“ DINAMIKA PENGEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH
DI INDONESIA”
Misnawati
Jurusan
Syariah, Prodi Ekonomi Syariah STAIN Watampone
Email: misnawatimisna2310@gmail.com
Abstrak
Tulisan
ini mencoba mereview bagaimana perjalanan dan perkembangan bank syariah di
Indonesia. Pengembangan perbankan syariah dilakukan dalam rangka pengembangan
sistem alternatif yang memiliki karakteristik dan keunggulan tertentu
dibandingkan dengan sistem perbankan konvensional. Peranan dalam perbankan
syariah bagaimana memurnikan operasional perbankan syariah sehingga dapat lebih
meningkatkan kepercayaan masyarakat menigkatkan kesadaran umat islam sehingga
dapat menperluas segmen dan pangsa pasar perbankan syariah serta menjalin
kerjasama dengan para ulama karena bagaimanapun peran ulama, khususnya di
Indonesia, sangat dominan bagi kehidupan umat islam. Akan tetapi, dalam
perbankan syariah terdapat tantangan yang harus dihadapi dalam proses
pengembangan suatu bank. Namun terdapat tahapan atau sasaran dalam
mengembangkan perbankan syariah maka diperlukan suatu Cetak Biru pengembangan
yang memberikan arahan yang ingin dicapai serta tahapan-tahapan untuk
mewujudkan sasaran pengembangan sehingga tercipta sistem perbankan syariah yang ingin diwujudkan oleh
Bank Indonesia adalah perbankan syariah yang modern, yang bersifat universal,
terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Sebuah sistem
perbankan yang menghadirkan bentuk-bentuk aplikatif dari konsep ekonomi syariah
yang dirumuskan secara bijaksana, dalam konteks kekinian permasalahan yang
sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia, dan dengan tetap memperhatikan kondisi
sosio-kultural di dalam mana bangsa ini menuliskan perjalanan sejarahnya.
Kata Kunci : Sejarah,
peranan, peluang dan tantangan, tahapan
PENDAHULUAN
Perbankan
syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah dan unit
usaha syariah, mencakup kelembagan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usaha. Bank syariah berfungsi menghimpundana dana dari
masyarakat dalam bentuk titipan dan dana investasi dari pihak pemilik dana.
Fungsi lainnya ialah menyalurkan dana kepada pihak lainyang membutuhkan dana
dalam bentuk jual belimaupun kerjasama usaha.[1]
Perkembangan
Islamic banking di Indonesia pada mulanya merupakan keinginan masyarakat
Indonesia yang notabene Muslim terbanyak di dunia untuk memiliki wadah/ bank
alternative untuk melakukan transaksi dengan system syariah. Hal ini didukung
dengan keyakinan religious masyarakat bahwa Islamic banking system yang
mengadopsi PLS model akan dapat menguntungkan semua pihak, yaitu bank dan
nasabah.[2]
Perbankan
syariah semakin berkembang setelah dikeluarkannya UU No. 7Tahun 1992 tentang
perbankan syariah yang secara eksplisit memperbolehkan bank menjalankan usaha
berdasarkan prinsip bagi hasil. Perinsip
bagi hasil berdasarkan syariat yang digunakan oleh bank berdasarkan
prisip bagi hasil.
Eksistensi
perbankan syariah, jelas memiliki arti penting bagi pembangunan ekonomi
berwawasan syariah terutama dalam memberikan solusi bagi pemberdayaan usaha
kecil dan menengah serta menjadi inti kekuatan ekonomi yang berbasis kerakyatan
dan sekaligus menjadi penyangga utama sistem perekonomian nasional. Hal ini
menunjukkan peranan bank syariah sangat berarti bagi masyarakat karena ia
merupakan suatu lembaga intermediasi yang mampu memecahkan permasalahan
fundamental yang dihadapi oleh pengusaha kecil dan menengah khususnya di bidang
permodalan. Bank syariah tidak hanya befungsi dalam penyaluran modal tetapi
juga berfungsi untuk menangani kegiatan sosial.[3]
Sistem perbankan
syariah yang ingin diwujudkan oleh Bank Indonesia adalah perbankan syariah yang
modern, yang bersifat universal, terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia
tanpa terkecuali. Sebuah sistem perbankan yang menghadirkan bentuk-bentuk
aplikatif dari konsep ekonomi syariah yang dirumuskan secara bijaksana, dalam
konteks kekinian permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia, dan
dengan tetap memperhatikan kondisi sosio-kultural di dalam mana bangsa ini
menuliskan perjalanan sejarahnya. Hanya dengan cara demikian, maka upaya
pengembangan sistem perbankan syariah akan senantiasa dilihat dan diterima oleh
segenap masyarakat Indonesia sebagai bagian dari solusi atas berbagai
permasalahan negeri.[4]
PEMBAHASAN
Sejarah pengembangan perbankan
syariah
Badan
krisis yng menghantam indonesia tahun 1998, telah memporak-porandakkan kehidupan perekonomian indonesia. Tidak terkecuali di negara-negara
asia tenggara juga tidakluput dari krisis ekonomi dan moneter. Memburuknya
perekonomian diindonesia akibat kebijakan
suku bunga tinggi dan defresiasi nilai tukar mata uang rupiah ternyata justru akan membawah
akibat yang sangat buruk pada dunia
perbankan.
Dalam
mengatasi krisis perbankan, maka otoritas moneter pada bulan november 1997
terpaksa harus melikuidasi 16 Bank Umum
Swasta Nasional (BUSN). Yang berakibat
semakin merosotnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional
dan lebih lanjut akan mengakibatkan terjadinya rush.
Adanya
krisis perbankan tersebut menyebabkan terjadinya pertumbuhan ekonomi negatif,
kondisi ekonomi yang semakin menurung , dan semakin meningkatnya jumlah
pengangguran. Masalah yang mengikuti krisis perbankan tersebut antara lain: 1).
Kasus rekapitilasi perbankan, 2). Masalah bantuan likuiditas bank indonesia,
3). Masalah kredit macet.[5]
Sementara
disisi lain kalangan usaha kecil dan menengah ternyata lebih mampu bertahan
menghadapi krisis. Hal ini disebabkan karena mereka lebih banyak disektor rill.
Sehingga mereka mempunyai tingkat ketergantungan kepada perbankan yang rendah.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa kebijakan ekonomi yang lebih mengarah
kekapitalisterbukti tidak dapat mewujudkan tujuan nasional sebagaimana dimaksud
merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Ketentuan ekonomi islam ini dapatkita jumpai dalam ketentuan
Al-Qur’an, Hadits, Ijmak, dan Qiyas. Dalam kehidupan bernegara pelaksanaan
kegiatan ekonomi juga harus senantiasa berpedoman pada peraturan
perundang-undangan yang ada.
Dengan
demikian selama krisis ekonomi terjadi bank syariah ternyata masih dapat
menunjukkan kinerja yang relatif lebih baik dibanding dengan lembaga perbankan
konvensional. Perbankan syariah semakin berkembang setelah dikeluarkannya UU
No. 7Tahun 1992 tentang perbankan syariah yang secara eksplisit memperbolehkan
bank menjalankan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil. Perinsip bagi hasil berdasarkan syariat yang digunakan
oleh bank berdasarkan prisip bagi hasil. Pengertian bagi hasil dalam penyediaan
dana kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan ini termasuk pula dalam kegiatan jual beli.[6]
Pembagian in i dapat terjadi antara bank dengan penyimpanan dana, maupun antara
bank dengan nasabah penerimaan dana. Bentuk produk yangberdasarkan prinsip ini
adalah mudharabah dan musyarkah. Lebih jauh prinsip mudharabah dapat
dipergunakan sebagi dasar baik untuk produk pendanaan maupun pembiayaan,
sedangkan musyarakah lebih banyak untuk pembiayaan.[7]
Perkembangan
yang segnifikan dibidang perbankan syariah di Indonesia terjadi pada tahun
2008, yakni dengan diundangkannya UU No.21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah.
Diundangkannya UU ini juga
dilatarbelakangi adanya kebutuhan masyarakat indonesia akan kebutuhan jasa-jasa
perbankan syariah yang semakin meningkat, disamping adanya kekhususan perbankan
syariah dibandingkan perbankan konvensional. Pengaturan mengenai perbankan
syariah didalam UU No.7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah
dengan UU No. 10 Tahun 1998 belum spesifik sehingga perlu diatur secara khusus
dalam suatu UU tersendiri.[8]
Sistem perbankan di indonesia
Untuk
mengetahui bagaimana kedudukan bank syariah dalam sistem perbankan nasiaonal,
perlu terlebih dahulu dipahami bagaimana
sistem perbankan yang berlaku saat ini di indonesia. Untuk memahami sistem
perbankan tersebut, ada baiknya terlebih dahulu dikemukakan pengertian dari
sistem perbankan itu sendiri. Menurut Mirzon( 1998, hlm.23) sistem perbankan
itu adalah”suatu tatanan yang didalam nya terdapat berbagai jenis bank yang
terkait satu sama lain dan merupakan suatu kesatuan dengan megikuti suatu
aturan tertentu.” Sedangkan dalam redaksi lain, menurut Hermansyah (2006, hlm.
18) sistem perbankan adalah “suatu sistem yang menyangkut tentang bank,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses melaksanakan
kegiatan usaha secara keseluruhan.” Dari kedua definisi tersebut dapat dipahami
bahwa sistem perbankan itu merupakan suatu tatanan yang didalamnya terdapat
unsur mengenai bank, baik menyangkut kelembagaannya, kegiatan usahanya serta
cara dalam melaksanakan kegiatan usahanya dalam mengikuti suatu aturan
tertentu.[9]
Peranan perbankan syariah
Akhir-akhir
ini kita bisa lihat pada dunia perbankan dinegara kita, perbankan yang
berlandaskan syariah muncul sebagai dinamika perkembangan bank konvensional. Di
negara kita hadir sebagai gebrakan awal, yaitu bank muamalat indonesia bank
yang berlandaskan syariah. Memang dinegara kita landasan hukum bank syariah
masih lemah tentang landasan hukumnya. UU No. 7 1992 akhirnya tergerus akan
kemajuan bank syariah yang semakin pesat. Oleh karena itu, pemerintah
merevisinya sehingga menjadi UU No.10 Tahun 1998. Dalam UU tersebut tertulis
kedudukan bank syariah secara hukum mulai menjadi kuat.
Pertimbangan
perubahan Undang-undang tersebut untuk mengantisipasi tantangan sistem keuangan
yang semakin maju dan kompleks dan mempersiapkan infrastruktur memasuki era
globalisasi. Jadi adopsi perbankan syariah dalam sistem perbankan nasional
bukanlah semata-mata mengakomodasi kepentingan penduduk indonesia yang
kebetulan sebagian besar muslim, namun lebih kepada adanya faktor atau
keunggulan atau manfaat lebih kepada perbankan syariah dalam menjembatangi
perekonomian.[10]
Dalam
sistem perbankan konvensional, bank selain berperan sebagai jembatan antara
pemilik dana dan dinia usaha, juga masih menjadi penyekat antara keduanya
karena tidak adanya teransferibility risk
dan return. Pada perbankan syariah, bank menjadi manajer
investasi, wakil, atau pemegang amanat dari pemilik dana atau investasi di sektor rill. Skema produk perbankan
syariah merujuk kepada dua kategori
kegiatan ekonomi yakni priduk dan distribusi.
Beberapa
kegiatan investasi yang dapat dikembangkan dalam prbankan syariah adalah menumbuhkan kegiatan produksi massal
berskala kecil dan menegah, khususnya disektor agro industri malui skema
pembiayaan lunak seperti kemitraan (mudharabah
dan musyarakah). Adanya bakn syariah diharapkan dapat : a) mendukung strategi pengembangan ekonomi ragional; b)
membatasi segmen pasar yang belum terjangkau atau tidak berminat dengan bank
konvensional; c) menfasilitasi distribusi utilitas barang modal untuk kegiatan
produksi melalui skema sewa menyewa (ijarah).
Sementara
itu, dalam kegiatan komersial, perbankan syariah dapat mengambil posisi dalam
kegiatan: a). Mendukung pengadaan faktor-faktor produki; b). Mendukung
pengadaan antardaerah dan ekspor; c). Mendukung hasil-hasil produk kepada
masyarakat.
Peranan
perbankan syariah dalam perekonomian realatif masih sangat kecil dengan pelaku
tunggal. Ada beberapa kendala perbankan syariah, yaitu sebagai berikut.
1. Peraturan
perbankan yang berlaku belum sepenuhnya mengakomodasi operasional bank syariah.
2. Pemahaman
masyarakat belum tepat terhadap kegiatan operasional bank syariah.
3. Sosialisasi
belum dilakukan secara optimal
4. Jaringan
kantor bank syariah masih terbatas
5. Sumber
daya manusia yang memiliki keahlian mengenai bank syariah masih terbatas.
6. Persaingan
produk perbankan konvensional sangat ketat dan sehingga mempersulit bank
syariah dalam memperluas segmen pasar.
Strategi
pengembangan perbankan syariah diarahkan untuk meningkatkan kompetensi usaha
yang sejajar dengan sistem perbankan konvensional dan dilakukan secara
komperhensif dengan mengacu pada anlisis kekuatan dan kelemahan perbankan
syariah. Upaya pemerintah untuk merealisasikan hak tersebut ditempuh melalui
empat langkah utama, yaitu :1. penyempurnaan kekuatan; 2. Pengembangan jaringan
bank syariah; 3. Pengembangan pirinti moneter; 4. Pelaksanaan sosialisasi
perbankan syariah.
Peranan
bank syariah dalam perekonomian masih relatif kecil karena adanya beberapa
kendala. Oleh karena itu, semua pihak perlu senantiasa mendukung terhadap
perkembangan bank syariah.[11]
Berbicara
tentang peranan sesuatu, tidak dapat dipisahkan dengan fungsi dan kedudukan
sesuatu itu. Diantara peranan bank syariah, adalah (1). Memurnikan operasional
perbankan syariah sehingga dapat lebih meningkatkan kepercayaan masyarakat;
(2). Menigkatkan kesadaran syariat umat islam sehingga dapat menperluas segmen
dan pangsa pasar perbankan syariah; (3). Menjalin kerjasama dengan para ulama
karena bagaimanapun peran ulama, khususnya di Indonesia, sangat dominan bagi
kehidupan umat islam.[12]
Adapun
secara khusus peranan bank syariah dapat terwujud dalam aspek-aspek berikut :
1. Menjadi
perkat nasionalisme baru, artinya bank syariah dapat menjadi fasilitator aktif
bagi terbentuknya jaringan ekonomi usaha kerakyatan.
2. Memberdayakan
ekonomi umat dan beroperasi secara transpara.
3. Memberikan
return yang lebih baik.
4. Mendorong
penurunan spekulasi di pasar keuangan.
5. Mendorong
pemerataan pendapatan.
6. Peningkatan
efisiensi mobilitas dana.
7. Uswatun
hasana impelementasi moral dalam penyelenggaraan usaha bank.[13]
Peluang
dan Tantangan Pengembangan Perbankan Syariah
Sebagai
negara dengan penduduk muslim terbesar, sudah selayaknya Indonesia menjadi
pelopor dan kiblat pengembangan keuangan syariah di dunia. Hal ini bukan
merupakan „impian yang mustahil‟ karena potensi Indonesia untuk menjadi global
player keuangan syariah sangat besar, diantaranya: (i) jumlah penduduk muslim
yang besar menjadi potensi nasabah industri keuangan syariah; (ii) prospek
ekonomi yang cerah, tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi
(kisaran 6,0%-6,5%) yang ditopang oleh fundamental ekonomi yang solid; (iii)
peningkatan sovereign credit rating Indonesia menjadi investment grade yang
akan meningkatkan minat investor untuk berinvestasi di sektor keuangan
domestik, termasuk industri keuangan syariah; dan (iv) memiliki sumber daya
alam yang melimpah yang dapat dijadikan sebagai underlying transaksi industri
keuangan syariah.
Selain
itu, keunggulan struktur pengembangan keuangan syariah di Indonesia lainnya
adalah regulatory regime yang dinilai lebih baik dibanding dengan negara lain.
Di Indonesia kewenangan mengeluarkan fatwa keuangan syariah bersifat terpusat
oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang merupakan
institusi yang independen. Sementara di negara lain, fatwa dapat dikeluarkan
oleh perorangan ulama sehingga peluang terjadinya perbedaan sangat besar.
Potensi lainnya dari sisi regulasi terutama setelah lahirnya UU No 21 tahun
2008 tentang Perbankan Syariah. Dengan pengesahan ini, industri perbankan
syariah di Indonesia diharapkan dapat berkembang lebih pesat dan memberikan
manfaat lebih besar. Kepastian hukum dan jaminan keamanan juga akan lebih nyata
bagi para investor dan para pelaku usaha perbankan syariah. Tentunya ini adalah
peluang yang sangat besar bagi perkembangan bank syariah di Indonesia. Hal-hal yang membuka peluang besar pangsa
perbankan syariah sesuai UU tersebut adalah:
1. Bank Umum Syariah dan Bank Perkreditan
Rakyat tidak dapat dikonversi menjadi Bank Konvensional, sementara Bank
Konvensional dapat dikonversi menjadi Bank Syariah (Pasal 5 ayat 7);
2. Penggabungan (merger) atau peleburan
(akuisisi) antara Bank Syariah dengan Bank nonSyariah wajib menjadi Bank
Syariah (Pasal 17 ayat 2);
3. Bank Umum
Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah (UUS) harus melakukan pemisahan
(spin off) apabila UUS mencapai asset paling sedikit 50% dari total nilai asset
bank induknya; atau 15 tahun sejak berlakunya UU Perbankan Syariah (Pasal 68
ayat 1)
4. Dimungkinkannya warga negara asing dan/atau
badan hukum asing yang tergabung secara kemitraan dalam badan hukum Indonesia
untuk mendirikan dan/atau memiliki Bank Umum Syariah (Pasal 9 ayat 1 butir b).
Pemilikan pihak asing tersebut dapat secara langsung maupun tidak langsung
melalui pembelian saham di bursa efek Pasal 14 ayat (1).
5. UU Perbankan Syariah juga memberikan
peluang akivitas usaha bank syariah yang lebih banyak dan beragam dibandingkan
bank konvensional. Terdapat usaha-usaha yang bias dilakukan oleh sebuah bank
umum syariah dan tidak dapat dilakukan oleh bank konvensional ( Pasal 19 s.d
21). Dengan demikian, perbankan syariah dapat menawarkan jasa-jasa lebih dari
yang ditawarkan oleh investment banking, karena jasa-jasa bank syariah
merupakan suatu kombinasi yang dapat diberikan oleh commercial bank, finance
company, dan merchant bank.
6.
Kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh sebuah Bank Umum Syariah (BUS) lebih
luas dibandingkan dengan Unit Usaha Syariah (UUS) dari sebuah bank
konvensional.
7.
Selain usaha komersial, bank syariah dapat pula menjalankan fungsi sosial dalam
bentuk: lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak,
sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi
penelola zakat (Pasal 4 ayat 2); dan menghimpun dana sosial dari wakaf uang dan
menyalurkannya kepada lembaga pengelola wakaf (nazhir) sesuai kehendak pemberi
wakaf (wakif) (Pasal 4 ayat 3).
UU
Perbankan Syariah di samping memberikan peluang usaha yang lebih beragam bagi
bank syariah dan kemungkinan untuk percepatan pertumbuhan perbankan syariah ke
depan, juga memiliki tantangan persaingan yang lebih tajam. Tantangan tersebuat
antara lain:
1. Bagi
pelaku bank syariah nasional dengan lahirnya UU Perbankan Syariah adalah adanya
pembebasan pemilikan bank umum syariah oleh badan hukum Indonesia dengan warga
negara asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan secara langsung (Pasal
9) maupun melalui bursa efek merupakan tantangan yang sangat besar bagi
warganegara dan badan hukum Indonesia dalam kepemilikan bank syariah ke depan;
2. Ketentuan
tentang pembebasan penggunaan tenaga kerja asing (Pasal 33 ayat (1) dapat
merupakan tantangan besar bagi warganegara Indonesia sebagai pengelola dan atau
pekerja di perbankan Syariah;
3. Tantangan
lainnya adalah prinsip syariah yang menjadi dasar produk/jasa perbankan syariah
dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia oleh Komite Perbankan Syariah
berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (Pasal 26). Hal ini mebatasi produk/jasa
yang dapat dilakukan perbankan syariah di Indonesia. Suatu produk/jasa
perbankan syariah yang dapat dilakukan perbankan syariah di dunia internasional
bisa saja tidak dapat dilakukan di Indonesia;
4. Ketentuan
tentang calon pemegang saham pengendali (memiliki saham lebih dari 25% atau
kurang dari 25% tetapi dapat dibuktikan telah melakukan pengendalian perusahaan
secara langsung ataupun tidak langsung) wajib lulus uji kemampuan dan kepatutan
dari Bank Indonesia (Pasal 27), juga merupakan sebuah tantangan karena hal ini
akan membatasi para pemodal untuk memiliki bank Syariah;
5. Penyelesaian
sengketa perbankan syariah dapat dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan
Peradilan Agama atau jalur lain sepanjang telah diperjanjikan dalam akad (Pasal
55) merupakan tantangan bagi bank syariah untuk memilih jalur yang tepat dalam
setiap akad perjanjian untuk menyelesaikan sengketa di kemudian hari, mana yang
bisa diserahkan kepada Peradilan Agama dan mana yang diserahkan kepada lembaga
lain.
Tantangan
lain bagi industri perbankan syariah yang mungkin dihadapi pasca regulasi baru
ini adalah tantangan orientasi dan keberpihakan lembaga, etika (syariah) atau
bisnis, akan selalu muncul di depan. Penyatuan persepsi, oleh karenanya, masih
menjadi gangguan dan tantangan perkembangannya. Tantangan kemajuan zaman
terkait dengan kejahatan teknologi, dan kejahatan yang menggunakan bank sebagai
alat dan sarana persembunyian dan keamanan, serta tantangan berupa maraknya
jenis-jenis dan instrumen transaksi sebagai akibat dari mengglobalnya prinsip
perbankan syariah. Tantangan lain bersifat teknis operasional yang meliputi;
belum adanya standar mutu bagi lembaga pendidikan pelatihan, pengajar dan
lulusan, diversifikasi dan luasnya range kualifikasi sumber daya manusia dengan
bank syariah, perlu ada investor di bidang pendidikan perbankan atau keuangan
syariah, dan sosialisasi terhadap masyarakat akan pilihan alternatif program
pendidikan atau karir di bidang perbankan syariah. Selain itu, cakupan pasar
perbankan syariah saat ini masih terbatas., Sampai akhir tahun 2012, pelayanan
perbankan syariah hanya tersedia 13% jumlah kantor dari seluruh kantor bank
umum yang ada di Indonesia.
Keterbatasan cakupan operasional pada
gilirannya akan menjadi kendala yang cukup signifikan bagi para pengguna jasa
perbankan syariah dan mengurangi nilai kenyamanan penggunaan jasa perbankan.
Tantangan yang telah teridentifikasi di atas berguna untuk meningkatkan
pelayanan bank syariah yakni dengan menciptanya iklim yang kondusif untuk
masuknya para pemain baru, terutama bank-bank konvensional yang sudah memiliki
jaringan operasional yang luas atau mendorong aliansi strategis antara bank
syariah dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya guna mencapai skala ekonomis
operasional. Selanjutnya, dengan penyederhanaan proses administrasi bagi
masuknya para pemain baru dapat dilakukan dengan tidak mengurangi prinsip
kehati-hatian dalam kegiatan operasional perbankan. Tersedianya informasi
pasar/permintaan jasa perbankan syariah dan tersedianya sumber daya insani yang
kompeten dan profesional dalam jumlah yang mencukupi oleh industri perbankan
syariah.[14]
Tahapan dan sasaran dalam
pengembangan perbankan syariah
Perkembangan perbankan syariah di
Indonesia merupakan suatu perwujudan dari permintaan masyarakat yang
membutuhkan suatu sistem perbankan alternatif yang selain menyediakan jasa
perbankan/keuangan yang sehat, juga memenuhi pinsip-prinsip syariah.
Perkembangan sistem keuangan syariah sebenarnya telah dimulai sebelum
pemerintah secara formal meletakkan dasar-dasar hukum operasionalnya. Dengan
demikian, legalisasi kegiatan perbankan syariah melalui UU No.7 Tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dalam UU No.10 Tahun 1998 serta UU
No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia maka diperlukan suatu Cetak Biru
pengembangan yang memberikan arahan yang ingin dicapai serta tahapan-tahapan
untuk mewujudkan sasaran pengembangan jangka panjang. Berkaitan dengan hal itu,
maka Biro Perbankan Syariah - Bank Indonesia sejak tahun 2001 telah melakukan
kajian dan menyusun Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Nasional untuk
periode 2002-2011 (Cetak Biru) yang didalamnya termasuk pula
inisiatif-inisiatif terencana dengan tahapan yang jelas untuk mencapai sasaran
pengembangan yang ditetapkan. Ini merupakan jawaban atas permintaan yang nyata
dari masyarakat.
Dalam rangka mewujudkan sistem
perbankan yang sehat, kuat dan efisien untuk mencapai stabilitas sistem
keuangan dan mendorong pembangunan ekonomi nasional, Bank Indonesia menyusun Arsitektur
Perbankan Indonesia (API) dengan tujuan:
a.
Terciptanya struktur perbankan yang sehat, yang mampu
mendorong pembangunan nasional secara berkesinambungan;
b.
Terbentukny industri perbankan yang memiliki ketahanan
dalam menghadapi risiko;
c.
Terciptanya good corporate governance;
d.
Terbentuknya sistem pengaturan dan pengawasan
perbankan yang efektif dan efisien;
e.
Terwujudnya infrastruktur yang lengkap dan dapat
mendukung efisiensi operasional sistem perbankan;
f.
Terwujudnya pemberdayaan dan perlindungan konsumen
pengguna jasa perbankan.
Pada dasarnya konsep pengembangan
perbankan syariah memiliki tujuan yang sama dengan tujuan penyusunan API dengan
dilengkapi nilai-nilai syariah. Cetak Biru pengembangan perbankan syariah akan
lebih menjelaskan. Adapun target pencapaian pengembangan sistem perbankan
syariah nasional adalah:
a.
Memiliki daya saing yang tinggi dengan tetap berpegang
pada nilai-nilai syariah;
b.
Memiliki peran signifikan dalam sistem perekonomian
nasional serta perbaikan kesejahteraan rakyat;
c.
Memiliki kemampuan untuk bersaing secara global dengan
pemenuhan standar operasional keuangan internasional. [15]
Kebijakan pengembangan perbankan
syariah diterapkan dengan berpedoman pada strategi pengembangan jangka panjang
perbankan syariah. Adapun strategi pengembangan yang dimaksud adalah sebagai
berikut.
1.
Kepatuhan pada prinsip-prinsip syariah
2.
Implementasi aturan frudensial
3.
Efesiensi operasional dan daya saing
4.
Stabilitas sistemastik dan penciptaan maslahat
prekonomian
5.
Pengembangan SDI
6.
Inisiatif strategis untukmmengoptimalkan fungsi sosial
bank syariah[16]
Banyak hal
yang masih perlu dilakukan dalam rangka mewujudkan sistem perbankan syariah
yang sehat, konsisten menjalankan prinsip syariah dan berkontribusi secara
nyata bagi kemaslahatan seluruh masyarakat dan perekonomian secara umum.
Keberhasilan untuk mewujudkan hal tersebut memerlukan dukungan dan partisipasi
dari seluruh stakeholder perbankan syariah.
Dalam upaya
pengembangan perbankan syariah diperlukan pengembangan infrastruktur berupa
peraturan perundang-undangan yang mengadopsi prinsip-prinsip syariah, instrumen
pasanr keuangan syariah nasional, dasn lembaga penelitian dan pengembangan
perbankan syariah yang juga berfungsi sebagai pusat informasi dan penelitian.[17]
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah Di Indonesia, ( Yogyakarta: Gaja Mada University
Press, 2009) h. 2-3
Aam Slamet
Rusydiana, Jurnal Bisnis dan Manajemen Vol. 6, No. 2,
Oktober 2016
Amir Machmud, Rukmana, Bank Syariah Teori, Kebijakan, dan Study
Empiris di Indonesia (Jakarta: Erlangga,2010) h. 6
www.bi.go.id/id/perbankan/syariah/Contents/Default.aspx Di Akses 25
Januari 2017
Ali Syukron, Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam Vol. 3,
No. 2 2013
BluprintPerbankanSyariah,https://www.facebook.com/permalink.php?id=201408339972331&story_fbid=235961803183651 di akses 24 januari 2017
Cik Basir, Penyelesaian
Sengketa Prerbankan Syariah,( Jakarta: Kencana, 2012) h. 40
Dwi Suwiknyo, Jasa-Jasa
Perbankan Syariah, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar ; 2010) h. 7
Gustina, Jurnal
Akuntansi dan Manajemen
Vol. 6 No.1 Juni 2011
Ismail,
Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana,2013) h. 32
Muhammad ,Manajemen
Dana Bank Syariah, ( Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2014) h. 7
Zainul
Arifin, Memahami Bank Syariah
Lingkup,Peluang, peluang dan Prospek, ( Jakarta: Alvabet, 2000) h. 40
[1] Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta:
Kencana,2013) h. 32
[2] Gustina, Islamic
Banking System: Studi Analisis Perkembangan Perbankan Syariah Di Indonesia, Jurnal Akuntansi dan Manajemen Vol. 6 No.1 Juni 2011
[5] Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah Di Indonesia, (
Yogyakarta: Gaja Mada University Press, 2009) h. 2-3
[6] Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah Di Indonesia, h. 4-5
[7] Dwi Suwiknyo, Jasa-Jasa Perbankan Syariah, (
Yogyakarta: Pustaka Pelajar ; 2010) h. 7
[10] Amir Machmud, Rukmana, Bank Syariah Teori, Kebijakan, dan Study
Empiris di Indonesia (Jakarta: Erlangga,2010) h. 6
[11] Amir Machmud, Rukmana, Bank Syariah Teori, Kebijakan, dan Study
Empiris di Indonesia, h. 6-8
[12] Muhammad ,Manajemen Dana Bank Syariah, ( Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2014)
h. 7
[13]Muhammad ,Manajemen Dana Bank Syariah, h. 9
[14] Ali Syukron, Dinamika Perkembangan Perbankan Syariah Di
Indonesia, : Jurnal Ekonomi
dan Hukum Islam, Vol. 3, No. 2 2013
[15]BluprintPerbankanSyariah,https://www.facebook.com/permalink.php?id=201408339972331&story_fbid=235961803183651 di akses 24 januari 2017
[16]
Amir Machmud, Rukmana, Bank Syariah Teori, Kebijakan, dan Study
Empiris di Indonesia, h.60-61
[17] Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah Lingkup,Peluang,
peluang dan Prospek, ( Jakarta: Alvabet, 2000) h. 40
Tidak ada komentar:
Posting Komentar