“Manajemen
Kinerja Lembaga Pengelolaan Amil Zakat di Indonesia”
Sulvita Sri Devi (01.133.125)
Jurusan Syariah, Prodi
Ekonomi Syariah Semester VII, Kelompok 5
Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri (STAIN) Watampone.
Email: Vithaitha22@gmail.com
ABSTRAK
Penulis
dalam penyajian karya tulis ilmiah ini mengemukakan tentang hal-hal yang
berkaitan OPZ. Tentunya perlu kita ketahui bahwa Organisasi Pengelolaan Zakat
(OPZ) di Indonesia terdiri dari Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat
(LAZ). Badan amil zakat didirikan oleh
pemerintah , sedangkan lembaga amil zakat didirikan oleh masyarakat. Tentunya
dalam OPZ sangat memerlukan manajemen kinerja yang memiliki profesionalisme
untuk melakukan aktivitas dalam Menghimpun/mengumpulkan, sampai dengan
Pendistribusian Zakat, sehingga sangat membutuhkan manajemen kinerja yang baik
guna memberikan pelayanan kepada para Muzakki karena sistem Zakat di Indonesia
yang masih sukarela. Dalam hal pelayanan tentunya OPZ memerlukan kepercayaan
dari Masyarakat dalam hal pengelolaan zakat sehingga OPZ sangat membutuhkan
Akuntabilitas dimana yang dimaksud akuntabilitas yaitu sistem akuntansi yang
mengelola keuangan dari sebuah OPZ yang kemudian di perlihatkan kepada
Masyarakat umum secara transparansi agar meningkatkan kepercayaan publik.
Kata
Kunci: Zakat, Manajemen Kinerja, Akuntabilitas,
Transparansi, dan Kepercayaan publik.
PENDAHULUAN
Berdasarkan
SURVEY IPB & BAZNAS Potensi Zakat Indonesia 2011 210 Triliun + dana zakat yang di ikelola BAZ/LAZ 10% (21 Triliun +) dana
zakat terpendam di masyarakat 189
Triliun +, dan berdasarkan SURVEY IPB & BAZNAS Potensi Zakat Indonesia 2012,
terdapat Rp. 212 Triliun +. Dana Zakat
Dikelola BAZ/LAZ, 12% (25,44 Triliun +). dana zakat terpendam di masyarakat 186,56
triliun +.[1]
Riset
yang dilakukan BAZNAS dan FEM IPB (2011) dari 345 responden didapatkan 27,2 %
responden membayarkan zakatnya melalui Lembaga Amil Zakat, dan 72,8 % responden
membayarkan zakatnya langsung kepada mustahik. Alasan utama seseorang
membayar zakat di Lembaga Amil Zakat adalah transparansi,
profesionalitas, akses, kenyamanan, kemudahan, lingkungan, dan kepuasan. Adapun
alasan seseorang membayar zakat langsung kepada mustahik yankni kemudahan,
lingkungann dan kepuasan.
Berdasarkan
Riset BAZNAS dan FEM IPB (2011) tersebut, salah satu alasan utama seseorang membayar zakat di Lembaga
Amil Zakat adalah karena adanya faktor kepuasan, dalam arti kepuasan atas
kinerja lembaga amil zakat. Sementara, kinerja Lembaga Amil Zakat
dapat diukur dengan mengukur kualitas pelayanan yang diberikan oleh
lembaga kepada customer atau bias
disebut dengan service quality (serqual). [2]
Sungguh,
negara Indonesia yang begitu luas dengan jumlah penduduk begitu banyak dan
potensi zakat begitu besar membutuhkan banyak eksekutif zakat dan OPZ yang
benar-benar berkualitas. [3]
Namun dalam sistem pembayaran zakat yang masih secara sukarela, faktor
kepercayaan wajib zakat kepada amil zakat menjadi faktor yang sangat krusial,
Sehingga untuk tetap meningkatkan suatu pelayanan diupayakan untuk memperbaiki
manajemen kinerja Lembaga Pengelolaan Zakat atau OPZ dengan memberikan
penilaian terhadap kinerja Lembaga Pengelolaan zakat berdasarkan pada
transparansi,akuntabilitas , dan Kepercayaan publik.
Berdasarkan
latar belakang diatas tentunya penulis memiliki pertanyaan terkait dengan hal
tersebut:
1. Bagaimana Manajemen Kinerja
Lembaga Pengelolaan Zakat serta penilaian terhadap kinerja?
2. Bagaimana bentuk
transparansi, akuntabilitas , dan Kepercayaan publik pada Lembaga Pengelolaan
Zakat di Indonesia?
PEMBAHASAN
1. Manajemen Kinerja Lembaga Pengelolaan Zakat
Manajemen kinerja adalah manajemen tentang menciptakan
hubungan dan memastikan komunikasi yang efektif. Manajemen kinerja memfokuskan
pada apa yang diperlukan oleh organisasi manajer dan pekerja untuk berhasil.
Manajemen kinerja adalah tentang bagaimana kinerja dikelola untuk memperoleh
sukses.
Kinerja berasal dari pengertian performance. Adapula yang memberikan pengertian performance sebagai hasil kerja atau
prestasi kerja. Namun, sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas,
bukan hanya hasil kerja tetapi termasuk bagaimana proses pekerjaan berlangsung.
Manajemen Kinerja terdapat beberapa pandangan para pakar tentang pengertian
Manajemen Kinerja. Bacal (1999:4) memandang manajemen kinerja sebagai proses komunikasi yang dilakukan secara terus-menerus dalam
kemitraan antara karyawan dengan atasan langsungnya. [4]Berdasarkan
menurut Amstrong (2009: 9) lebih menekankan kedudukan manajemen kinerja sebagai
proses sistematis untuk memperbaiki kinerja, bukan hanya sebagai sarana untuk
mendapatkan hasil lebih baik. [5]
Dari
pengertian lain menurut Denisi, 2000 Manajemen Kinerja adalah suatu rentang
dari praktik organisasi terikat kinerja atau dari target orang atau kelompok
dengan tujuan akhir memperbaiki kinerja organisasional. [6]
Jadi
Manajemen kinerja pada dasarnya adalah proses kinerja untuk mendapatkan hasil
yang lebih baik. Oleh karena itu zakat perlu dikelola dengan mekanisme
manajemen yang tersusun secara sistematis dan
rapi. Organisasi/ lembaga pengelolaan zakat perlu managemen yang bagus
layaknya suatu badan usaha yang bergerak dalam
bisnis. Namun, tetap saja berbeda konteksnya bagi penyalur zakat
karena organisasi ini tidak
berhak untuk bergerak dalam usaha
yang menanggung profit. Dengan demikian,
sistem manajerial dalam lembaga penyaluran
zakat berbeda dengan badan usaha pada umumnya. Sistem manajemen itu
dapat dilihat secara umum melalui struktur organisasi pengelola zakat.
Lembaga Pengelolaan Zakat berdasarkan
UU RI Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan Zakat Bab III pasal 6 dan pasal 7
menyatakan bahwa lembaga pengelolaan zakat diindonesia terdiri dari dua macam,
yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Badan amil zakat didirikan oleh pemerintah ,
sedangkan lembaga amil zakat didirikan oleh masyarakat. Dalam buku petunjuk
teknis pengelolaan zakat yang dikeluarkan oleh institut Manajemen Zakat
(2001)dikemukakan susunan organisasi lembaga pengelolaan zakat seperti lembaga
pengelolaan zakat seperti Badan Amil Zakat sebagai berikut.
1. Susunan Organisasi Badan Amil
Zakat, adapun susunannya yaitu:
a.
Badan amil zakat terdiri atas Dewan Pertimbangan, Komisi, Pengawas dan
Pelaksanaan.
b.
Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi unsur ketua,
sekertaris dan anggota.
c. Komisi pengawas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi unsur ketua, sekertaris dan anggota.
d.
Badan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi unsur ketua, sekertaris,
bagian keuangan, bagian pengumpulan, bagian pendistribusian dan pendayagunaan.
e.
Anggota pengurus amil zakat terdiri atas unsur masyarakat dan unsur pemerintah.
Unsur masyarakat terdiri atas unsur ulama, kaum cendekia tokoh masyarakat,
tenaga profesional dan lembaga pendidikan yang terkait.
2.
Fungsi dan Tugas Pokok Pengurus Badan Amil Zakat (BAZ).
a. Dewan Pertimbangan.
1. Fungsinya yaitu
memberikan pertimbangan, fatwa, saran, dan rekomendasi kepada Badan Pelaksana
dan Komisi Pengawas dalam dalam pengelolaan Badan Amil Zakat, meliputi aspek
syariah dan aspek manajerial.
2. Tugas pokoknya,
yaitu: (a) memberikan garis-garis kebijakan Badan Amil Zakat. (b) Mengesahkan
rencana kerja dari Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas. (c) Mengeluarkan fatwa
syariah baik diminta maupun tidak berkaitan dengan hukum zakat yang wajib
diikuti oleh pengurus Badan Amil Zakat. (d) Memberikan pertimbangan, saran dan
rekomendasi kepada Badan Pelaksanaan dan Komisi Pengawas baik diminta maupun
tidak. (e) Memberikan persetujuan atas laporan tahunan hasil kerja Badan
Pelaksana dan Komisi Pengawas.
b. Komisi Pengawas
1. Fungsinya sebagai Pengawas internal lembaga
atas laporan kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana.
2. Tugas pokoknya, yaitu (a) Mengawasi pelaksanaan rencana kerja yang telah di sahkan. (b) Mengawasi
pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang telah di tetapkan dewan pertimbangan.(c)
Mengawasi operasional kegiatan yang di laksanakan badan pelaksana,yang
mencangkup pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan. (d) Melakukan
pemeriksaan operasional dan pemeriksaan syariah..
c. Badan Pelaksana
1. Fungsi sebagai pelaksana pengelolaan zakat.
2. Tugas pokok (a).
Membuat rencana kerja. (b) Melaksanakan operasional pengelolaan zakat sesuai
rencana kerja yang telah disahkan dan sesuai dengan kebijakan yang telah di tetapkan . (c) Penyusunan
laporan tahunan. (d) Menyampaikan laporan bertanggung jawab kepada pemerintah.
(e) Bertindak dan bertnaggung jawab untuk dan atas nama Badan Amil Zakat ke dalam
maupun ke luar. [7]
Dengan
mencermati struktur tersebut , ini berarti lembaga pengelola zakat sudah
seperti layaknya badan usaha yang memiliki struktur organisasi yang rapi.
Lembaga pengelola jika benar-benar menjalankan sistematika tersebut maka
lembaga zakat adalah lembaga yang mengarah pada profesionalisme kerja.
Profesionalisme itu sangatlah bagus sebagai sarana untuk menumbuhkan kepercayaan
masyarakat untuk menaruh zakatnya ini. Zakat yang dapat dihimpun dari
masyarakatpun kemudian akan bisa terkelola dan tersalurkan secara lebih tepat
sasaran dalam upaya penciptaan kemaslahatan umat.
Zakat memerlukan pengelolaan yang baik, karena
zakat merupakan sumber dana potensial, yang dapat dimanfaatkan sebagai upaya
untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. [8] Hal
lain yang menonjol yang dikemukakan dalam buku fiqh zakat tersebut adalah bahwa
zakat itu harus dikelola oleh amil (lembaga) yang profesional, amanah,
bertanggung jawab, memiliki pengetahuan yang memadai tentang zakat, dan
memiliki waktu yang cukup untuk mengelolanya (misalnya untuk melakukan
sosialisasi, pendataan muzakki dan mustahiq, dan penyaluran yang tepat sasaran,
serta pelaporan yang transparan). [9] Dan
juga berdasarkan menurut Adnan (2001), setidaknya ada dua penyebab rendahnya
tingkat kontekbilitas dana zakat di Indonesia. Pertama, masih rendahnya penge pengetahuan dan pemahaman masyarakat
tentang zakat. Hala ini terjadi karena lemahnya proses sosialisasi serta proses
pendidikan agama yang kurang menekankan akan pentingnya zakat dalam kehidupan
bermasyarakat. Kedua, terletak pada
aspek kelembagaan zakat. Aspek kelembagaan zakat. Aspek kelembagaan zakat ini
bersumber dari variabel dan profesionalisme organisasi pengelola zakat. [10]
Unsur-unsur
manajemen Lembaga Zakat dlm mengelola zakat: (a) organisasi, (b) koordinasi,
(c) aparatur, (d) perencanaan, (e) motivasi, (f) budgetting, (g) penetapan
prosedur, tranparansi dan akuntabilitas. [11]
Unsur-unsur
manajemen Lembaga Zakat dalam mengelola zakat :
(1)Organisasi, sebagai suatu wadah atau tempat manajemen itu
akan berperan aktif . organisasi tanpa manajemen yang baik akan mengakibatkan
rutinitas organisasi tidak dapat bertahan lama. Organisasi dibutuhkan dalam
pengelolaan zakat agar supaya dalam kegiatan, pengorganisasian , pelaksanaan,
dan pengawasan terhadap pengumpulan , dan pendistribusian, serta pendayagunaan
zakat dapat terorganisir secara efektif sesuai dengan struktur organisasi yang
memiliki tugas masing-masing.
(2)Koordinasi, merupakan suatu “pengaturan/ penataan” beragam
elemen kedalam suatu pengoperasian yang terpadu dan harmonis. Kesuksesan
koordinasi akanmenciptakan keharmonisan dan keselarasan seluruh kegiatan untuk
mencapai tujuan yang diharapkan, sehingga beban tiap bagian menjadi serasi,
selaras dan seimbang. Sebagai satu tujuan manajemen koordinasi merupakan fungsi
pengikat, penyeimbang dan penyelaras semua aktifitas dan usaha, maka dapat
disimpulkan bahwa setiap fungsi manajemen pasti memerlukan fungsi koordinasi.
Kebutuhan akan organisasi tidak dapat dihindari karena setiap organisasi pasti
mempunyai unit-unit atau satuan-satuan organisasi yang mempunyai fungsi
berrbeda-beda tetapi mempunyai hubungan yang saling ketergantungan. Bertambah
banyaknya berbagai LAZ dan BAZ bisa berdampak tidak baik, yakni lemahnya
pengawasan profesionalisme dan akuntabilitas lembaga zakat, untuk itu
dibbutuhkan koordinasi yang terintegratif agar menjaga profesionalisme dan
akuntabilitasnya.
(3)Aparatur, adalah orang-orang serta lembaga yang
mempunyai peranan strategis dalam menyelenggarakan tugas-tugas umum.
Berdasarkan pembahasan tadi terdapat struktur organisasi dalam OPZ yang
memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing itulah para aparatur yang
terdapat didalam OPZ.
(4)Perencanaan, adalah
proses dasar manajemen untuk menentukan tujuan dan langkah-langkah yang harus
dilakukan agar tujuan dan langkah-langkah yang harus dilakukan agar tujuan
dapat tercapai. Perencanaan memberikan informasi untuk mengkoordinasikan
pekerjaan secara akurat dan efektif. Suatu rencana yang baik harus berdasaekan
sasaran, bersifat sederhana, mempunyai standar, fleksibel, seimbang, dan
menggunakan sumber-sumber yang tersedia dulu. Berdasar undang-undang Republik
Indonesia No 38 tahun1999 tentang pengelolaan zakat, pengelolaan zakat adalah
kegiatan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengawasan terhadap pendistribusian serta pendayagunaan zakat. rencana kerja
disusun berdasarkan kondisi lapangan dan kemampuan sumber daya lembaga . dengan
dimilikinya rencana kerja , maka aktivitas Organisasi Pengelolaan Zakat akan
terarah. Hal tersebut merupakan perencanaan yang ditujukan kepada para segenap
pengurus agar menjadi pedoman dan arah dari setiap kebijakan atau keputusan
yang diambil sehingga lembaga zakat yang dibentuk memiliki arah dan sasaran
yang jelas.
