, 2010)
[1]
Siswati, Analisis Penyaluran Dana Bank
Syariah Vol.4,No. 1,2013 diakses pada tanggal 22 Januari 2017
[2]
M. Nur Rianto Al Arif, Lembaga Keuangan
Syariah;( Bandung: CV Pustaka Setia,2012), h.146
[3] Kasmir ,Bank
dan Lembaga Keuangan Lainnya Ed. Revisi (cet.16;Jakarta:Raja Wali
Pers,2015), h.84
[4]
Kasmir, Pemasaran Bank (cet. 4;
Jakarta:Kencana, 2010), h.9
[5]
Islamil,Manajeemen Perbankan (Jakarta:
Kencana PrenadaMedia Group) h.5
[6]
M.Nur Rianto Al Arif, Dasar-Dasar
Pemasaran Bank Syariah (cet.2;
Bandung: Alfabeta, 2012) h. 42
[7]
Ibid,hlm.151
[8]
Ismail, Perbankan Syariah (cet.2; Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2013), h.144
[9]
Ibid, hlm. 161
[10]
Martono, Bank dan Lembaga Keuangan
Lainnya (cet. 4; Yogyakarta: Ekonisia, 2010) h. 104
[11]
Adiwarman A. Karim, Bank Islam (Analisis
Fiqh Dan Keuangan), Ed.5 (cet.10;Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,2014),
h.97-107
[12]
Abdul Ghofur Anshari, Perbankan Syariah
Di Indonesia (cet. 2; yogyakarta: Gajah Mada University Press), h.148
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut