Rabu, 25 Januari 2017

Implementasi Mudharabah pada Pembiayaan di Bank Syariah


Implementasi Mudharabah pada Pembiayaan di Bank Syariah

Oleh :
Muh. Alwi
01133131
Jurusan Syariah Prodi Ekis Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Watampone

Abstrak
Penelitian ini membahas implementasi mudharabah pada bank syariah. Tujuan penelitian menganalisis solusi mengatasi kendala implementasi mudharabah pada pembiayaan bank syariah. Data penelitian adalah hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pembiayaan mudharabah, dilakukan melalui dokumentasi. Data diolah dengan pendekatan kualitatif deskriptif eksploratif. Penelitian ini merupakan kepustakaan (library research) yang pengkajiannya dilakukan secara eksploratif. Bank syariah lebih ideal apabila menyalurkan pembiayaan dengan skema bagi hasil kepada nasabahnya sehingga bank syariah akan berbagi risiko (sharing risk) dengan para nasabah penerima pembiayaan, bukan transfer risk sebagaimana yang terjadi pada pembiayaan berbasiS jual beli. Namun dalam implementasi mudharabah yang merupakan akad bagi hasil pada pembiayaan di bank syariah, ada agency problem dan moral hazard. Dua perjanjian yang dapat dilakukan untuk mengatasi agency problem : (1) Mudharib diminta untuk memberikan kontribusi modal. (2) Mudharib diminta untuk berbagi dalam kerugian sampai batas tertentu. Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya moral hazard, maka diterapkan batasan tertentu ketika menyalurkan pembiayaan kepada mudharib yaitu menerapkan batasan agar porsi modal dari pihak mudharib lebih besar dan/mengenakan jaminan, menerapkan syarat agar mudharib melakukan bisnis yang risiko operasinya lebih rendah, melakukan bisnis dengan arus kas yang transparan.
Pendahuluan
 Dalam UU No 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan disebutkan bahwa kegiatan usaha bank syariah adalah menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh bank Indonesia[1] Pembiayaan berdasar prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang dibiayai untuk imbalan atau bagi hasil[2]
Hampir seluruh model teoritis bank Islam didasarkan pada mudharabah atau musyarakah atau pada kedua-duanya, tetapi hingga saat ini praktik nyata pada bank Islam jauh dari model tersebut[3] Perbankan Islam harus didasarkan pada Profit and Loss Sharing (PLS), bukan berdasarkan bunga[4]  Para teoritisi berpendapat bahwa bank Islam akan menyediakan sumber-sumber pembiayaannya yang luas kepada para peminjam dengan prinsip berbagi risiko, tidak seperti pembiayaan berbasis bunga dimana
 peminjamnya menanggung semua risiko[5] PLS pada bank syariah didasarkan pada dua konsep hukum yaitu mudharabah dan musyarakah[6]
Pembiayaan mudharabah merupakan salah satu tonggak ekonomi syariah yang mewakili prinsip Islam untuk mewujudkan keadilan masyarakat melalui sistem bagi hasil[7] Pembiayaan mudharabah adalah bentuk kerjasama dimana bank akan menyediakan modal dan nasabah menyediakan keahlian. Keduanya akan menyetujui rasio bagi hasil. Nasabah akan secara pribadi bertanggungjawab untuk menjalankan bisnis, proyek, atau kontrak tanpa pengaruh dari bank. Semua bentuk kerugian, jika ada, akan ditanggung oleh bank dan kehilangan tenaga kerja akan ditanggung oleh nasabah[8]
Berdasarkan pengertian diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pembiayaan mudharabah merupakan dana yang diberikan kepada nasabah untuk melakukan atau melaksanakan suatu usaha tertentu berdasarkan prinsip syariah dimana kerugian ditanggung bersama dan keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati.
Seharusnya dalam kondisi ideal perekonomian, akad mudharabah dan musyarakah dengan skema PLS adalah yang sebaiknya paling banyak diimplementasikan oleh perbankan syariah karena skema PLS ini membagi risiko antara bank dan nasabah[9]
Musyarakah adalah kerjasama bagi hasil dan bagi kerugian[10] Dalam perjanjian pembiayaan musyarakah bank dan nasabahnya akan bersama-sama menyumbangkan modal dan keahlian mereka dalam suatu proyek. Keuntungan dan kerugian akan dibagi berdasarkan bagian modal yang diberikan[11]
 Dalam praktiknya, pada penyaluran pembiayaan bank syariah di Indonesia, penyaluran pembiayaan dengan PLS yaitu musyarakah sebesar 25% dan mudharabah sebesar 7% sedangkan pembiayaan berakad jual beli (murabahah) menempati porsi terbesar yaitu 59% dari keseluruhan pembiayaan di bank syariah[12]
Dari berbagai pengertian diatas, maka penulis dapat menimpulkan bahwa pembiayaan musyarakah adalah suatu kerjasama antara pihak bank dan nasabah, dimana masing-masing memiliki dana, dan dana tersebut dikelola oleh nasabah untuk melaksanakan suatu usaha tertentu berdasarkan prinsip syariah dimana keuntungan dan kerugian berdasarkan proporsi modal yang dimilki dan disepakati.
Tampak jelas bahwa pembiayaan bank syariah berbasis bagi hasil masih minim dibandingkan dengan pembiayaan berbasis jual beli. Sementara masyarakat lebih mengenal bank syariah sebagai bank yang berbasis bagi hasil sebagai solusi atas bank berbasis bunga.
Oleh karena itu perlu dikaji implementasi pembiayaan mudharabah pada bank syariah, apa yang menjadi kendala dalam implementasinya serta bagaimana solusi mengatasi kendala dalam implementasi mudharabah di bank syariah.
Metodologi Tujuan
 Tujuan penelitian adalah menganalisis alternatif solusi dalam mengatasi kendala implementasi mudharabah pada produk pembiayaan bank syariah. Kegunaan penelitian ini adalah sebagai bahan pertimbangan dalam mengatasi kendala pembiayaan berbasis mudharabah pada bank syariah.
Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pembiayaan mudharabah. Data primer berupa jurnal dan prosiding seminar. Data sekunder berupa buku teks, statistik perbankan syariah dan informasi dalam website yang membahas pembiayaan mudharabah.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui dokumentasi. Metode dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan data berupa jurnal dan prosiding yang berkaitan dengan pembiayaan mudharabah.
Analisis Data
Data diolah dengan pendekatan kualitatif deskriptif eksploratif. Penelitian ini merupakan kepustakaan (library research) yang pengkajiannya dilakukan secara eksploratif.

Hasil dan Pembahasan Implementasi Pembiayaan Mudharabah di Bank Syariah
Islam memosisikan kegiatan ekonomi sebagai salah satu aspek penting untuk mendapatkan kemuliaan (falah), dan karenanya kegiatan ekonomi-sebagaimana kegiatan lainnya-perlu dituntun dan dikontrol agar berjalan seirama dengan ajaran Islam secara keseluruhan[13] Diantara inovasi keuangan yang ada pada perbankan syariah adalah produk pembiayaan dengan skema mudharabah. Namun Bank Indonesia menyebutkan bahwa produk utama perbankan syariah yang umumnya ditawarkan menggunakan skema debt based financing (murabahah dan ijarah)[14] Hingga Desember 2014 produk pembiayaan perbankan syariah yang paling besar proporsinya adalah produk murabahah (59% total pembiayaan), sedangkan ijarah 6%[15] Bagi perbankan, produk-produk tersebut juga menjadi produk favorit bank, dikarenakan skema transaksinya yang mudah diterapkan dan tidak berisiko tinggi Murabahah dianggap sebagai salah satu produk yang banyak dikritisi akademisi karena dalam skema ini, tidak terjadi sharing risiko antara bank dengan nasabah. Risiko sepenuhnya ditanggung oleh nasabah, sedangkan bank syariah relatif aman dari risiko[16]
Para teoritikus perbankan Islam mengemukakan aktivitas investasi dalam bank Islam didasarkan pada dua konsep yang legal, yaitu mudharabah dan musyarakah, sebagai alternatif dalam menerapkan sistem bagi hasil (profit and loss sharing/PLS). Teori ini menyatakan, bahwa bank Islam akan memberikan sumber pembiayaan (finansial) yang luas kepada peminjam (debitur) berdasarkan atas bagi risiko (baik menyangkut keuntungan maupun kerugian), yang berbeda dengan pembiayaan (finansial) sistem bunga pada dunia perbankan konvensional yang semua risikonya ditanggung oleh pihak peminjam (debitur)[17]
Konsep bagi hasil, dalam menghadapi ketidakpastian merupakan salah satu prinsip yang sangat mendasar dari ekonomi Islam, yang dianggap dapat mendukung aspek keadilan.
Secara definitif, aktivitas bagi hasil adalah sebuah usaha yang dibangun berdasarkan kesepakatan antara pemodal dan pengusaha untuk memberikan pembagian hasil berdasarkan persentase tertentu dari hasil usaha[18]
 Kesepakatan ini dilakukan secara adil dan transparan. Adil artinya setiap pihak  mendapatkan bagi hasil sesuai dengan kontribusi yang diberikannya, baik modal, keterampilan maupun tenaga, sementara transparan diartikan bahwa pemodal dan pengusaha saling mengetahui jumlah bagi hasil yang diperolehnya dan perkembangan  usaha itu sendiri.
Mudharabah adalah suatu pernyataan yang mengandung pengertian bahwa seseorang memberi modal niaga kepada orang lain agar modal itu diniagakan dengan perjanjian keuntungannya dibagi antara dua belah pihak sesuai perjanjian, sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal[19] Seharusnya, dalam kondisi ideal perekonomian, akad mudharabah dan musyarakah dengan skema profit loss sharing adalah yang sebaiknya paling banyak diimplementasikan oleh perbankan syariah karena skema profit loss sharing ini membagi risiko antara bank dan nasabah Sehingga ketika perekonomian sedang menurun, potensi terjadinya kredit macet secara sistemik dapat dihindari atau diminimalisir. Skema profitloss sharing juga dianggap lebih unggul karena banyak digunakan untuk sektor produktif. Al mudharabah biasanya diterapkan pada produk pembiayaan dan pendanaan[20]
 Dari penjelasan diatas rendahnya pembiayaan dengan skema bagi hasil pada bank syariah menunjukkan bank syariah masih belum mampu menempatkan diri pada posisi yang siap melakukan sharing risk dengan nasabahnya. Dominasi pembiayaan skema jual beli (murabahah) pada sisi yang lain menunjukkan bahwa bank syariah masih pada posisi yang hanya siap melakukan transfer risk ke pihak nasabahnya. Oleh karena itu agar bank syariah dapat meningkatkan pembiayaan skema bagi hasil perlu diatasi kendala yang berkaitan dengan implementasi pembiayaan skema bagi hasil pada bank syariah.
Kendala Pembiayaan Mudharabah
Bank enggan berpartisipasi pada instumen Profit Loss Sharing (PLS) karena beberapa alasan, diantaranya adalah risiko intheren pada bank, tambahan biaya monitoring, kurangnya transparansi dan keengganan para deposan untuk mengambil risiko[21]
Pada penerapan skema mudharabah di produk pembiayaan, diantara problemnya pada operasional perbankan Islam adalah sebagai berikut:
 standar moral, ketidakefektifan model pembiayaan bagi hasil, berkaitan dengan para pengusaha, segi biaya, segi teknis, kurang menariknya sitem bagi hasil dalam aktivitas bisnis, serta permasalahan efisiensi[22] Sedangkan musyarakah bukan sesuatu yang umum dalam portofolio bank Islam, karena bank umumnya berfungsi sebagai lembaga intermediasi bukan untuk berpartisipasi dalam bisnis sebagai mitra bisnis atau mendasarkan pembiayaan berbasis ekuitas[23]
Salman Ahmed Shaikh (2011) mengemukakan bahwa intermediasi keuangan dapat dilakukan melalui equity financing[24]
Hal ini dapat meringankan dari sisi keuangan dan menjadi pembeda atas utang berbasis pembiayaan komersial, serta ada sedikit ruang untuk menunjukkan perbedaan atas pembayaran utang yang jumlahnya telah ditetapkan di depan.
 Agency problem dan moral hazard menjadi tantangan dalam menerapkan Islamic equity financing. Masalah agency dalam kontrak mudharabah dapat terjadi dalam berbagai bentuk, misalnya : penggunaan biaya proyek yang berlebihan, penahanan keuntungan yang akan dibagikan kepada pemilik modal, dan berbagau kecurangan yang dapat mengurangi laba atau aset perusahaan (Muhammad, 2005). Dengan melakukan simulasi, penelitian Shaikh menganalisis agency problem dalam mudharabah dan dampaknya terhadap imbalan secara ekonomi diantara para pihak yang bermitra. Berdasarkan penelaanya, Shaikh menyajikan dua kemungkinan perjanjian yang dapat membuat model pembiayaan mudharabah lebih diterima dan secara luas digunakan dalam intermediasi keuangan yaitu dengan dua perjanjian yang dapat dilakukan : a) Mudharib diminta untuk memberikan kontribusi modal. b) Mudharib diminta untuk berbagi dalam kerugian sampai batas tertentu Kedua perjanjian tersebut akan dapat meminimalisir masalah adverse selection, moral hazard dan principal-agent conflict. Kesimpulan penelitian Shaikh adalah bahwa dengan adanya perjanjian, maka equity financing dapat digunakan secara lebih luas. Namun menurut Shaikh masih terjadi ironi dimana nilai-nilai Islam seperti keadilan (justice), persamaan (equality), kebenaran (truth), kepercayaan (trust), kebaikan (kindness), kejujuran (honesty) dan pertanggungjawaban (responsibilty) yang sering disebut dalam literatur dan seminar-seminar ekonomi Islam, dalam kenyataan, kurangnya nilai-nilai tersebut dalam praktik adalah alasan utama mengapa mode partisipatif tetap tidak dapat digunakan. [25]
Peluang Pembiayaan Mudharabah
Disamping kendala, ada juga peluang untuk mengembangkan pembiayaan skema mudharabah di Indonesia yaitu kerjasama antara bank syariah dengan Baitul Mal wa Tamwil (BMT). Hasil penelitian Zaenuri (2014) pada kemitraan yang telah terbangun dan belum terbangun antara BMT dan bank syariah di Jawa Tengah menunjukkan bahwa pola kerjasama antara BMT dengan bank syariah cukup bervariasi dengan akad yang dipakai bervariasi pula[26]
Bentuk model yang dipakai pada dasarnya hasil negosiasi kedua belah pihak dengan memperhatikan kepentingan masing-masing.
Model executing adalah yang paling banyak dipakai dimana bank syariah memberi pembiayaan kepada BMT dan BMT menyalurkan dana tersebut atas nama BMT sendiri dengan segala untung dan risikonya. Hanya sedikit yang memakai pola channeling dimana BMT hanya menjadi penyalur pembayaran bank kepada para nasabah kredit mikro perbankan. Dari segi kemitraan ideal BMT dan bank syariah, diketahui bahwa harapan BMT mengenai kerjasama kemitraan dengan bank syariah antara lain adalah model kerjasama dan kemitraan yang paling dibutuhkan oleh BMT adalah yang dirasa lebih syariah, misalnya memakai mudharabah bukan murabahah. Kesesuaian syariah ini diindikasikan dengan keadilan porsi bagi hasil yang mendekati teori ideal. Penentuan bagi hasil hendaknya ditentukan berdasarkan proyeksi usaha dan pengalaman masa lalu.
Hasil penelitian tersebut juga mengungkapkan alasan kemitraan BMT dengan bank syariah adalah menambah modal kerja dan memenuhi kebutuhan pembiayaan dan likuiditas untuk para anggotanya, kebutuhan untuk membangun sarana prasarana fisik, membangun sinergi dan jejaring organisasi serta kelembagaan sehingga akses menjadi lebih mudah dalam pengembangan serta keinginan untuk meningkatkan kualitas SDM.
Pilihan kerjasama BMT dengan bank syariah didorong oleh alasan-alasan:
(a) memiliki kesamaan prinsip dalam pembiayaan (b) memiliki kesamaan komitmen perjuangan ekonomi syariah (c) dapat menjadi mitra pendamping dalam memajukan dan mengembangkan BMT. Peluang pengembangan pembiayaan mudharabah pada bank syariah masih terbuka mengingat di Indonesia juga banyak tumbuh UMKM yang masih membutuhkan campur tangan pihak luar dalam hal permodalan khususnya, untuk pengembangan usahanya. Pola pembiayaan mudharabah antara bank syariah dengan UMKM tentu akan sangat membantu industri kecil akan berkembang[27]
Mengatasi Kendala dalam Implementasi Pembiayaan Mudharabah
Berdasarkan hasil penelitian Muhammad (2005) bahwa untuk mengatasi kendala dalam pembiayaan mudharabah, maka dapat dilakukan halhal sebagai berikut:
(1) Jika shahibul mal/pemilik proyek/principal sebelum melakukan kontrak pembiayaan mudharabah dengan mudharib/pelaku proyek/agent melakukan penyeleksian atau screening atribut proyek yaitu sistem informasi akuntansi, tingkat return bisnis, tingkat risiko minimal, biaya pemantauan rendah, adanya kepastian hasil yang diharapkan, aturan (klausul) pengawasan, jangka waktu kontrak, jaminan yang dimiliki, tingkat kesehatan proyek, dan prospek proyek.; maka proyek tersebut akan mengandung masalah agency rendah.
(2) Jika shahibul mal/pemilik proyek/principal sebelum melakukan kontrak pembiayaan mudharabah dengan mudharib/pelaku proyek/agent melakukan penyeleksian atau screening secara ketat terhadap atribut-atribut mudharib yaitu : kefamiliaran terhadap pasar, mampu mengoreksi risiko, kelangsungan usaha/proyek yang dimilki, kemampuan mengartikulasi bahasa proyek, lama usia proyek, track record, rekomendasi pihak lain, proyek milik sendiri, berasal dari keluarga pebisnis, memiliki laporan keuangan, memiliki keahlian di bidang usahanya, memiliki komitmen terhadap janji, serta ada hubungan historis dengan shahibul mal maka diharapkan masalah agency dalam kontrak mudharabah yang dijalani bank syariah terjadi secara minimal.
(3) Kepatuhan shahibul mal terhadap ketentuan syariah dalam kontrak mudharabah dapat digunakan untuk meminimalkan masalah agency dalam pembiayaan mudharabah di bank syariah.
(4) Semakin ketat dalam menerapkan incentive compatible constraints yang baik dapat digunakan untuk memperkecil terjadinya masalah agency dalam kontrak mudharabah di bank syariah. Sebelas variabel incentive compatible constraints yaitu : screening atribut mudharabah, screening atribut proyek, kepatuhan shahibul mal atas syariah, proporsi nisbah untuk nasabah, hadiah yang diberikan kepada mudharib, denda yang dikenakan kepada mudharib, barang jaminan yang diberikan kepada nasabah, bisnis dengan risiko rendah, pelaksanaan audit, batas minimum profit margin, dan pengawasan rutin
Sementara Karim mmenjelaskan, bahwa untuk mengurangi kemungkinan terjadinya risiko asimetrik informasi (moral hazard), maka bank syariah menerapkan batasan-batasan tertentu ketika menyalurkan pembiayaan kepada mudharib:
1. menerapkan batasan agar porsi modal dari pihak mudharib-nya lebih besar dan /mengenakan jaminan.
2. Menerapkan syarat agar mudharib melakukan bisnis yang risiko operasinya lebh rendah.
3. Menetapkan syarat agar mudharib melakukan bisnis dengan arus kas yang transparan.
4. menetapkan syarat agar mudharib melakukan bisnis yang biaya tidak terkontrolnya rendah. Batasan atau syarat tersebut di atas merupakan bagian dari proses monitoring dan supervisi bank syariah atas pembiayaan mudharabah yang disalurkan. Dengan demikian pembiayaan dengan skema mudharabah dapat diimplementasikan dengan risiko yang dapat diminimalisir oleh pihak bank syariah apabila bank syariah secara ketat menerapkan batasan-batasan kepada calon mudharibnya[28]





Kesimpulan
 Bank syariah akan lebih ideal apabila menyalurkan pembiayaan dengan skema bagi hasil kepada nasabahnya sehingga bank syariah akan berbagi risiko (sharing risk) dengan para nasabah penerima pembiayaan, bukan transfer risk sebagaimana yang terjadi pada pembiayaan berbasia jual beli. Ada agency problem dan moral hazard yang melekat pada pembiayaan berbasis agi hasil. akan tetapi ada dua perjanjian yang dapat dilakukan untuk mengatasi agency problem : (1) Mudharib diminta untuk memberikan kontribusi modal. (2) Mudharib diminta untuk berbagi dalam kerugian sampai batas tertentu. Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya moral hazard, maka bank syariah menerapkan batasan-batasan tertentu ketika menyalurkan pembiayaan kepada mudharib yaitu menerapkan batasan agar porsi modal dari pihak mudharib-nya lebih besar dan /mengenakan jaminan, menerapkan syarat agar mudharib melakukan bisnis yang risiko operasinya lebh rendah, menetapkan syarat agar mudharib melakukan bisnis dengan arus kas yang transparan.








DAFTAR PUSTAKA
UU No 10 Tahun 1998 .... pasal 6 huruf m
Mohammad Omar Farooq, “Partnership Equity...”, hlm.70 
Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah : Kritik atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis, terj. Arif Maftuhin (Jakarta : Paramadina, 2004) hlm.181
Erni Susana dan Annisa Prasetyanti, “Pelaksanaan dan Sistem Bagi Hasil Pembiayaan Al Mudharabah Pada Bank Syariah”, Jurnal Keuangan dan Perbankan Islam, Volume 15, No. 3, September 2011, hlm. 468
Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, Kajian Model Bisnis Bank Syariah, 2012, hlm. 53 
Muhammad, 2006, Teknik dan Strategi: Pembuatan Kontrak dalam Praktik Perbankan Syariah tanggal 20-21 Mei 2006 Yogyakarta: BASYARNAS
Mohd. Ma’sum Billah, Penerapan Manajemen Aset Islami; Alih Bahasa Erman Rajagukguk dan Akhmad Safik (Selangor, Sweet and Maxwell Asia, 2010), hlm. 30-31
Bank Indonesia, Statisitk Perbankan Syariah per Desember 2014
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia Yogyakarta atas kerjasama dengan Bank Indonesia, Ekonomi Islam, Ed. 1 Cet. 3. (Jakarta : Rajawali Press, 2011), hlm. 16
Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, “Kajian Model.....”. hlm. 62
Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah per Desember 2014
Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, “Kajian Model...”. hlm. 62
Abdullah Saeed, “Menyoal Bank...”, hlm 76.
Umi Karomah Yaumiddin (Ed). Usaha Bagi Hasil : Antara Teori dan Praktik, Cetakan Pertama (Bantul : Kreasi Wacana, April 2010), hlm 3
Jusmaliani, dalam Umi Karomah Yaumiddin (Ed), “Usaha Bagi...” hlm 3
H.R Daeng Naja, 2005,Hukum Kredit dan Bank Garansi (The Bankers Hand Book), PT Citra Aditya Bakti, Bandung
Irawan Febianto dan Rahmatina A. Kasri, “Why do....”, hlm. 5
Muhammad, Konstruksi Mudharabah dalam Bisnis Syariah : Mudharabah dalam Wacana Fiqh dan Praktik Ekonomi Modern, Edisi Pertama, Cetakan Pertama (Yogyakarta : BPFE, 2005), hlm. 108-112
ohammad Omar Farooq, Partnership, Equity...., hlm. 82                          
Salman Ahmed Shaikh. A Critical Analysis of Mudarabah & New Approach to Equity Financing in Islamic Finance, Journal of Islamic Banking and Finance, Vol. 28, No. 3, 2011
Kasmir, 2004,Dasar-Dasar Perbankan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 3.
Wahab Zaenuri, Persepsi Kelembagaan dan Model Kemitraan antara Bank Syariah dan BMT di Jawa Tengah, dalam Kumpulan Hasil Riset Terbaik Forum Riset Keuangan Syariah 2014, Otoritas Jasa Keuangan-Institut Pertanian Bogor, 14-16 Oktober 2014,hal 63-114
Adiwarman A. Karim. “Incentive Compatible Constraints for Islamic Banking Some Leasons From Bank Muamalat”. Conference Papers. Fourth International Conference on Islamic Economics and BankingLoughborough University, UK, August 13-15, 2000
Muhammad Syafii Antonio, “Bank Syariah...”, hlm. 96



[1]  UU No 10 Tahun 1998 .... pasal 6 huruf m
[2]  Ibid, pasal 1 angka 12
[3] Mohammad Omar Farooq, “Partnership Equity...”, hlm.70  
[4]  Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah : Kritik atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis, terj. Arif Maftuhin (Jakarta : Paramadina, 2004) hlm.181
[5]  Ibid, hlm 76.
[6]  Erni Susana dan Annisa Prasetyanti, “Pelaksanaan dan Sistem Bagi Hasil Pembiayaan Al Mudharabah Pada Bank Syariah”, Jurnal Keuangan dan Perbankan Islam, Volume 15, No. 3, September 2011, hlm. 468
[7]  Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, Kajian Model Bisnis Bank Syariah, 2012, hlm. 53            
[8]  Muhammad, 2006, Teknik dan Strategi: Pembuatan Kontrak dalam Praktik Perbankan Syariah tanggal 20-21 Mei 2006 Yogyakarta: BASYARNAS
[9]  Mohd. Ma’sum Billah, Penerapan Manajemen Aset Islami; Alih Bahasa Erman Rajagukguk dan Akhmad Safik (Selangor, Sweet and Maxwell Asia, 2010), hlm. 30-31
[10]  Ibid, hlm. 31
[11]  Bank Indonesia, Statisitk Perbankan Syariah per Desember 2014
[12]  Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia Yogyakarta atas kerjasama dengan Bank Indonesia, Ekonomi Islam, Ed. 1 Cet. 3. (Jakarta : Rajawali Press, 2011), hlm. 16
[13]  Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, “Kajian Model.....”. hlm. 62
[14]  Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah per Desember 2014
[15]  Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, “Kajian Model...”. hlm. 62
[16]  Abdullah Saeed, “Menyoal Bank...”, hlm 76.
[17]  Umi Karomah Yaumiddin (Ed). Usaha Bagi Hasil : Antara Teori dan Praktik, Cetakan Pertama (Bantul : Kreasi Wacana, April 2010), hlm 3
[18]  Jusmaliani, dalam Umi Karomah Yaumiddin (Ed), “Usaha Bagi...” hlm 3
[19]  Ibid, hlm 12
[20]  H.R Daeng Naja, 2005,Hukum Kredit dan Bank Garansi (The Bankers Hand Book), PT Citra Aditya Bakti, Bandung
[21]  Irawan Febianto dan Rahmatina A. Kasri, “Why do....”, hlm. 5
[22]  Muhammad, Konstruksi Mudharabah dalam Bisnis Syariah : Mudharabah dalam Wacana Fiqh dan Praktik Ekonomi Modern, Edisi Pertama, Cetakan Pertama (Yogyakarta : BPFE, 2005), hlm. 108-112
[23]  ohammad Omar Farooq, Partnership, Equity...., hlm. 82                               
[24]  Salman Ahmed Shaikh. A Critical Analysis of Mudarabah & New Approach to Equity Financing in Islamic Finance, Journal of Islamic Banking and Finance, Vol. 28, No. 3, 2011
[25]  Kasmir, 2004,Dasar-Dasar Perbankan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 3.
[26] Wahab Zaenuri, Persepsi Kelembagaan dan Model Kemitraan antara Bank Syariah dan BMT di Jawa Tengah, dalam Kumpulan Hasil Riset Terbaik Forum Riset Keuangan Syariah 2014, Otoritas Jasa Keuangan-Institut Pertanian Bogor, 14-16 Oktober 2014,hal 63-114
[27]  Adiwarman A. Karim. “Incentive Compatible Constraints for Islamic Banking Some Leasons From Bank Muamalat”. Conference Papers. Fourth International Conference on Islamic Economics and BankingLoughborough University, UK, August 13-15, 2000
[28]  Muhammad Syafii Antonio, “Bank Syariah...”, hlm. 96

Tidak ada komentar:

Posting Komentar