(5)Motivasi, menurut
Jerald Greebberg dan Robert A.baron (2003:190) berpendapat bahwa motivasi
merupakan serangkaian proses yang membangkitkan (arouse), mengarahkan (direst),
dan menjaga (maintain) perilaku
manusia menuju pada pencapaian tujuan. Membangkitkan berkaitan dengan dorongan
atau energi dibelakang tindakan. Motivasi juga berkepentingan dengan pilihan
yang dilakukan orang dan arah perilaku mereka. Sedangkan perilaku menjaga atau
memelihara berapa lama orang akan terus berusaha untuk mencapai tujuan. [12]
karena motivasi dan pola berzakat masyarakat muslim sangat mempengaruhi
peningkatan zakat. Alasn berzakat adalah mengikuti ajaran agama karena zakat
wajib sifatnya. Masayarakat berzakat pada pengelola zakat karena kepercayaan
kepada OPZ. Semakin tinggi tingkatan sosial masyarakat, yang merupakan donatur
potensial, maka semakin tinggi pula tingkat kepercayaan yang harus di pengelola
zakat agar bisa mendapatkan dana zakat dari masyarakat.
(6)Budgetting atau
penganggaran menunjukkan suatu proses sejak tahap persiapan yang diperlukan
sebelum dimulainya penyususnan rencana, pengumpulan berbagai data dan informasi
yang diperlukan, pembagian tugas perencanaan, penyusunan rencanaannya sendiri,
inplementasi dari rencana tersebut sampai pada
akhirnya tahap pengawasan dan evaluasi dari hasil rencana tersebut.
Hasil dari penganggaran (Budgetting) adalah anggaran (budget). Anggaran adalah
alat bantu bagi manajemen dalam melaksanakan fungsinya dan merupakan pedoman
dalam usaha bagi pencapaian dimasa yang akan datang, sebagai rencana dan
sasaran tertentu, anggaran membadingkan hasil yang dicapai dengan rencana yang
merupakan dasar pengendalian dan pengkoordinasian kegiatan dari seluruh
bagian-bagian yang ada dalam suatu pemerintah. Dengan adanya suatu rencana maka
seluruh kegiatan yang ada saling menunjang dan secara bersama menuju sasaran
yang telah ditetapkan.
(7) Penetapan Prosedur
dalam OPZ dapat menjaga konsistensi dalam menjaga prosedur kerja, dalam internal
organisasi penetapan prosedur kerja memberikan manfaat dalam mengetahui peran
dan posisi masing-masing. Meminimalisir kesalahan dalam melakukan
pengumpulan,penghimpunan, penyaluran dan pendayagunaan zakat, serta membantu
dalam melakukan pengevaluasian setiap proses operasional organisasi.
Akuntabilitas keuangan di OPZ sebgai
organisasi non-profit yang menerima dari donor (muzakki), yang mengelola dan
mendistribusikan dana mereka ke mustahiq (8kelompok orang yang memiliki hak
dalam menerima dana zakat), OPZ harus memberikan laporan keuangan secara
teratur sebgai bentuk tanggung jawab mereka untuk masyarakat, terutama untuk
muzakki. [13]
Adapun 8 kelompok orang dalam menerima dana zakat dan juga perluasan sasaran sakat secara
kontenporer, yaitu dapat dilihat dari tabel dibawah ini:
Perluasan Sasaran
Zakat
|
|
Konvensional
|
Kontenporer
|
·
Fakir
·
Miskin
·
Ibnu Sabil
·
Gharim
·
Amil zakat
·
Muallaf
·
Memerdekakan budak
·
Fii sabilillah
|
·
Fakir, miskin, yatim
·
Operasional Zakat
·
Membebaskan tawanan
·
Memerdekakan negara
islam yang terjajahh.
·
Mahasiswa/Beasiswa
belajar
·
Pembangunan RS,
Masjid, Sarana Umat lainnya.
·
Dakwa kepada non
Muslim.
·
Pemberdayaan ekonomi
fakir miskin
·
Pembelian senjata
perang
·
Dll.
|
Sumber: Manajemen
zakat 2016.
Akuntabilitan,
Menurut NCG (National Commite on Govermance) (dalam Sri Fadilah, 2012) prinsip
akuntabilitas adalah prinsip bahwa pengelola berkewajiaban untuk membina sistem
akuntansi yang efektif dalam rangka untuk menghasilkan laporan keuangan yang
sangat dipercaya. Selain itu akuntabilitas juga mengandung unsur kejelasan
funsi dalam organisasi dan cara mempertanggungjawabkannya.[14] menurut
KNKG (2006) , transparansi merupakan kondisi dimana lembaga menyediakan
informasi yang material dan relevan dengan cara mudah diakses dan dipahami oleh
pemangku kepentingan . sedangkan menurut NCG (National Commite on Govermance)
(dalam Sri Fadilah, 2012), para pengelola wajib menjalankan prinsip keterbukaan
dalam proses keputusan dan dalam penyampaian informasi. Keterbukaan dalam menyampaikan informasi yang disampaikan
harus lengkap, benar dan tepat waktu kepada semua pihak pemangku kepentingan. [15] kepercayaan
publik merupakan hasil dari kombinasi manajemen antara profesional dan
transparansi. Dan yang terahir transparansi, Dengan transparannya pengelolaan
zakat dalam organisasi, maka kita menciptakan suatu sistem kontrol yang baik,
karena tidak hanya melibatkan pihak intern organisasi saja akan tetapi juga
akan melibatkan pihak ekstern seperti para muzakkimaupun masyarakat secara
luas. Dan dengan transparansi rasa kecurigaan dan ketidak percayaan masyarakat
akan dapat di minimalisasi.
2. Akuntabilitas, Transparansi & Kepercayaan
Publik
OPZ
merupakan organisasi Nirlaba, berdasarkan Antonhy and Young (1998: 49) dalam
laughlin (1990) mendefinisikan organisasi nirlaba sebagai “organisasi yang
tujuannya adalah sesuatu diluar menerima keuntungan untuk para pemiliknya.
Biasanya tujuannya adalah pemberi pelayanan”. Ini jelas berbeda dengan
organisasi yang mencari keuntungan dan berjuang untuk keuntungan para
pemiliknya (pemegang saham) yang telah memberi modal ekuitas yang selalu
berharap untuk mendapatkan deviden sebagai pengembalian modal mereka. dalam hal
praktik pertanggung jawaban keuangan, ada hubungan yang sangat jelas dan formal
antara pemilik sebagai principal, dan
manajemen sebagai agent, karena dalam
konteks ini, pertanggung jawaban bersifat kontraktual. Sebaikya, sebagaimana
dikemukakan Anthony dan Young (1988,59), “organisasi mirlaba tidak dapat
mendapatkan modal ekuitas dari pada investor luar; kecuali modal ekuitasmereka
didonasikan. Sebagai akibatnya, hubbungan pertanggung jawaban antara organisasi
dan individu-individu yang mendonasikan harta benda mereka sangat kurang normal
dan kurang terstruktur dibanding organisasi bisnis; bersifat komunal, meminam
istilah Laughlin (1990).
Sebagai
organisasi nirlaba, organisasi pengelolaan zakat juga memiliki karakteristik
seperti organisasi nirlaba lainnya, yaitu:
a.
Terikat dengan aturan dan prinsip-prinsip syariah Islam.
b.
Sumber dana utama adalah zakat, infaq, shadaqah, dan wakaf.
c.
biasanya memiliki Dewan Syariah dalam struktur Organisasinya. [16]
Dalam
konteks pengelolaan keuangan organisasi pengelolaan zakat kita harus melihat
secara seksama terutama dalam mendefinisikan “pemilik” keuangan yang
diamanahkan kepada organisasi pengelola zakat, memahami bahwa orang-orang yang
telah mempercayakan amanahnya (muzakki)tersebut
adalah anggota masyarakat muslim yang dengan ikhlas memberikan sumber dana
kepada organisasi pengelola zakat atau OPZ untuk disalurkan kepada mustahik yang membutuhkan. Tentu saja
harapan mereka, pada umumnya tsk tertulis dan implisit, tidak terikat dengn
pengembalian materi atas dana-dana mereka seperti yang terjadi pada
organisasi-organisasi bisnis. Akan tetapi mereka memperhatikan bagaimana
pengelolaa pertanggungjawaban keuangan tersebut secara tepat sebagai mana
dengan tuntutan dalam syariah. [17]
Akuntabilitas
menjamin bagi masyarakat bagi masyarakat bahwa memiliki bahwa mereka memiliki
kesempatan untuk mengetahui siapa dan bagaimana keputusan dibuat serta apa
alasan yang mendasarinya. Pada saat yang sama, transparansi merujuk pada sikap
terbuka seseorang kepada masyarakat agar mreka mendapatkan informasi yang benar, jujur dan adil, seraya tetap mencermati
hak-hak dasar dan kerahasiaan perusahaan selaku unsur yang bekerja.
Dalam
konteks ini, transparansi menjadi kontrol publik terhadap OPZ sehiningga
transparansi dikaitkan dengan tingkat akses bagi masyarakat untuk mendapatkan
informasi sebanyak mungkin. [18]
Dalam sistem pembayaran zakat secara sukarela,
faktor kepercayaan wajib zakat zakat kepada amil zakat menjadi faktor yang
sangat krusial. Pengalaman lembaga-lembaga yang sukses menghimpun dana zakat
secara sukarela umumnya membina hubungan secara personal. Dari kepercayaan
publik umumnya membina hubungan secara personal. Dari kepercayaan publik yang sangat
tinggi kepada lembaga. Lembaga-lembaga ini umumnya membina hubungan dengan
donor, bahkan membina secara personal. Dari kepercayaan yang tinggi ini,
lembaga-lembaga ini bahkan mampu menghimpun dana non zakat dari donor dalam jumlah yang lebih
besar dari zakat yang dibayarkan itu sendiri.
Kepercayaan
publik dibangun diatas bukti-bukti yang profesional dan amanah. Kepercayaan
tidak timbul atas janji-janji kosong atau tindakan-tindakan artifisial. Dengan
demikian, kepercayaan publik terhadap OPZ merupakan hasil dari kombinasi
manajemen profesional dan transparansi. Manajemen zakat yang modern dan
profesional akan menghasilkan bahwa zakat dikelola secara efisien, tepat
sasaran dan berdampak tinggi bagi penerima zakat dan masyarakat luas. Di sisi
lain, hal ini dibuktikan dengan
transparansi operasional, keuangan dengan kegiatan, akuntabilitas OPZ
terbentuk dan kepercayaan publik diraih.
Fading
“Spider”
III
|
Benefical
“Bee”
IV
|
Unreliable
“Mouse”
I
|
Prospective
“Buterfly”
II
|
Sumber:
Indonesia Zakat dan Development Report 2009.
Gambar diatas mengilustrasikan
kinerja OPZ terkait pengelolaan zakat dan transparansi serta hubungan dengan
kepercayaan publik. OPZ deikuadran I (Unreliable) adalah OPZ yang mengelola
zakat dengan pendekatan tradisional
tidak profesional. OPZ seperti ini umumnya akan besikap tidak transparan karena
khawatir terbongkar keburukannya, OPZ seperti ini tidak mendapatkan kepercayaan
publik.
OPZ deikuadran II (Prospective),
mengelola zakat secara profesional namun
tidak berlaku transparan sehingga tidak mendapat dukungan publik memadai.
Lembaga ini hanya membutuhkan peningkatan transparansi agar meraih kepercayaan
publik dan akan segera bergeser ke kuadran ke IV. OPZ di kuadran ke III
(fading), belum mengelola zakat secara profesional, namun karena uatu hal lain,
memiliki akuntabilitas tinggi, jika hal ini terus berlangsung dalam waktu lama,
kepercayaan publik memudar dan OPZ akan bergeser ke kuadran I. OPZ terbaik
adalah OPZ yang berada di kuadran IV (benefical). OPZ seperti ini mengelola
zakat secara profesional modern dan bersikap transparan. Dengan demikian
akuntabilitas lembaga adalah tinggi. Dengan akuntabilitas ini, meraih kepercayaan
publik adalah suatu hal yang niscaya tinggal
soal waktu belaka.
II.
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan tersebut manajemen kinerja sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Namun,
sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja
tetapi termasuk bagaimana proses pekerjaan berlangsung,
tentunya berdasarkan manajemen yang berlaku pada Lembanga Pengelolaan Zakat
atau Organisasi Pengelolaan Zakat (OPZ). , yang terdiri dari Badan Amil Zakat
(BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Yang masing-masing memiliki aparat yang
mempunyai tugas dan tanggung jawab yang pada dasarnya untuk mencapai tujuan Organisasi
Pengelolaan Zakat (OPZ). itu sendiri. Sehingga Organisasi Pengelolaan Zakat
(OPZ). diupayakan mampu menjalankan tugasnya dalam hal Pengumpulan,
Pendistribusian, Pendayagunaan zakat. Dalam manajemen Organisasi Pengelolaan
Zakat (OPZ). tentunya terdapat unsur-unsur yang masing-masing unsurnya saling
berhubungan satu sama lainnya sehingga dalam manajemen kinerja lembaga
pengelolaan zakat harus memperhatikan unsur-unsur tersebut agar supaya
masyarakat lebih meningkatkan kepercayaannya kepada Organisasi Pengelolaan Zakat
(OPZ).
Berasarkan
pembahasan kedua dapat disimpulkan bahwa transparansi dan akuntabilitas
merupakan hal yang kerap di tuntut oleh masyarakat dari sebuah lembaga publik.
Masyarakat merasa perlu mengetahui aliran dana dan kinerja lembaga tersebut.
Apakah sumber daya yang mereka serahkan telah digunakan secara benar atau
tidak. Sebagai lembaga umat, Organisasi Pengelolaan Zakat (OPZ). harus memiliki
keduanya, yang merupakan bentuk pertanggungjawaban kepada donatur. Berdasarkan
pembahasan diatas manajemen kinerja Organisasi Pengelolaan Zakat (OPZ). Dalam
akuntabilitas dan transparansi sangat dibutuhkan untuk kepercayaan publik
karena kepercayaan publik dibangun diatas bukti-bukti yang profesional dan
amanah. Kepercayaan tidak timbul atas janji-janji kosong atau tindakan-tindakan
artifisial. Dengan demikian, kepercayaan publik terhadap Organisasi Pengelolaan
Zakat (OPZ). merupakan hasil dari kombinasi manajemen profesional dan
transparansi. Manajemen zakat yang modern dan profesional akan menghasilkan
bahwa zakat dikelola secara efisien, tepat sasaran dan berdampak tinggi bagi
penerima zakat dan masyarakat luas. Di sisi lain, hal ini dibuktikan
dengan transparansi operasional,
keuangan dengan kegiatan, akuntabilitas Organisasi Pengelolaan Zakat (OPZ) terbentuk
dan kepercayaan publik diraih.
REFERENSI
Gustian Djuanda dkk, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan
PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2006.
Hafidhuddin Didin dkk, The Power Of Zakat Studi Perbandingan
Pengelolaan Zakat Asia Tenggara UIN-Malang
Press: Malang, 2008.
Hafidhuddin Didin, Zakat dalam Perekonomian Modern Gema Insani Press: Jakarta, 2002.
Huda
Nurul dkk, Zakat Persfektif Makro-Mikro
Kencana: Jakarta, 2015.
Indonesia
Zakat dan Development Report 2009.
Indri
Yuliafitri dan Nur Khoiriyah Asma, Jurnal Ekonomi Islam Vol.2, 2016
Mardani, Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia PT. Refika Aditama: Bandung,
2011.
Rifqi
Muhammad, Jurnal Akuntansi dan Investasi Vol.7,
2006.
Syafaruddin, Manajemen
zakat 2016.
Wibowoi,
Manajemen Kinerja, PT.RajaGrafindo
Persada: Jakarta, 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar