BANK SYARIAH DALAM TANTANGAN MEA
Ridwan
Jurusan Syariah Prodi Ekonomi
Islam STAIN Watampone
ridwanbekantan@gmail.com
ABSTRACK
The purpose of this research is to
determine the readiness of Indonesia in the ASEAN Economic Community (AEC) 2015.
The purpose of the establishment of the ASEAN Economic Community (AEC) is to
create an ASEAN economic region that is prosperous and highly competitive.
Implications of the implementation of the ASEAN Economic Community (AEC) on the
economy of a country is fully integrated into the global economy to prepare for
the free market in the field of capital, goods and services, investment and
labor. The growth of Islamic banking in Indonesia each year is relatively high.
This increase is reflected in the asset and the number of institutional financing. The
government must pay more attention to the development of islamic banking in an
effort to improve the quality of islamic banking in Indonesia especially in the
ASEAN Economic Community (AEC) by analyzing the terms of the opportunities,
challenges, and prospects.
Keyword: AEC, islamic banking, opportunities, challenges, prospects
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Industri keuangan syariah telah
mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Berdasarkan pasal 1 ayat 1
Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menyatakan bahwa
perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah
dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses
dalam melaksanakan kegaiatan usahanya. Pengembangan sistem perbankan syariah di
Indonesia dilakukan dalam kerangka dual banking system atau sistem
perbankan ganda yang secara bersama-sama dengan perbankan konvensional melayani
kebutuhan masyarakat. Perkembangan perbankan syariah di Indonesia begitu pesat
seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap layanan perbankan
yang islami.
Laporan Perkembangan Perbankan
Syariah yang dipublikasikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjelaskan bahwa
hingga tahun 2013 jumlah bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah bertambah seiring dengan beroperasinya sejumlah bank baru. Jaringan
kantor tersebut mencakup 11 Bank Umum Syariah (BUS), 23 Unit Usaha Syariah
(UUS) dan 163 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). BUS dan UUS memiliki
jumlah kantor sebanyak 2588 kantor, sedangkan untuk BPRS sebanyak 402 kantor.
Pertumbuhan perbankan syariah di
Indonesia setiap tahunnya relatif cukup tinggi. Peningkatan tersebut tercermin
dari pangsa pembiayaan yang mencapai 76% atau sebesar 184,1 triliun dari total
aset BUS dan UUS, sedikit meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 75,6%.
Sejalan dengan perkembangan BUS dan UUS, pangsa pembiayaan terhadap aset BPRS
juga mengalami peningkatan dari 75,6% pada tahun 2012 menjadi 76 % pada tahun
2013. Sumber penghimpunan dana pada perbankan syariah Indonesia secara umum
didominasi oleh dana pihak ketiga (DPK). DPK pada kelompok BUS pada tahun 2013
mencapai 87,2%, sedangkan pada kelompok UUS dan BPRS masing-masing sebesar
80,8% dan 74%. Pada tahun 2013 terjadi peningkatan sukuk sebesar 1,1 triliun
(OJK, 2013).
Pertumbuhan perbankan syariah di
Indonesia yang cukup pesat merupakan hasil kerja keras Bank Indonesia dalam
rangka menjalankan visi yang telah ditetapkan sejak tahun 2010 untuk menjadikan
industri perbankan syariah Indonesia menjadi terkemuka di ASEAN. Penetapan visi
tersebut sangat mendukung laju perkembangan perbankan syariah di Indonesia,
karena tepat di tahun 2015 negara-negara ASEAN memasuki sistem perekonomian
global atau yang disebut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Menurut Deklarasi
Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan
pasar tunggal dan basis produksi yang memiliki lima elemen terhadap aliran
bebas barang, aliran bebas jasa, aliran bebas investasi, aliran modal yang
lebih bebas, serta aliran tenaga kerja yang terampil di kawasan ASEAN.
Secara umum tujuan dibentuknya
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah untuk menciptakan kawasan ekonomi ASEAN
yang makmur dan berdaya saing tinggi. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) diharapkan
mampu meningkatkan pembangunan ekonomi yang merata dan mengurangi perbedaan
sosial di negara-negara kawasan ASEAN, termasuk juga dalam menghadapi kekuatan
perekonomian yang lebih global (Tedjasuksmana, 2014).
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
membuka peluang bagi sejumlah sektor ekonomi di kawasan Asia Tenggara untuk
mendapatkan market size yang lebih luas serta peluang investasi yang
semakin besar. Implikasi pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadikan
perekonomian suatu negara sepenuhnya terintegrasi ke dalam ekonomi global untuk
bersiap menghadapi pasar bebas di bidang permodalan, barang dan jasa, investasi
serta tenaga kerja. Hadirnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang merupakan
pasar dengan skala global tentu akan berakibat munculnya persaingan antar
negara-negara ASEAN. Negara-negara ASEAN dituntut untuk saling bersaing dengan
memanfaatkan peluang yang ada.
Persaingan antar negara ASEAN tentu
menjadi tantangan bagi masing-masing negara, tidak terkecuali bagi negara
Indonesia. Indonesia yang merupakan salah satu anggota negara ASEAN dituntut
agar dapat bersaing dengan sembilan negara ASEAN lainnya yaitu Brunei
Darussalam, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan
Vietnam. Setiap negara ASEAN memiliki kesempatan yang sama untuk memenangkan
persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Indonesia yang mayoritas
berpenduduk kaum muslim, sudah selayaknya menjadi pelopor perkembangan
perekonomian dalam sektor keuangan syariah (Alamsyah, 2012).
Dalam rangka Milad-8 IAEI bahwa
Indonesia memiliki potensi yang besar untuk menjadi pelopor perkembangan
keuangan syariah diantaranya: (1) jumlah penduduk muslim yang besar menjadi
potensi nasabah industri keuangan syariah, (2) pertumbuhan ekonomi yang relatif
tinggi (kisaran 6,0%-6,5%) yang ditopang oleh fundamental ekonomi yang solid,
(3) peningkatan sovereign credit rating Indonesia menjadi invesment
grade yang akan meningkatkan minat investor untuk berinvestasi di sektor
keuangan domestik, termasuk industri keuangan syariah, dan (4) memiliki sumber
daya alam yang melimpah yang dapat dijadikan sebagai underlying transaksi
industri keuangan syariah. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang awalnya
bertujuan untuk meningkatkan perekonomian di kawasan Asia Tenggara, namun hal
ini justru membuat kekhawatiran bagi sebagian masyarakat Indonesia. Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) dianggap sebagai sebuah ancaman karena pasar potensial
domestik perbankan syariah dapat diambil oleh negara-negara ASEAN yang lainnya.
Menurut Global Islamic Finance
Report (GFIR) tahun 2011 dalam rangka Milad-8 IAEI, 13 April 2012, seperti
yang dijelaskan Halim Alamsyah bahwa Indonesia mempunyai potensi yang kondusif
dalam pengembangan industri keuangan syariah, karena berada dalam urutan keempat
setelah Iran, Malaysia, dan Saudi Arabia. Indonesia masih berada dibawah negara
Malaysia dan negara-negara Timur Tengah untuk beberapa hal yang terkait dengan
ekonomi syariah. Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 diperlukan
diperlukan peran semua pihak dalam mendorong pertumbuhan dan perkembangan
perbankan syariah di Indonesia. Beberapa kelemahan perbankan syariah di
Indonesia harus segera diperbaiki, terutama terkait dengan kualitas sumber daya
manusia dan penguasaan teknologi.
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) harus
dilihat sebagai peluang sehingga mereka yang terlibat aktif dalam perbankan
syariah semakin terpacu meningkatkan kualitas. Pemerintah harus lebih
memperhatikan perkembangan perbankan syariah dalam upaya meningkatkan kualitas
perbankan syariah di Indonesia khusunya dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA). Melihat kondisi Indonesia yang dinilai banyak orang belum siap
dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), maka penulis menyusun sebuah
pemaparan dengan judul Peluang, Tantangan, dan Prospek Perbankan Syariah di
Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang
telah diuraikan diatas, adapun rumusan masalah yang akan dikaji oleh peneliti
adalah bagaimana peluang, tantangan dan prospek perbankan syariah di Indonesia
dalam menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 ?
Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas,
maka pemaparan ini bertujuan untuk mengetahui peluang, tantangan dan prospek
perbankan syariah di Indonesia dalam menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) 2015.
METODE
PENULISAN
Pemaparan ini merupakan jenis
artikel konseptual. Artikel konseptual atau biasa disebut artikel nonpenelitian
merupakan hasil pemikiran penulis atas suatu permasalahan yang dituangkan dalam
bentuk tulisan (Alam, 2015). Metode penulisan yang digunakan untuk pemaparan
artikel konseptual ini yaitu dengan metode dokumentasi.
Metode dokumentasi yaitu teknik
pengumpulan data dengan menggunakan dokumen. Dokumen dapat berbentuk tulisan,
gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang (Sugiyono, 2014).
Sumber-sumber yang digunakan dalam penulisan artikel konseptual ini yaitu
artikel-artikel konseptual yang relevan, hasil penelitian terdahulu, peraturan,
kebijakan-kebijakan, serta teori-teori dari berbagai buku teks.
PEMBAHASAN
Peluang Perbankan Syariah Indonesia Menghadapi
Persaingan MEA 2015
Pertumbuhan industri perbankan
syariah Indonesia diperkirakan akan mencapai 20% pada tahun 2015, dan pada
tahun tersebut Indonesia akan menghadapi persaingan pasar bebas Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 (Takidah, 2014). Pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) 2015 akan berdampak terciptanya pasar bebas dibidang permodalan, barang
dan jasa, investasi serta tenaga kerja. Tujuan dibentuknya Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) untuk meningkatkan stabilitas perekonomian dikawasan ASEAN, yang
pada nantinya diharapkan akan dapat mampu menyelesaikan permasalahan ekonomi
antar negara ASEAN (Puja, 2012).
Perbankan syariah Indonesia dapat
dijadikan kekuatan negara Indonesia dalam menghadapi persaingan global
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Perbankan syariah Indonesia yang terbukti mampu
bertahan dari krisis ekonomi global tahun 2008 telah terbukti memiliki kinerja yang
baik dan diharapkan mampu menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Faktor yang telah menyelamatkan perbankan syariah Indonesia menghadapi krisis
ekonomi global dikarenakan pembiayaan perbankan syariah Indonesia yang masih
lebih diarahkan kepada aktivitas perekonomian domestik, sehingga belum memiliki
tingkat integrasi yang tinggi dengan sistem keuangan global serta belum memiliki
tingkat transaksi yang tinggi.
Indonesia sebagai salah satu negara
yang menjadi peserta Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) telah memiliki pasar
perekonomian syariah yang potensial. Hal tersebut dibuktikan dengan pertumbuhan
kelembagaan perbankan syariah Indonesia yang terus mengalami peningkatan.
Peningkatan kelembagaan syariah mencakup pada peningkatan BUS (Bank Umum Syariah),
UUS (Unit Usaha Syariah) dan BPRS. Perkembangan kelembagaan perbankan syariah
Indonesia disajikan dalam tabel berikut:
Tabel
1.
Perkembangan
Jaringan Kantor Perbankan Syariah Indonesia
Perkembangan Jaringan Kantor
Perbankan Syariah Indonesia Jaringan Kantor
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
Jumlah bank
|
163
|
169
|
190
|
190
|
193
|
197
|
Bank Umum Syariah (BUS)
|
5
|
6
|
11
|
11
|
11
|
11
|
Unit Usaha Syariah (UUS)
|
27
|
25
|
24
|
24
|
24
|
23
|
BPRS
|
131
|
138
|
155
|
155
|
158
|
163
|
Jaringan
Kantor (KP+KCP+KK)
|
1069
|
1258
|
2101
|
2101
|
2663
|
2990
|
Bank Umum Syariah (BUS)
|
581
|
711
|
1401
|
1401
|
1745
|
1998
|
Unit Usaha Syariah (UUS)
|
241
|
287
|
336
|
336
|
517
|
590
|
BPRS
|
247
|
260
|
364
|
364
|
401
|
402
|
Rincian
Jaringan Kantor (BUS + UUS)
|
822
|
1001
|
1477
|
1737
|
2262
|
2588
|
KP
|
32
|
31
|
34
|
35
|
35
|
34
|
KC
|
273
|
339
|
421
|
456
|
524
|
577
|
KCP
|
283
|
344
|
778
|
976
|
1434
|
1666
|
KK
|
234
|
287
|
244
|
270
|
269
|
311
|
Sumber: Laporan Perkembangan Keuangan
Syariah 2013 (OJK)
Industri keuangan syariah selama
tahun 2013 masih tetap menunjukkan kinerja yang cukup baik, dan hal ini menjadi
peluang besar bagi perbankan syariah Indonesia untuk dapat turut bersaing di
era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Walaupun sepanjang tahun 2013 dampak krisis
keuangan dan perlambatan perekonomian global masih cenderung berpengaruh
terhadap laju pertumbuhan perekonomian Indonesia dan berbagai negara, namun
perbankan syariah Indonesia masih menunjukkan kinerja yang cukup positif. Hal
tersebut seperti yang dijelaskan dalam tabel berikut:
Tabel 1.
Pertumbuhan Aset dan Keuangan
Perbankan Syariah Indonesia


Merujuk pada penelitian Alamsyah
(2012) bahwa Indonesia menduduki peringkat keempat negara yang memiliki potensi
dan kondusif dalam pengembangan industri keuangan syariah setelah negara Iran,
Malaysia, dan Saudi Arabia. Indonesia yang mayoritas berpenduduk kaum muslim
dengan jumlah terbesar di dunia akan menjadikan perbankan syariah Indonesia
memiliki pangsa pasar yang luas. Hal ini tentu akan mendorong kemajuan
perbankan syariah di Indonesia dalam menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) dengan negara-negara ASEAN yang lainnya terutama Malaysia.
Sistem perkembangan perbankan syariah
Indonesia yang lebih bertumpu pada sektor riil serta bersifat market driven dan
dorongan bottom up, tanpa dikendalikan oleh pemerintah (Hayat, Hal
tersebut menjadi keunggulan tersendiri dalam menghadapi persaingan Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) untuk lebih mudah berkembang. Perbankan syariah Indonesia
dapat mengembangkan kinerjanya sendiri tanpa menunggu pemerintah. Berbeda
halnya dengan perkembangan perbankan syariah di negara Iran, Malaysia, dan Arab
Saudi, yang lebih bertumpu pada sektor keuangan dengan dukungan dan campur
tangan pemerintah yang sangat kuat, sehingga untuk dapat berkembang mereka
harus menunggu peran pemerintah.
Peluang lain yang dimiliki perbankan
syariah Indonesia yaitu dalam hal kewenangan mengeluarkan fatwa. Fatwa keuangan
syariah di Indonesia bersifat terpusat oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) –
Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang merupakan institusi yang independen,
sementara di negara lain fatwa dapat dikeluarkan oleh perorangan ulama yang
dapat menyebabkan terjadinya perbedaan pendapat. Negara Malaysia memiliki
struktur organisasi lembaga fatwa tidak berdiri sendiri secara independen namun
berada di bawah Bank Negara Malaysia (BNM).
Peluang besar yang dapat menjadikan
perbankan syariah Indonesia dapat berkembang di era Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi yang masih tinggi yang dapat memberikan
ruang bagi perkembangan perbankan syariah Indonesia. Sejalan dengan hal
tersebut, keadaan ekonomi Asia yang menunjukkan ketahannya dengan tercermin
dari pertumbuhan ekonomi yang kuat, tingkat inflasi yang rendah, serta sistem
keuangan yang sehat yang menunjukkan pertumbuhan perbankan syariah Indonesia
akan mampu bersaing dalam mengadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Tantangan
Perbankan Syariah Indnesia Menghadapi Persaingan MEA 2015
Sebagian pihak mengkhawatirkan
hadirnya pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 sebagai ancaman karena
pasar potensial domestik akan diambil oleh pesaing dari negara ASEAN yang lain
(Alamsyah, 2012). Peluang besar yang dimilki negara Indonesia untuk
mengembangkan perbankan syariah di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tentu
tidak luput dari berbagai tantangan yang harus dihadapi. Negara ASEAN
masing-masing mempersiapkan diri dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Perbankan syariah Indonesia jika tidak memiliki kesiapan yang tinggi, maka akan
kalah dalam persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Tantangan perbankan syariah dalam
menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang mendapat perhatian serius adalah
upaya untuk memenuhi gap Sumber Daya Insani (SDI) dari tenaga kerja domestik
agar tidak diisi oleh tenaga kerja asing. Salah satu kesepakatan yang tertuang
dalam perjanjian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yaitu freedom of movement
for skilled and talented labours (Takidah, 2014). Keberadaan tenaga kerja
adalah faktor penting dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) terutama
dalam perkembangan perbankan syariah Indonesia. Tenaga kerja merupakan
pengendali barang, jasa, investasi maupun modal. Indonesia jika dilihat dari
GDP yang dapat digunakan sebagai tolak ukur atas kuantitas tenaga kerja, tentu
Indonesia masih kalah dengan negara Singapura, Malaysia dan Thailand.
Perkembangan pasar tenaga kerja Indonesia dijelaskan dalam tabel berikut:
Table 3
Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia
Indikator
|
Feb 2012
|
Agt 2012
|
Feb 2013
|
Agt 2013
|
Feb 2014
|
Angkatan Kerja
|
122,7
|
120,3
|
123,6
|
120,2
|
125,3
|
Bekerja (juta)
|
115,1
|
113,0
|
116,4
|
112,8
|
118,2
|
Menganggur (juta)
|
7,6
|
7,3
|
7,2
|
7,4
|
7,2
|
Tingkat pastisipasi angkatan kerja
|
69,9%
|
67,8%
|
69,2%
|
66,8
|
69,2
|
Tingkat pengangguran
|
6,2%
|
6,1%
|
5,8%
|
6,2
|
5,7
|
Rasio pekerjaan vs penduduk
|
65,3%
|
63,7%
|
65,2%
|
62,7%
|
65,2%
|
Menurut Badan Pusat Statistik bahwa
kebutuhan pekerja di Indonesia akan mengalami peningkatan. Peningkatan
kebutuhan jumlah tenaga kerja tersebut untuk menghadapi pangsa pekerjaan di
sektor industri yang diperkirakan juga meningkat dari 20% pada tahun 2013
menajdi 22-24% pada tahun 2019. Pangsa jasa diperkirakan akan meningkat dari
45% pada tahun 2013, menjadi 46-50% pada tahun 2019. Keadaan tersebut akan
mempengaruhi kebutuhan akan kebutuhan SDI untuk perbankan syariah Indonesia.
Kebutuhan akan SDI (Sumber Daya
Insani) dengan jumlah besar tidak diimbangi dengan tingginya jumlah tenaga
kerja yang berbasis syariah. Di Indonesia para sarjana ekonomi islam masih
sangat sedikit, sehingga perbankan syariah Indonesia masih sangat membutuhkan
tenaga kerja profesional untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Tantangan ketersedian Sumber Daya Insani (SDI) perbankan syariah Indonesia
bukan hanya pemenuhan dari segi kuantitas terlebih dari segi kualitas juga
harus diperhatikan. Sumber Daya Insani (SDI) perbankan syariah Indonesia
dituntut untuk memiliki penguasaan operasional banking, namun juga harus
memperhatikan kualitas Sumber Daya Insani (SDI) dari aspek syariah.
Tantangan selanjutnya yaitu adanya
kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yaitu
kebebasan dalam pertukaran barang, jasa, modal, dan investasi. Kebebasan dalam
pertukaran produk tersebut diharapkan tidak membawa dampak buruk bagi perbankan
syariah Indonesia (Puja, 2012). Kekurangan produk yang dimiliki perbankan
syariah Indonesia diharapkan agar tidak dikuasi oleh negara-negara ASEAN yang
lain. Kekhawatiran tersebut mengarah pada kondisi pasar keuangan dan perbankan syariah
Indonesia yang belum tentu sesuai dengan produk dari negara lain. Produk
perbankan syariah Indonesia masih membutuhkan banyak inovasi pengembangan
produk dan layanan perbankan yang kompetitif yang dapat memenuhi seluruh
kebutuhan masyarakat.
Produk perbankan syariah Indonesia lebih fokus pada pemenuhan
kebutuhan di sektor riil. Kekurangan instrumen di pasar keuangan syariah
tersebut berdampak pada pengelolaan likuiditas perbankan syariah Indonesia.
Pengelolaan likuiditas perbankan syariah Indonesia yang masih mengandalkan
mekanisme Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS) dengan menggunakan instrumen
Sertifikat Investasi Mudharabah (SIMA), dan melakukan penempatan di instrumen
yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, yakni FASBI Syariah dan SBI Syariah.
Perbankan syariah Indonesia masih sedikit yang menempatkan instrumen sukuk.
Pengembangan produk dan layanan perbankan syariah Indonesia harus menciptakan
produk dan layanan yang mengendepankan keunikan dari prinsip syariah dan
kebutuhan dari masyarakat, terlebih dalam menghadapi persaingan pasar global
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Untuk itu, diperlukan praktisi-praktisi
perbankan syariah untuk menciptakan inovasi produk yang dapat menunjang
pengembangan perbankan syariah Indonesia dalam mengadapi gencarnya arus
perekonomian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Tantangan yang juga memberikan pengaruh terhadap pengembangan
perbankan syariah Indonesia adalah keinginan untuk menjalankan program
sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat luas. Kegiatan sosialisasi dan
edukasi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan minat masyarakat
untuk menggunakan produk dan layanan perbankan syariah Indonesia. Kegiatan
tersebut merupakan pusat biaya bagi perbankan syariah. Hayat (2014).
Selama ini kegiatan sosialisasi dn edukasi perbankan syariah
Indonesia dilakukan melalui program ‘IB Campaign’ baik melalui media masa,
syariah expo, maupun penyelenggaraan seminar/workshop. Namun, Bank Indonesia
akan mengurangi peran tersebut seiring dengan pengalihan kewenangan pengaturan
dan pengawasan sektor perbankan kepada OJK (Otoritas Jasa Keuangan), dan
perbankan syariah termasuk didalamnya. Menyikapi hal tersebut, perbankan
syariah Indonesia harus meningkatkan kemandirian dalam hal formulasi program
dan pembiayaan sehingga program ‘IB Campaign’ dapat terus berlanjut.
Tantangan lain yang menjadi tantangan dalam jangka panjang
yaitu mengenai perlunya kerangka hukum yang mampu menyelesaikan permasalahan
keuangan syariah secara komprehensif. Diperlukan aturan hukum ekonomi/keuangan
islam yang disepakati bersama untuk dijadikan rujukan dan disahkan oleh negara.
Kerangka hukum tersebut perlu dilakukan penyempurnaan mencakup skala global
untuk menyelesaikan perselisihan yang mungkin terjadi dalam transaksi keuangan
syariah antar negara ASEAN yang juga termasuk perbankan syariah didalamnya.
Penyempurnaan kerangka hukum diharapkan akan dapat memberikan suasana yang
kondusif bagi pengembangan perbankan syariah Indonesia baik secara nasional
maupun global terutama dalam menghadapi pasar global Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA).
Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) perbankan syariah
Indonesia juga dihadapkan pada tantangan mengenai perlunya kodifikasi poduk dan
standar regulasi yang bersifat nasional dan global. Hal tersebut sangat penting
dikarenakan adanya perbedaan dalam pengembangan produk perbankan syariah di
beberapa negara. Adanya perbedaan tersebut akan dapat memicu timbulnya resiko
apabila terkait dengan transaksi keuangan. Untuk itu, diperlukan penyelarasan
produk secara nasional terlebih secara global untuk menghadapi persaingan pasar
global Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang melibatkan negara-negara ASEAN.
Penyelarasan tersebut diperlukan agar keuangan islam yang salah satunya
termasuk perbankan syariah dapat berkembang di berbagai negara dan tidak saling
memproteksi karena perbedaan mazhab. Adanya lembaga internasional seperti, International
Financial Services Board (IFSB) dan International Islamic Financial
Market (IIFM) yang mengahadirkan regulasi yang dapat dijadikan pedoman
secara global sangat perlu dikembangkan untuk menciptakan peraturan secara
internasional untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Berbagai tantangan diatas harus dapat diselesaikan agar
pengembangan perbankan syariah Indonesia terus dapat meningkatkan kualitasnya,
terlebih dalam menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang harus
bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya yang juga memiliki perbankan syariah
dengan karakteristik yang berbeda-beda.
Prospek
Perbankan Syariah Indonesia di Era Persaingan MEA 2015
Prospek perbankan syariah Indonesia dalam menghadapi
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), tentu tidak terlepas dari adanya peluang dan
tantangan yang dipaparkan diatas. Pertumbuhan perbankan syariah yang masih
relatif tinggi membuktikan perbankan syariah Indonesia telah mampu
mempertahankaeksistensi dalam menghadapi situasi perekonomian. Hal tersebut
mengharuskan perbankan syariah Indonesia memiliki strategi dan arah
pengembangan yang terencanakan dengan baik (Wangke, 2014).
Peran perbankan syariah dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) tidak hanya boleh berfokus hanya kepada nasabah muslim. Negara
Indonesia merupakan negara yang memiliki keankeragaman suku, ras, budaya, dan
agama menjadi market yang sangat penting untuk pengembangan perbankan
syariah khususnya dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Nasabah tentu membutuhkan pelayanan, program maupun jaminan
keamanan yang terbaik dari suatu perbankan, maka dari itu dibutuhkan strategi
untuk meningkatkan mutu pelayanan perbankan syariah Indonesia yang terus
berkesinambungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Strategi pengelolaan dan
manajemen perbankan syariah Indonesia harus terus dilakukan pembaharuan
berkaitan dengan arus ekonomi global Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Menghadapi
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), perbankan syariah Indonesia harus menyiapkan
diri dan melakukan beberapa langkah pengembangan dan kebijakan (Hayat, 2014).
Pertama, penguatan struktur dan ketahanan perbankan syariah
Indonesia untuk mendukung pengembangan ekonomi nasional. Hal tersebut dapat
dilakukan melalui kebijakan perbankan syariah Indonesia diarahkkan pada
pembiayaan sektor ekonomi produktif untuk memenuhi kebutuhan seluruh Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA). Selain itu perlu dilakukan perluasan jaringan dalam
melayani kebutuhan masyarakat melalui delivery channel dan implementasi jaringan
kantor perbankan syariah Indonesia.
Kedua, perbankan syariah Indonesia perlu merevitalisasi
peningkatan sinergi dengan bank induk. Bank Indonesia secara khusus telah
mendorong perbankan konvensional di Indonesia sebagai induk dari perbankan
syariah Indonesia agar mendorong pengembangan jaringan teknologi informasi bagi
BUS (Bank Umum Syariah) dan UUS (Unit Usaha Syariah).
Ketiga, perbankan syariah Indonesia harus meningkatkan edukasi
dan sosialisasi mengenai produk dan layanan perbankan syariah terhadap
masyarakat untuk mendorong kesadaran dan minat dalam mempercayai perbankan
syariah Indonesia. Program edukasi dan promosi perbankan syariah Indonesia
ditingkatkan menjadi gerakan ekonomi yaitu Gerakan Ekonomi Syariah (GRES) yang
telah disahkan oleh Bapak Susilo Bambang Yudhoyono pada akhir tahun 2013.
Selain itu perbankan syariah Indonesia perlu meningkatkan sosialisasi dan
edukasi kepada pelaku pasar dalam menghadapi perekonomian global Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA). Kegiatan edukasi dan kerjasama internasional pada tahun
2013, ditandai pula dengan diadakannya seminar internasional keuangan syariah
pada bulan Mei 2013 (BI’sInternational Seminar on Islamic Finance) dan
bulan November 2013 (OJK’s Islamic Finance Conference).
Kegiatan-kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka semakin mengukuhkan keberadaan
Indonesia di kancah perkembangan keuangan syariah global untuk bersiap
menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Keempat, perbankan syariah Indonesia perlu meningkatkan fungsi
pengawasan baik secara internal dan eksternal. Jumlah dan skala bisnis bank
yang beragam dari berbagai negara-negara ASEAN, khusunya negara Malaysia yang memiliki
jumlah bank syariah yang besar menyebabkan resiko yang dihadapi perbankan
syariah Indonesia akan relatif beragam, sehingga penguatan fungsi pengawasan
bertujuan mengantisipasi munculnya resiko yang mungkin terjadi di era
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Kelima, prospek kemajuan perbankan syariah Indonesia juga
semakin dipermudah dengan pengesahan beberapa produk aturan perundangan yang
memberikan kepastian hukum serta dapat meningkatkan aktivitas pasar keuangan
syariah di Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Aturan
perundangan tersebut seperti, 1) UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,
2) UU No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (Sukuk), 3) UU No.42
Tahun 2009 tentang Amandemen Ketiga UU No.8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan
Jasa. Lahirnya UU No.21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah mendorong peningkatan jumlah kantor, hingga tahun
2014 mencapai 12 BUS (Bank Umum Syariah). Jumlah tersebut merupakan salah satu
peluang yang dapat mendorong prospek kemajuan perbankan syariah Indonesia dalam
menghadapi persaingan pasar global Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Implementasi
dari UU No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (Sukuk) yaitu penerbitan
sukuk oleh pemerintah yang telah menambah penempatan dana perbankan syariah
dalam upaya pengelolaan likuiditas. Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
menjadikan tantangan sebagai prospek pasar ekonomi islam dalam persaingan
global. Perbankan syariah Indonesia yang saat ini dalam proses untuk berkembang
dan meningkat, para nasabahnya sudah tidak melihat kepada aspek ideologi namun
lebih mengandalkan aspek pemenuhan layanan dan program yang terbaik yang
dibutuhkan masyarakat.
Keenam, dalam rangka promosi dan pengembangan perbankan
syariah Indonesia khususnya dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA),
maka senantiasa diupayakan untuk membangun dan meningkatkan kerjasama dengan
lembaga-lembaga domestik dan internasional secara lebih komprehensif. (Suliswanto,
2013). Beberapa kerjasama lembaga domestik yang dilakukan oleh Bank Indonesia
meliputi: instansi pemerintah, orotitas fatwa, lembaga pendidikan, asosiasi
industri dan profesi, serta lembaga yang memiliki peran khusus di bidang
keuangan dan perbankan syariah. Berikut lembaga yang melakukan kerjasama dengan
perbankan syariah Indonesia hingga akhir tahun 2013:
a.
Lembaga Khusus Terkait
Keuangan dan Perbankan Syariah
1.
Dewan Syariah Nasional –
Majelis Ulama Indonesia (DSN – MUI)
2.
Badan Arbitrase Syariah
Nasional (BASYARNAS)
3.
Dewan Standar Akuntansi
Syariah – Ikatan Akuntan Indonesia (DSAS – IAI)
4.
Pusat Komunikasi Ekonomi
Syariah (PKES)
b.
Asosiasi Indutri
1.
Asosiasi Bank Syariah Indonesia (ASBISINDO)
2.
Kompartemen Perbankan Syariah PERBANAS
3.
Indonesia Islamic Global Market Association (IIGMA)
c.
c. Asosiasi Profesi
1.
Masyrakat Ekonomi Syariah (MES)
2.
Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI)
3.
Ikatan Notaris Indonesia (INI)
4.
Forum Silaturahmi Studi Ekonomi Islam
(FoSSEI)
5.
Asosiasi Akuntansi & Keuangan Syariah
Indonesia (AKSI)
6.
Asosiasi Wartawan Ekonomi Syariah
d.
Lembaga Terkait Lainnya
1.
Mahkamah Agung
2.
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
3.
Lembaga Sertifikasi Profesi Lembaga Keuangan
Mikro (LSP LKM)
Selain kerjasama dengan lembaga domestik, perbankan syariah
Indonesia juga melakukan kerjasama dengan lembaga internasional. Lembaga
internasional tersebut seperti Islamic Development Bank (IDB), Islamic
Financial Services Board (IFSB), International Islamic Financial Market (IIFM),
International Islamic Liquidity Management Corporation (IILM), dan Accounting
and Auditing for Islamic Financial Institution (AAOIFI).
Ketujuh, untuk memenuhi dan meningkatkan kompetensi sumber
daya insani (SDI) perbankan syariah menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA),
maka telah dilakukan beberapa bentuk kerjasama. Kerjasama tersebut antara lain
ICDIF-LPPI melalui program Pelatihan Analisa Pembiayaan Perbankan Syariah bagi
BUS, UUS, dan BPRS serta program TOT (Training of Trainers) yang
bekerjasama dengan universitas di Indonesia yang melibatkan dosen, mahasiswa
S2, dan guru SMA. Progarm TOT yang telah dilakukan untuk mempersiapkan SDI yang
memiliki wawasan global seperti program pelatihan analisa pembiayaan perbankan
syariah, program untuk mendukung sosialisasi dan edukasi perbankan syariah
seperti seminar, diskusi, pelatihan, penerbitan literatur.
Berkenaan dengan prospek keuangan syariah ke depan,
diharapkan kondisi perekonomian global yang masih diliputi ketidakpastian tidak
begitu banyak berpengaruh terhadap kondisi perbankan syariah Indonesia.
Perbankan dan keuangan syariah Indonesia diyakini masih dapat berkembang dan
memiliki prospek yang baik, tercermin dari pengembangan pasar yang masih besar
di dalam negeri. Selain itu optimisme dunia internasional terhadap keuangan syariah
Indonesia masih cukup tinggi. Hal ini tampak dari penilaian Ernst &
Young dalam World Islamic Banking Competitives Report 2013- 2014
maupun UK’s Global Islamic Finance Report 2013 bahwa keuangan syariah
Indonesia adalah termasuk ke dalam rapid growth market dan dynamic
market, serta telah menjadi referensi pengembangan keuangan syariah yang
berpotensi sebagai salah satu pendorong keuangan syariah dunia. Hal tersebut
membuktikan bahwa dengan kesiapan yang besar, perbankan syariah Indonesia akan
mampu MEA 2015.
SIMPULAN
Berbagai peluang dan tantangan
diatas menunjukkan dibutuhkannya upaya keras dari perbankan syariah Indonesia
dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Mengingat adanya peluang besar
untuk mengembangkan perbankan syariah Indonesia dan juga untuk menghadapi
berbagai tantangan atas terlaksananya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), maka
perbankan syariah Indonesia harus mampu dan yakin dalam menjalankan berbagai
strategi pengembangan. Untuk itu, peran semua pihak dalam pengembangan perbankan
syariah Indonesia diharapkan mampu menjadikan perbankan syariah Indonesia
memiliki prospek yang baik, semakin berkualitas dan mampu bersaing dengan
negara-negara ASEAN dalam menghadapi ekonomi pasar global Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) 2015.
DAFTAR PUSTAKA
Alam, Syamsul. 2015. Penulisan Artikel Ilmiah untuk
Publikasi Ilmiah Melalui Jurnal. Artikel E-Buletin. ISSN April,
hal.355-389.
Alamsyah, Halim. 2012. Perkembangan dan Prospek
Perbankan Syariah Indonesia: Tantangan dalam Menyongsong MEA 2015. Milad
Ke-8 Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI).
Badan Pusat Statistik. 2013.
Laporan Tenaga Kerja Indonesia.
Direktoral Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar
Negeri RI. 2009. Cetak Biru Komunitas ASEAN (ASEAN ECONOMIC COMMUNITY
BLUEPRINT).
Hayat. 2014. Globalisasi Perbankan Syariah: Tinjauan
Teoritis dan Praktis dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Jurnal
UIN Malang. Vol. 11, No. 2, hal.293-314.
Otoritas Jasa Keuangan. 2013.
Laporan Perkembangan Keuangan Syariah.
Puja, I Gusti Agung Wesaka dkk. 2012. ASEAN
Selayang Pandang Edisi Ke-20. Jakarta
Takidah, Erika. 2014. Strategi Pengembangan
Perbankan Syariah di Indonesia dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Seminar
dan Konferensi Nasional FE UNJ, 22-23 April.
Tedjasuksmana, Budianto. 2014. Potret UMKM Indonesia
Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Jurnal UKWMS. ISSN No:
1978-6522.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif dan R & D. Edisi Ke-20. Bandung: Alfabeta.
Suliswanto, Muhammad Sri Wahyuni. 2013. Kesiapan
Indonesia Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Jurnal Universitas
Muhammadiyah Malang.
Wangke, Humphrey. 2014. Peluang Indonesia dalam
Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Jurnal P3DI. Vol. VI, No.
10/III/P3DI/Mei.
Presiden Republik Indonesia. 2008. Undang-Undang
No.21 Tahun 2008 Perbankan Syariah
(http://www.ojk.go.id/undang-undang-nomor-21-tahun-2008-tentang-perbankan-syariah.pdf
diakses 10 Maret 2015).
World Islamic Banking Competitives
Report 2013- 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar